Cinta Kasih yang Tak Terputus Bagi Siswanto

Jurnalis : Vincent Salimputra (He Qi Pluit), Fotografer : Cendana Sadeli, Finza Aditya, Vincent Salimputra (He Qi Pluit)

Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pluit mengucapkan gan en kepada Siswanto serta membungkukkan badan sebagai tanda terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk berbuat kebajikan.

Sejak diinisiasi oleh relawan Tzu Chi pada 19 Desember 2021, kegiatan memberikan perhatian bagi Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi) Souw Siswanto (53) terus berjalan hingga sekarang. Selama dua tahun tersebut, sejumlah relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pluit datang silih berganti tiap bulannya mencurahkan materi, waktu, tenaga, serta perhatian secara batiniah kepada Siswanto. Dengan adanya pendampingan tersebut, relawan berharap dapat meningkatkan kualitas hidup Siswanto, yang kini hanya bisa terbaring di ranjang.

Siswanto adalah seorang Gan En Hu yang telah menjalin jodoh dengan Tzu Chi sejak tahun 2015. Ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Tak lama setelah kembali dari merantau, ia didiagnosis menderita sejenis penyakit autoimun saat berusia 29 tahun. Kala itu, ia masih mampu bergerak dan berjalan menggunakan tongkat saat menjalani pengobatan di beberapa rumah sakit.

Namun, pengobatannya tidak sampai tuntas karena tiada yang bisa membantu mengantarnya berobat ditambah kondisi keuangan yang semakin menipis. Penyakit yang didiamkan tersebut perlahan-lahan mulai mempengaruhi persendian pada bagian tangan, lutut hingga kaki Siswanto sehingga menyebabkan gerak tubuhnya sangat terbatas. Hingga akhirnya, ia mengalami kelumpuhan.

Sudah hampir 25 tahun ia tidak dapat beraktivitas dan terpaksa hanya terbaring di ranjangnya saja. Selama itu jugalah, sang ibu, Swan Nio (75), memasak makanan baginya maupun mengurusnya bila hendak buang air besar. Di samping itu, Swan Nio yang juga menjadi tulang punggung masih sibuk mengelola usaha laundry di rumahnya agar tetap dapat memperoleh penghasilan.

Dalam kondisi terbaring tidak berdaya di ranjang, Siswanto berusaha menumbuhkan sikap optimis dalam dirinya. Ia percaya bahwa semangat maupun wawasan tidak boleh tertelan dan hilang begitu saja oleh keterbatasan fisik. Oleh karena itu, selama setahun belakangan ia mencoba berjualan barang secara daring dengan dibantu oleh keponakannya. Tidak hanya itu, ia juga rajin memperluas bahan bacaannya untuk memperkaya wawasannya sehingga tetap dapat terupdate dengan berita terkini. Hingga saat ini, Tzu Chi masih memberikan bantuan biaya hidup dan relawan secara konsisten berkunjung ke rumahnya untuk memberikan perhatian kepada Siswanto dan ibunya.

Mempraktikkan Welas Asih melalui Tindakan Nyata
“Hati penuh welas asih adalah hati Buddha; memiliki rasa cinta kasih, keuletan dan bersedia bersumbangsih bagi orang banyak adalah hati Bodhisatwa dan juga adalah langkah di jalan Bodhisatwa.” Kata Perenungan Master Cheng Yen ini menjadi salah satu pedoman bagi sebagian relawan dalam melatih diri di tengah masyarakat yang beragam saat ini.

Lima relawan Tzu Chi dan dua anak asuh Tzu Chi saling bekerja sama membersihkan badan Siswanto dan seisi kamar tidurnya.

Tidaklah mudah, namun dengan bersatu hati serta kerja sama antara Saya, Anda, dan Dia, maka segala permasalahan di dunia ini dapat terselesaikan dengan baik. Itulah yang coba dipraktikkan oleh relawan Tzu Chi melalui tindakan nyata pada hari Sabtu, 27 Januari 2024. Sejak pukul 08.00 WIB, lima relawan Tzu Chi komunitas He Qi Pluit mulai berangkat menuju titik kumpul di area sekitar Terusan Bandengan Utara, Jakarta Utara. Hujan deras yang mengguyur sejak subuh tidak menyurutkan niat mereka datang berkunjung ke rumah Siswanto untuk memberikan perhatian dengan memandikannya. Bahkan dua anak asuh Tzu Chi pun turut serta pada hari itu.

Kabar tentang memberi perhatian bagi Siswanto terdengar hingga ke telinga dua orang tua anak asuh Tzu Chi, yaitu Ica (ibu Finza Aditya) dan Ima (ibu Muhamad Bayu). Mereka pun segera mengabari dan mengajak anaknya masing-masing. “Tzu Chi sudah bantu anak saya dalam biaya pendidikan, jadi hati saya juga tergerak untuk ngajak anak saya bantu mandiin Siswanto,” jelas Ica. Bak gayung bersambut, anak mereka kebetulan tidak ada kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya pada hari itu dan bersedia membantu relawan memandikan Siswanto. Bayu pun mengungkapkan, “Biasanya ada ekskul di sekolah. Kebetulan hari ini ga ada. Karena dapat kabar dari Hany Shijie ada mau memandikan Siswanto, kita datang ke sini bantu dan memanfaatkan waktu yang ada.”

Sehari sebelumnya, mereka telah merencanakan persiapan yang diperlukan untuk membantu memandikan Siswanto. Mulai dari pembagian tugas hingga pengambilan perlengkapan di rumah seorang relawan. Begitu tiba di kamar Siswanto yang berukuran sekitar 2,5 x 3 m tersebut, para relawan disambut senyuman hangatnya. “Shalom,” demikian kata yang terucap dari mulutnya. Relawan pun menyemangatinya dan bergegas mengerjakan tugas yang dapat mereka kerjakan.

Indra segera mengambil kain serta membersihkan kipas angin dan exhaust fan yang terpasang dalam kamar Siswanto tersebut. Sebagian relawan laki-laki menggotong badan Siswanto dari kasur ke ranjang lipat yang telah disiapkan. Beberapa potong waslap juga telah disiapkan untuk membersihkan badannya, juga alat cukur, sabun cair dan baskom.

Setelah badan Siswanto ditempatkan di ranjang lipat, Cendana sigap mencukur rambut, kumis dan jenggotnya. Ada pula Po Kim San dan The Hany yang membersihkan wajah, badan dan punggung Siswanto. Selain itu, ada Vincent, Finza dan Bayu yang khusus menggosok tangan serta kaki Siswanto termasuk sela-sela jari dan bawah kuku. Mereka dengan teliti membersihkan sekujur badannya hingga bersih. Air dalam baskom pun harus diganti beberapa kali karena kotoran yang ada di badan Siswanto cukup banyak.

Usai dimandikan, Siswanto pun dipakaikan celana baru. Agar ia istirahat yang baik, relawan juga memutar dan membalik kasurnya untuk membantu mempertahankan kenyamanan pada area punggungnya. Tak lupa, relawan juga mengganti seprai kasur yang biasa digunakan Siswanto tidur dengan seprai baru yang bersih dan wangi. Para relawan kemudian menggotong kembali Siswanto ke kasur.

Tidak hanya badan Siswanto saja, seisi kamarnya juga tak luput dibersihkan. Sesaat sebelum menyapu dan mengepel lantai kamarnya, mereka harus terlebih dahulu memindahkan sejumlah tumpukan kardus ke balkonnya agar seluruh sudut ruangan dapat dibersihkan. Perlu waktu dua jam lebih untuk membersihkan badan Siswanto dan seisi kamarnya hingga benar-benar bersih. Ia yang sebelumnya tampak sangat tak terurus, berubah menjadi lebih segar. Ditambah kondisi kamarnya kini berubah menjadi lebih bersih dan nyaman.

Setiap ada kesempatan, Po Kim San (kanan) selalu meluangkan waktu untuk membersihkan badan Siswanto sebelum lanjut membuka tokonya yang berlokasi di Pasar Teluk Gong.

Di antara relawan yang ikut membantu pada hari itu, ada Po Kim San (63). Relawan yang akrab disapa Aguanini tidak pernah absen memberikan perhatian kepada Siswanto setiap kali ada kesempatan. Aguan sehari-harinya sibuk mengelola usaha toko perlengkapan bayi yang telah dirintisnya sejak 30 tahun lalu. Ia memanfaatkan sebagian waktunya untuk bersumbangsih di Tzu Chi, sebelum berangkat ke Pasar Teluk Gong untuk membuka tokonya. “Saya biasa buka toko sekitar jam 9 pagi, dari hari Senin sampai Minggu. Tapi, kalau diajak relawan untuk memandikan Siswanto, saya siap ikut, jadi buka toko lebih telat. Kita harus menggenggam waktu dan memanfaatkan kehidupan agar tidak sia-sia,” ungkapnya.

Dukungan dan perhatian tulus yang dicurahkan oleh Aguan kepada Siswanto terinspirasi dari hal serupa yang pernah diterimanya dari para relawan Tzu Chi, kala putranya berjuang menghadapi tumor otak 10 tahun silam. Sejumlah kemoterapi dan biopsi, termasuk pengobatan di rumah sakit Tzu Chi di Hualien, yang sempat dijalani oleh putranya, tidak membuat kondisinya kunjung membaik. Aguan yang mendampingi perjuangan putranya selama dua tahun, sempat sedih dan terpukul saat harus menerima kehilangan putranya untuk selamanya.

Saat berkunjung ke rumah Siswanto, relawan juga membawa kue pukis kesukaannya. Ada Cendana Sadeli yang membantu menyuapi kuenya dan ada juga Vincent Salimputra yang membantu memberikannya minuman.

Walaupun perjuangan putranya telah usai, ada satu hal yang membekas di hati Aguan hingga saat ini, yaitu sumbangsih tanpa pamrih dari para relawan Tzu Chi. “Saya akan melanjutkan perjuangan putra saya dengan berbuat kebaikan kepada sesama. Merasa bahagia ketika badan ini bisa digunakan untuk membantu orang lain. Membalas kebaikan yang saya terima dari orang lain dan relawan Tzu Chi,” ceritanya penuh haru.

“Sebelum kenal Siswanto, saya pernah diajak kunjungan kasih ke Gan En Hu Dicky Darwis (penerima bantuan Tzu Chi yang menderita Wilson Disease). Saya tersentuh dengan perhatian orang tuanya kepada dia. Saya pernah berada di posisi orang tua seperti mereka. Dicky, Siswanto, sudah saya anggap seperti saudara saya sendiri,” lanjutnya. Pada hari itu, Aguan juga membawakan kue pukis kesukaan Siswanto. Wajah Siswanto seketika menjadi bahagia saat relawan membantu menyuapinya kue tersebut. Kebahagiaan Siswanto menjadi berlipat ganda saat The Hany juga memberikannya sejumlah baju dan celana layak pakai yang merupakan donasi dari temannya.

Tidak hanya Siswanto saja, Vincent Salimputra dan The Hany juga memberikan perhatian kepada Swan Nio (ibunda Siswanto) dan Hansen (keponakan Siswanto).

Perasaan bahagia bisa bermanfaat bagi orang lain juga dirasakan oleh dua anak asuh Tzu Chi, yang ikut membantu memandikan Siswanto. Bayu (14), yang saat ini duduk di kelas 9, mengungkapkan perasaan bahagianya saat pertama kali mengikuti kegiatan tersebut. “Baru pertama kali ikut kegiatan ini. Biasa Sabtu ada acara di sekolah, jadi kadang-kadang gak bisa ikut. Senang sih, bisa memberikan manfaat kepada orang lain, sesuai ajaran yang diajarkan kepada saya,” ujarnya mantap.

Senada dengan Bayu, Finza (14), yang saat ini duduk di kelas 8, juga antusias berbagi perasaannya. Ini merupakan kali keduanya ikut memberikan perhatian kepada Siswanto. “Saya jadi bahagia dan banyak bersyukur, ternyata banyak yang kurang beruntung dari saya. Saya masih sehat dan belajar rajin untuk bahagiain orang tua,” tuturnya.

Editor: Arimami Suryo A.

Artikel Terkait

Bersyukur Atas Titipan yang Istimewa

Bersyukur Atas Titipan yang Istimewa

06 Februari 2024

Relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Pusat melakukan kunjungan kasih ke salah seorang penerima uluran cinta kasih Tzu Chi Raisa Syaqila yang didiagnosa down sindrom.

Akhir Penderitaan Sunayah Pascaoperasi Kista Ovarium Seberat 15 Kg

Akhir Penderitaan Sunayah Pascaoperasi Kista Ovarium Seberat 15 Kg

21 Maret 2024

Berhasilnya bantuan operasi kista ovarium Sunayah adalah berkat sinergi cinta kasih dari Yayasan Buddha Tzu Chi, TNI-Polri, dan Pemerintah Kota Serang.

Welas Asih Tanpa Pamrih

Welas Asih Tanpa Pamrih

03 Januari 2024

Pendampingan relawan komunitas He Qi Utara 2 terhadap penerima bantuan Tzu Chi, Phan Kim Lan (76), terus berlanjut sekalipun kondisinya sudah membaik. Mereka juga memperhatikan saudara kandung oma lainnya.

Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -