Cinta di Saat tak Terduga
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Djaya Iskandar, Remo, Salim (Tzu Chi Batam) Animar (kiri), sangat berharap bisa kembali melihat dan mengajar mengaji. Ia ingin sekali kembali mengaji dan menikmati indahnya kaligrafi Alquran. |
| ||
Justru semakin saya simak ceritanya, semakin saya paham kalau humor merupakan kekuatan yang membuatnya mampu melewati semua rintangan hidupnya. Dan akhirnya, saya pun yakin kalau ia memiliki sejumput pengalaman yang indah untuk didengarkan. Menjalani Hidup Seorang Diri Tapi sayang, usia telah melapukkan penglihatannya. Perlahan namun pasti mata kiri Animar tak dapat melihat lagi karena katarak. Ia tak mampu untuk membiayai operasi katarak yang terbilang mahal, tapi berhubung anaknya kerja di Batam dan memperoleh informasi ada operasi katarak gratis bagi warga tidak mampu di salah satu rumah sakit swasta, Animar segera menuju Batam untuk mengikuti operasi katarak. Sayangnya biaya hidup di Batam cukup tinggi dan Animar tak sanggup untuk kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Agam, Sumatera Barat selepas operasi. Animar tak lagi mengajar ngaji meski ia selalu merindukan masa-masa itu. Di tengah kerinduannya yang amat sangat, rintangan kedua pun datang ketika mata sebelah kanannya terkena katarak pada tahun 2010. Tak terperi kegalauan hati Animar. Ia bukan saja ingin kembali melihat kampung halamannya, tapi juga kembali mengabdikan diri sebagai guru ngaji.
Keterangan :
Ia marah dan merasa frustasi. Tapi semakin ia frustasi semakin ia merasa jauh dari kampung halamannya. Selama penglihatannya terbatas Animar selalu merasa tak cukup lengkap menyusuri keindahan Alquran. Namun semakin ia merasa sedih, ia semakin merasakan besarnya kasih yang diberikan oleh anak-anaknya. Inilah makna yang didapat oleh Animar – cinta akan selalu datang di saat-saat yang tak terduga. Di saat ia kehilangan sesuatu yang dicintainya, ia justru mendapatkan cinta dalam wujud yang lain.
Keterangan :
Doa dan harapan ternyata menjawab keinginan Animar. Putranya mendapatkan informasi kalau Tzu Chi mengadakan baksos operasi katarak pada 16-18 Maret 2012. Setelah semua persyaratan administrasi dipenuhi, Animar pun mengikuti operasi katarak pada Jumat 16 Maret dan kembali memeriksakan penglihatannya pada hari Sabtu. Hari itu ia berkata kepada saya kalau sesungguhnya ia memetik banyak hikmah dari setiap jengkal hidupnya. Pergi meninggalkan kampung dan menderita katarak membuat Animar sadar kalau ia dibutuhkan oleh masyarakat – sang ustazah sebagai pemuka agama di kampungnya selalu berharap kalau ia bisa kembali dan memimpin warganya. Animar juga mengatakan kalau Tuhan juga sangat menyayanginya dengan mempertemukannya dengan Tzu Chi. Meski ia penuh humor, tetapi kata-kata yang dilontarkannya memiliki banyak makna. Setelah terbebas dari katarak Animar tak memiliki banyak harapan di usianya yang senja kecuali pulang ke kampung halamannya dan kembali melihat indahnya kaligrafi dari ayat-ayat suci Alquran. “Alhamdulillah saya sudah bisa melihat. Saya sudah rindu kampung, rindu masyarakat,” katanya sambil tersenyum bagaikan seulas benang lembut yang tergantung melambai. | |||