Cinta Kasih di Awal Ramadan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Henry Tando (He Qi Utara)
 
 

fotoRelawan Tzu Chi membawakan beras warga yang sudah berusia lanjut. Ini merupakan salah satu budaya humanis Tzu Chi yang tidak hanya memberikan bantuan namun juga menghormati dan menghargai penerima bantuan.

Setelah seminggu sebelumnya (30-31 Juli 2011) relawan Tzu Chi melakukan pembagian kupon beras kepada warga di wilayah Pademangan, Jakarta Utara, Sabtu,  6 Agustus 2011 dilakukan pembagian beras yang bertempat di Ruko Permata Ancol, Pademangan, Jakarta Utara. Sebanyak 135 ton beras dibagikan kepada 6.756 keluarga kurang mampu di wilayah ini.  Selain menerima beras sebanyak 20 kg (1 karung) warga juga memperoleh 1 liter minyak goreng.  “Sumbangan beras ini akan habis, namun cinta kasih dan tali persaudaraan di dalamnya takkan habis,” kata Hong Tjhin, CEO DAAI TV Indonesia mewakili pihak Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

 

Bukti Cinta Kasih Universal
Pembagian beras yang dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo  ini sendiri berjalan dengan tertib dan lancar karena relawan Tzu Chi telah mengatur dan mempersiapkan pembagian beras ini dengan terencana dan rapi. Meski pembagian beras akan dimulai pada pukul 8 pagi, namun warga sejak pukul 7 warga sudah memadati halaman depan Ruko Permata Ancol ini. Dengan menggenggam kupon di tangan, warga dengan sabar mengantri untuk mendapatkan giliran menerima beras ini.

Pembagian beras ini sendiri bertepatan dengan seminggu umat Muslim menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, di mana pada saat-saat seperti ini harga-harga kebutuhan pokok cenderung meningkat. Bantuan beras ini diharapkan dapat sedikit meringankan beban warga. Dalam sambutannya Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyampaikan rasa terima kasihnya atas perhatian dan bantuan yang diberikan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi  kepada warga di Jakarta, khususnya Pademangan. “Tzu Chi memberikan kontribusi yang sangat besar bagi masyarakat Jakarta. “Terlebih bantuan beras ini juga dilakukan di beberapa titik lokasi di Jakarta lainnya: Pejagalan dan Kapuk Muara (Jakarta Utara), Cengkareng (Jakarta Barat), serta pada hari Minggu (7 Agustus 2011) di wilayah Cilincing (Jakarta Utara) dan Penggilingan (Jakarta Timur).

Mengutip dari perkataan Master Cheng Yen, Fauzi Bowo menyampaikan bahwa ia sangat setuju dengan pemikiran dari Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi yang mengatakan bahwa kita semua adalah bersaudara. “Ini merupakan bukti kepedulian kepada sesama dan keberagaman ini harus kita jaga demi persatuan dan kesatuan bangsa ini,” kata Fauzi. Menurut Fauzi, kondisi masyarakat Jakarta yang majemuk sangat membuthkan toleransi, menghormati, dan menghargai keberagaman. “Termasuk mejemuk dalam agama. Keberagaman ini merupakan anugerah dari Tuhan bagi bangsa Indonesia, dan kita harus hidup berdampingan demi perstauan dan kesatuan bangsa ini,” tegas Fauzi.

foto  foto

Keterangan :

  • Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyerahkan beras dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia secara simbolis kepada warga Pademangan Jakarta Utara pada hari Sabtu, 6 Agustus 2011 di Ruko Permata Ancol, Jakarta Utara. (kiri)
  • Sebanyak 135 ton beras dibagikan kepada 6.671 keluarga kurang mampu di wilayah ini. Selain menerima beras sebanyak 20 kg (1 karung) warga juga memperoleh 1 liter minyak goreng. (kanan)

Ibu Inem
Dengan wajah sumringah, Inem (50 tahun) berjalan pelan menuju rumahnya. Beras seberat 20 kg digendongnya dengan menggunakan kain yang dililitkan di punggungnya. Tak terlihat kesulitan di wajahnya saat membawa beras ini menuju rumahnya yang berada tepat di sebelah rel kereta api jurusan Tanjung Priuk – Kota. Rel kereta ini sendiri sudah jarang dioperasikan sehingga hanya pada waktu-waktu hari tertentu saja bunyi kereta api mengganggu istirahatnya. Namun gangguan sebenarnya ada di jalan raya di samping rel kereta api – di atasnya jembatan tol Prof. DR. Sedyatmo tampak berdiri gagah terlihat. Bus-bus dan truk-truk bermuatan besar seringkali melewati jalanan ini dan menimbulkan suara yang cukup keras. “Sudah biasa,” kata wanita asal Purworejo, Jawa Tengah ini yang tak merasa terganggu dengan kondisi di sekelilingnya.

Di rumah berukuran 4x6 meter ini Inem hidup sendiri— tidak menikah. Ia menempati rumah yang dibelinya seharga 4 juta rupiah ini sejak tahun 2003. Entah resmi atau tidak, Inem tak begitu memedulikannya, baginya yang terpenting adalah ia bisa tinggal di rumah itu dengan nyaman. “Kalau ngontrak tiap bulan mana sanggup,” ungkapnya. Inem sehari-hari mengandalkan penghasilan dari berdagang minuman dan makanan kecil di sekitar Taman Impian Jaya Ancol yang berada persis di seberang jalan rumahnya. “Kalau sekarang bolehnya dagang sabtu dan minggu aja, hari biasa nggak boleh lagi,” keluh Inem. Setiap berdagang Inem mengaku bisa mengantungi 50 ribu rupiah. “Ya karena nggak setiap hari dagang ya jadinya paling buat nombokin makan sehari-hari,” ungkapnya.

Sebelum tinggal di Pademangan, Inem sempat tinggal di Bogor dan menjadi buruh di salah satu pabrik mi instan. Namun karena produksi pabrik mi instan tersebut terus menurun maka jumlah karyawannya pun dikurangi, termasuk Inem salah satunya. “Saya kerja di sana sejak tahun 1988 dan kos di daerah Bogor,” kenang Inem. Jika sebagian teman-temannya memilih pulang kampung, Inem nekad tetap mencari hidup di Jakarta. “Di kampung dah nggak ada siapa-siapa lagi, kakak saya juga dah meninggal. Tinggal keponakan-keponakan aja. Kalau saya tinggal di sana juga nggak enak, nggak ada kerjaan,” terang Inem, “mendingan di sini, sedikit-sedikit masih bisa cari uang.”

Di tengah keprihatinan hidupnya, Inem merasa sangat bersyukur memperoleh bantuan berupa beras dan minyak goreng dari Tzu Chi ini. “Beras ini bisa buat makan saya sebulan, bahkan lebih,” ujarnya sembar tersenyum. Dengan demikian maka uang yang seharusnya digunakan Inem untuk membeli beras dapat digunakan untuk keperluan lainnya. “Sangat membantu, apalagi harga-harga banyak yang naik,” tandasnya.

 

foto  foto

Keterangan :

  • Inem merasa bersyukur menerima bantuan beras dari Tzu Chi. Beras ini dapat digunakan Inem yang hidup seorang diri selama sebulan lebih. (kiri)
  • Menurut Louise Sutanto, Kepala Bagian Pendidikan Budaya Humanis dari Sekolah Tzu Chi Indonesia tujuan dari berpartisipasinya para guru dari Sekolah Tzu Chi Indonesia ini adalah merupakan salah satu cara untuk menerapkan budaya humanis di lingkungan sekolah. (kanan)

Belajar Memahami Kesulitan Orang Lain
Pembagian beras kali ini juga melibatkan guru-guru dari Sekolah Tzu Chi Indonesia PIK Jakarta Utara. Para guru-guru yang mayoritas wanita ini bertugas menyambut para warga, membagikan minyak goreng, dan bahkan ada juga yang membawakan beras warga ke sejumlah tempat berkumpulnya warga. Salah satunya adalah Kris Diany, guru Nursery 2 ini beberapa kali membantu ibu-ibu yang kesulitan membawa beras karena menggendong anaknya maupun ibu-ibu yang sudah berusia lanjut. “Senang, ini merupakan pengalaman baru bagi saya,” katanya. Meski memikul beras itu dirasakan cukup berat bagi wanita yang bertubuh mungil ini, namun rasa lelah itu terasa hilang saat melihat warga penerima bantuan itu tersenyum dan mengungkapkan rasa bahagianya.

Menurut Louise Sutanto, Kepala Bagian Pendidikan Budaya Humanis dari Sekolah Tzu Chi Indonesia tujuan dari berpartisipasinya para guru dari Sekolah Tzu Chi Indonesia ini adalah merupakan salah satu cara untuk menerapkan budaya humanis di lingkungan sekolah. “Kita mengajak guru-guru ini agar mereka juga dapat melihat dan merasakan penderitaan orang-orang di sekitar kita, sekaligus menumbuhkan rasa bersyukur atas berkah yang mereka miliki,” kata Louise yang beberapa kali juga tampak memanggul beras di pundaknya. Master Cheng Yen dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa dengan melakukan langsung kegiatan kemanusiaan barulah dapat merasakan langsung penderitaan orang lain, karena hal ini juga bisa semakin mengasah kepekaan diri terhadap penderitaan orang lain.
 

  
 

Artikel Terkait

Menggalang Hati Melalui Bazar Cinta Kasih

Menggalang Hati Melalui Bazar Cinta Kasih

19 Oktober 2018
Pada Minggu, 14 Oktober 2018, Tzu Chi Medan mengadakan Bazar Cinta Kasih untuk menggalang dana pembangunan Kantor Yaysan Tzu Chi Medan. Dalam kegiatan ini juga diadakan pula penggalangan dana untuk korban gempa dan tsunami di Palu dan Dongala, Sulawesi Tengah.
Mendalami Dharma, Memupuk Kebijaksanaan

Mendalami Dharma, Memupuk Kebijaksanaan

22 Maret 2019

Mengapa relawan Tzu Chi disebut sebutir benih? Karena dari masing-masing relawan, masyarakat di luar bisa mengenal Dharma. Karena dengan menjadi relawan, orang lain di luar bisa ikut menjadi relawan. Bukan karena ajakan semata, tapi bisa juga karena mereka melihat perubahan positif dalam diri relawan Tzu Chi yang membuat mereka terinspirasi.

Inspirasi Bagi Semua Orang

Inspirasi Bagi Semua Orang

16 Juni 2010
Pedagang kaki lima pun tidak dilewatkan. Sebuah tempat makan miso yang menjadi favorit masyarakat Pekanbaru yang bernama Miso Arifin, dengan tangan terbuka menerima dan memberikan tempat untuk relawan menempelkan kata renungan.
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -