Cinta Kasih Bersemi di Antara Pohon Sawit
Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra * Seorang dokter dari RSKB Cinta kasih sedang memeriksa seorang pasien. rata-rata penyakit yang dikeluhkan adalah demam, gatal, diare, juga kutu air. | Propinsi Riau ternyata tidak hanya memiliki tanah yang subur yang ditandai dengan banyaknya perkebunan kelapa sawit, namun juga memiliki ’lahan’ yang subur untuk ditanami cinta kasih. Tzu Chi pada tanggal 21 Januari 2007 menanaminya dengan cinta kasih di sela-sela perkebunan kelapa sawit. Pada hari Minggu yang sejuk tersebut, Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan umum dan gigi bekerja sama dengan Sinar Mas Peduli di Poliklinik Libo Estate, Kabupaten Siak, Riau. |
Udara di poliklinik tersebut sangat segar karena berada di areal kebun kelapa sawit Libo. Sinar Mas Group adalah salah satu perusahaan besar yang memiliki kebun sawit di Riau. Kebun sawit yang dimiliki Sinar Mas Group tidak hanya di Riau, namun juga tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia sehingga merupakan perusahaan yang memiliki kebun sawit terluas di seluruh dunia. Sebelum baksos kesehatan diadakan, tim medis dan relawan Tzu Chi sempat khawatir baksos tersebut gagal dilaksanakan karena pada hari Sabtu, 20 Januari, pesawat Mandala Air yang akan dinaiki tim medis dan relawan tersebut mengalami keterlambatan yang sangat lama. Jadwal penerbangan yang semestinya pukul 10.30 WIB, mengalami keterlambatan hingga pukul 20.15 WIB. Mestinya kekecewaan ataupun kekhawatiran sangat layak tampak terlihat pada wajah tim medis dan relawan Tzu Chi, namun mereka melewatinya justru tetap dengan keceriaan. Tak terlihat keluhan di wajah-wajah mereka walaupun pukul dua belas malam mereka baru tiba di Pekanbaru dan baru bisa benar-benar istirahat sekitar pukul satu dini hari, sedangkan keesokan harinya pukul enam pagi sudah harus bangun dan bersiap-siap mengikuti baksos. Ketidaknyamanan yang terjadi pada waktu keberangkatan ternyata seolah terbayar tuntas pada saat baksos kesehatan dilaksanakan. Sebanyak 18 dokter dari Jakarta dan 5 dokter dari Pekanbaru dibantu tenaga paramedis, apoteker, dan relawan Tzu Chi dari Jakarta dan Pekanbaru, bekerja tanpa kenal lelah. ”Mereka telah berjuang. Mereka tidak mengantuk, tapi malah segar bugar,” seru Agus Rijanto, relawan Tzu Chi dari Jakarta. Masyarakat begitu antusias mengikuti baksos kesehatan. Ada 1298 pasien yang mengikuti pengobatan umum dan 206 pasien mengikuti pengobatan gigi. Pasien yang berobat kebanyakan adalah karyawan dari 7 perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Sinar Mas Group yang berada di sekitar Pekanbaru, ibukota Propinsi Riau. ”Kami mempersiapkannya dari mendata pasien sejak bulan November 2006,” ujar Sugeng, relawan Tzu Chi setempat. Pasangan suami istri, Jumi’in (50 tahun) dan Nayem (40 tahun), karyawan perkebunan sawit di Ujung Tanjung mengikuti pengobatan karena memiliki masalah kesehatan yang umum diderita karyawan perkebunan sawit, ambeien bagi kaum laki-laki dan sakit punggung bagi kaum perempuan. Pekerjaan sehari-hari Jumi’in mengangkuti brondol (buah sawit) menyebabkannya menderita ambeien. Jika sedang kambuh, ketika ia buang air besar sering mengeluarkan darah. Menurutnya, itu terjadi jika ia alpa minum obat dan makan buah-buahan. Ia juga sempat memperlihatkan pergelangan kakinya yang banyak terdapat bekas luka tertusuk duri sawit yang telah mengering. Luka tertusuk duri sawit juga merupakan hal yang biasa bagi mereka. Penyakit lain yang umum diderita oleh kaum laki-laki adalah hernia. Sementara Nayem menderita sakit pinggan karena pekerjaannya memunguti brondol sehingga sering membungkuk. Selain itu, kedua matanya juga menderita katarak. Pada baksos kesehatan yang rencananya kembali akan diadakan Tzu Chi di Pekanbaru pada bulan Maret mendatang, Nayem diminta untuk mengikutinya untuk dioperasi. Di bagian pengobatan gigi, seorang gadis kecil berusia 9 tahun terlihat sangat mencolok di antara para pasien yang lain. Gadis kecil bernama Wulansari tersebut ditemani oleh ayah tercintanya, Tugimin. Raut wajah tidak percaya diri terlihat sangat jelas di garis-garis wajahnya. Gigi dan gusi depan atasnya tonggos hingga menyembul ke depan seolah keluar dari mulut. ”Pengen cantik kan? Dibagusin ya, diambil saja ya?” sambut dr Inda Pribadi yang segera menanganinya. ”Ini harus dioperasi. Disuntik sedikit nggak apa-apa ya?” tanyanya kepada Wulan dengan lembut. Wulan hanya diam tetap dengan wajah minder. Kelainan yang dibawanya sejak lahir tersebut memang telah menenggelamkannya dalam rasa minder yang dalam. ”Dia malu sama teman-temannya. Saya merasa kasihan, kalau sudah besar bisa nggak ada kawan,” tutur Tugimin yang bekerja sebagai operator air di Pondok Satu, Siak. Hal ini juga menyebabkannya terlambat mendaftar sekolah. Di umurnya yang sudah 9 tahun, Wulan baru kelas 1 SD. Menurut Tugimin, kondisi bibir Wulan dulu lebih memprihatinkan karena juga menderita sumbing sehingga bibirnya hingga tertarik ke samping kiri kanan hidung. Ketika Wulan masih bayi, bibirnya tersebut pernah dioperasi, namun gigi dan gusinya belum disentuh. Hanya operasi sumbing. Dr Inda Pribadi yang memang spesialis bedah mulut tidak terlalu mengalami kesulitan menanganinya. Empat gigi depannya harus dicabut dan gusi dibedah hingga kempis. Tugimin dengan penuh kasih sayang terus memegangi tangan Wulan yang tampak cukup tenang menjalani operasi untuk ukuran anak sekecil dia. Dan operasi pun berjalan dengan lancar. Wajah Wulan kini telah berubah dan terlihat lebih cantik walaupun belum sempurna karena sisa sumbing masih terlihat. ”Minimal ia tidak minder main sama teman,” ujar dr Inda Pribadi. Wajah Wulan kini benar-benar telah berubah dan rasa minder yang tergurat di garis-garis wajahnya pasti sebentar lagi akan hilang. ”Kamu jangan malu lagi ya main sama teman,” pesan dr Inda Pribadi kepada Wulan dengan penuh kelembutan. Ketika baksos sedang berjalan, relawan Tzu Chi juga sempat cemas karena langit tiba-tiba menumpahkan hujan padahal panggung untuk berteduh pasien tidak mampu menampung pasien yang jumlahnya melebihi target. Untunglah, hujan hanya gerimis kecil dan hanya sebentar yang justru makin membuat suasana menjadi sejuk. Menurut Erickson, relawan Tzu Chi setempat yang merupakan kepala perkebunan sawit Libo, hujan memang menjadi kekhawatiran terbesar yang dirasakan para relawan. ”Niat baik memang selalu mendatangkan berkat,” ujar Rudi Suryana, relawan Tzu Chi Jakarta. | |