Cinta Lingkungan dan Kehidupan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
foto

* Dalam merayakan Natal tahun ini, SLB Dian Grahita mengusung tema pelestarian lingkungan “Sukacita Natal Membawa Damai Bagiku dan Alam Sekitarku. Mari Kita Jaga Agar Bersih, Hijau, dan Nyaman”.

Banyak orang memiliki pandangan keliru terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Memiliki anggota keluarga atau anak yang memiliki kekurangan fisik atau mental dianggap sebagai sebuah aib yang mencoreng keluarga. Menyembunyikan dan menjauhkan “anak-anak berkebutuhan khusus” dari lingkungannya menjadi cara beberapa orang untuk menutupinya. Tapi tidak demikian dengan kondisi di SLB C Dian Grahita, Kemayoran, Jakarta Pusat. Selain para orangtuanya mendukung dan memahami kondisi serta kebutuhan putra-putri mereka, siswa-siswi di sekolah ini pun bisa melakukan hal-hal seperti anak-anak normal lainnya.

Natal Bertemakan Lingkungan
Jumat, 9 Januari 2009, puluhan siswa-siswi SLB Dian Grahita dan para orangtuanya merayakan Natal bersama di sekolah. Jika umumnya perayaan Natal selalu dilengkapi dengan pohon cemara yang sudah dihias, kali ini pihak sekolah memiliki inisiatif berbeda dengan menyusun rangkaian pot-pot kecil hingga menjulang ke atas –menyerupai bentuk pohon cemara–sebagai penggantinya. Ya, perayaan Natal ini memang digagas dengan konsep bertema lingkungan: “Sukacita Natal Membawa Damai Bagiku dan Alam Sekitarku. Mari Kita Jaga Agar Bersih, Hijau, dan Nyaman”. Menurut Suster Yani, Kepala SLB Dian Grahita, acara Natal bertemakan lingkungan ini bertujuan untuk menggugah kepedulian para orangtua dan siswa-siswi. “Kalau alam itu rusak, kita nggak bisa cuek dengan kondisi ini,” himbaunya.

Bak gayung bersambut, ide ini pun mendapat respon positif dari salah satu orangtua siswa di sekolah ini, Filan, yang juga merupakan relawan Tzu Chi. Maka, selain diisi dengan doa dan beragam acara, pada perayaan Natal di sekolah ini, kali ini juga dimeriahkan dengan kehadiran para relawan Tzu Chi yang membawakan pertunjukan isyarat tangan dan sosialisasi tentang lingkungan serta celengan bambu. “Sebelumnya saya juga dah mengenalkan Tzu Chi kepada para orangtua murid di sini, bahkan banyak juga yang sudah menjadi donatur Tzu Chi,” terang Filan. Bukan hanya berdana dalam bentuk uang tunai, beberapa orangtua murid juga sudah ada yang memberikan sampah daur ulangnya kepada Tzu Chi melalui Filan.

foto   foto

Ket : - Para siswa-siswi SLB Dian Grahita mementaskan drama tentang kelahiran Yesus. Meski mengalami
           kekurangan fisik ataupun mental, mereka dapat mempertontonkan pertunjukan yang menarik. (kiri)
         - Keceriaan dan kebahagiaan terlihat dari para murid SLB Dian Grahita. Merayakan Natal sekaligus
           mempertunjukkan kebolehan mereka menjadi sarana meluapkan kreativitas. (kanan)

Sejak mulai bergabung di Tzu Chi pada tahun 2002, Filan pun mulai aktif mensosialisasikan Tzu Chi dan juga menggalang dana di lingkungan sekolah yang mayoritas beragama Katolik. “Awalnya saya juga nggak yakin, apa bisa mencari donatur Tzu Chi di sini, tapi ternyata respon mereka sangat baik,” ungkap Filan. Filan yang juga menjadi Ketua Komite SLB Dian Grahita ini kemudian mencoba lebih proaktif dengan memperkenalkan Tzu Chi dan program daur ulang Tzu Chi pada perayaan Natal di sekolah ini. “Harapan saya, ke depannya lebih banyak lagi yang ikut menjadi donatur Tzu Chi, dan syukur-syukur bisa gabung jadi relawan,” kata Filan.

foto   foto

Ket : - Adrian Raharjo, salah seorang alumni SLB Dian Grahita memiliki berbagai kemampuan seperti anak-anak
           normal lainnya, seperti bermain musik, menari, olahraga, dan bahasa Inggris. (kiri)
         - Para siswa-siswi SLB Dian Grahita turut melestarikan budaya dengan mempelajari permainan musik
           angklung, alat musik tradisional khas Jawa Barat. (kanan)

Mereka Juga Bisa Berprestasi
Perayaan Natal di SLB Dian Grahita, selain bernuansa religius yang kental, juga menjadi ajang kreativitas bagi siswa-siswi maupun para alumninya. Seusai berdoa dan pemberkahan, acara dilanjutkan dengan berbagai pertunjukan seni, seperti drama, permainan musik angklung, organ, drum, tari, dan juga paduan suara. Adrian Raharjo, salah seorang lulusan SLB Dian Grahita mempertunjukkan berbagai kemampuannya dengan memainkan alat musik organ dan juga mempertunjukkan tarian khas Jakarta, Ondel-ondel. Ternyata kemampuan Adrian tidak hanya terbatas pada memainkan alat musik dan menari, tapi juga dalam bidang olahraga (renang), komputer, dan juga bahasa Inggris. Menurut Sri Rejeki, nenek Adrian, kemampuan dan prestasi yang dimiliki Adrian tidak terlepas dari dukungan orangtua dan keluarga besarnya. “Keluarga selalu mensupport terus, ke mana kita pergi selalu (Adrian) kita bawa (baca: ajak). Kita biarkan orang-orang untuk bertanya dan berinteraksi dengannya. Kita memperlakukannya seperti anak-anak normal lainnya,” kata Sri yang datang bersama kedua orangtua Adrian. Dengan memberikan kesempatan dan pendidikan terbaik, terbukti bahwa anak-anak pengidap down syndrome (SD) ternyata juga bisa memiliki prestasi seperti anak-anak normal lainnya.

foto   foto

Ket : - Salah seorang relawan Tzu Chi, Mario, memberikan penjelasan kepada para orangtua murid dan guru di
           SLB Dian Grahita tentang sejarah Tzu Chi dan pelestarian lingkungan. (kiri)
         - Para relawan Tzu Chi memperagakan isyarat tangan di SLB Dian Grahita, Kemayoran, Jakarta Pusat.
           Relawan Tzu Chi hadir dalam perayaan Natal SLB tersebut untuk mensosialisasikan tentang pelestarian
           lingkungan dan celengan bambu. (kanan)
           

Bagi Weni Lidianti, memiliki anak yang “berkebutuhan khusus”, awalnya menimbulkan kepedihan di hatinya. Beruntung, suaminya sangat mendukung dan bisa menerima kondisi ini hingga Weni lebih kuat menghadapi cobaan berat ini. Sejak lahir, Marius (7) sudah diprediksi dokter mengalami down syndrome. “Awalnya saya ragu dan melakukan cek kromosom, ternyata hasil diagnosa dokter benar,” terang Weni, yang sudah beberapa tahun ini menjadi donatur Tzu Chi. Meski begitu, Weni dan suaminya, Untung, tetap berusaha memberikan kasih sayang dan pendidikan terbaik bagi putranya. “Saya percaya sama Tuhan, apa yang dikasih ke kami itu pasti ada hikmahnya,” tegas Weni. Seperti orangtua yang memiliki anak-anak “berkebutuhan khusus” lain, Weni pun berharap dengan bersekolah di tempat khusus, Marius bisa memiliki keterampilan sebagai bekal hidupnya nanti. “Saya berharap Marius nanti hidupnya bisa mandiri,” ungkap Weni.

 

Artikel Terkait

Peduli Korban Kebakaran

Peduli Korban Kebakaran

31 Mei 2017

Tanggal 18 April 2017disepakati untuk memberikan bantuan kepada para korban. Banyak bantuan barang yang mengalir dari dinas sosial maupun organisasi sosial lainnya, maka relawan Tzu Chi memberikan bantuan berupa santunan kepada para korban kebakaran sebanyak tujuh kepala keluarga.  

Menjalin Jodoh Baik Melalui Kunjungan Kasih

Menjalin Jodoh Baik Melalui Kunjungan Kasih

13 Juni 2022

Sebagai seorang dokter, mendengarkan keluhan pasien adalah hal biasa bagi Dokter Agustini. Namun, di kunjungan kasih Tzu Chi ini ia merasakan hal yang berbeda karena bisa mengetahui juga sisi lain dari kondisi pasien.

Tzu Ching Camp: Ada Tekad, Ada Hati

Tzu Ching Camp: Ada Tekad, Ada Hati

01 Desember 2011 Luar biasa, itulah komentar yang diucapkan para peserta dan panitia yang melihat dan menyaksikan drama ini. Satu per satu para panitia Tzu Ching Camp VI yang tidak menjadi pemeran drama dan shou yu mengucapkan selamat kepada para pemeran.
Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -