Coexist with Earth

Jurnalis : Felicite Angela Maria (He Qi Timur), Fotografer : Felicite Angela Maria, Hadiyanto Kurniawan (He Qi Timur)


Siswa-siswi dari sekolah peserta pameran juga turut memeriahkan Coexist with Earth (Hidup Bersama di Bumi) dengan berbagai penampilan.

Minggu, 21 Oktober 2018 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersama  PT. Jing Si Indonesia dan Summarecon, Mal Kelapa Gading, menggelar pameran Tzu Chi bertajuk Coexist with Earth (Hidup Bersama di Bumi), selama 2 hari Sabtu dan Minggu, 20 - 21 Oktober 2018 di Forum Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Ada yang berbeda di Pameran Tzu Chi 2018 ini, karena selain mengajak insan-insan Tzu Chi dari komunitas He Qi Timur, Kelapa Gading, kali ini Tzu Chi Indonesia dan PT. Jing Si juga mengundang beberapa sekolah untuk berpartisipasi di Pameran Tzu Chi yang bertemakan Pelestarian Lingkungan dan Bervegetarian ini. Diantara sekolah yang diundang antara lain: Tzu Chi School (Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara), Sekolah Marie Joseph (Kelapa Gading, Jakarta Utara), dan Sekolah Mogallana (Bekasi, Jawa Barat).


Erwin Firmansyah, seniman kayu limbah memberikan penilaian tentang karya yang dibuat dari barang daur ulang dan limbah.

Pameran yang sudah direncanakan dan disiapkan sejak satu bulan lalu ini, selain menampilkan produk-produk alat makan organik ramah lingkungan, berbagai panganan vegetarian dari PT. Jing Si, juga ada demo pembuatan ecoenzyme dari sisa-sisa kulit sayuran dan buah-buahan oleh perwakilan relawan komunitas He Qi Timur, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam pameran ini para relawan juga memanfaatkan momentum ini untuk menggalang dana kepedulian bagi korban bencana gempa di Palu dan Lombok, serta mengajak para pengunjung mal yang sempat mendatangi gerai pameran Tzu Chi ini untuk berdoa bersama bagi para korban bencana gempa, serta bagi bumi agar bumi terbebas dari segala bencana.

Seperti disampaikan Yondy Yang, penanggung jawab pameran ini bahwa tujuan diadakannya pameran ini adalah untuk mengajak masyarakat untuk melestarikan bumi dengan cara mengajarkan bahwa sampah daur ulang bisa dibuat menjadi karya seni. “Kita juga ada workshop pembuatan enzym, sampah organik yang dibuang, (ternyata) bisa digunakan kembali. Kita juga ingin menjalin jodoh baik dengan pengunjung mal, kami di sini juga memberikan edukasi kepada pengunjung mal selain meringankan beban bumi dengan pelestarian lingkungan, memberi kesempatan kepada murid-murid sekolah binaan dan sekolah mitra untuk memberikan sharing, apa yang mereka pelajari dari pelestarian lingkungan, mereka bisa sharingkan keluar ke pengunjung. Jadi manfaat ke dalam ada, manfaat ke luar juga ada,,” kata Yondi.   

 

Salah satu peserta dari sekolah Marie Joseph memberikan nama pada karya yang dibuat dari barang daur ulang.

Kegiatan ini juga menampilkan berbagai kreasi karya daur ulang dari sekolah peserta pameran. Contohnya lorong sampah yang terbuat dari botol-botol plastik bekas kemasan air minum, kreasi dekorasi meja dari bahan kantong-kantong plastik bekas, kreasi pohon-pohon kaktus dari botol plastik kemasan, dan beberapa panel kayu dari bekas limbah kayu industri yang ditampilkan oleh siswa-siswi Sekolah Marie Joseph sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler mereka. Shereen Amelia, siswa kelas 10 IPA, SMA Marie Joseph, mengubah limbah kantong plastik menjadi benda-benda bermanfaat seperti pajangan meja dan lilin. “Proses awalnya kita kumpulin plastik-plastik bekas, kita potong kecil-kecil, kita masukkan ke oven, dan kita leburkan sampai plastik-plastik itu mencair. Suhunya sekitar 250 – 300 derajat celcius. Setelah selesai dilebur dan dicairkan, plastik-plastik itu kita cetak, dan setelah mengeras, tinggal dihias,” kata Sherren menceritakan cara mengolah plastik-plastik bekas ini menjadi karya seni.

Ada juga beberapa karya kreasi daur ulang dari Sekolah Mogallana Bekasi, Jawa Barat. Semua hasil karya ini ditampilkan dalam bentuk mini galeri dan workshop eco-craft. Selain tentu saja penampilan bahasa isyarat tangan yang dibawakan oleh para relawan komunitas He Qi Timur, Kelapa Gading. Pameran selama dua hari ini juga bertambah meriah dengan penampilan siswa-siswi dari sekolah peserta pameran, seperti penampilan lagu bahasa isyarat tangan Tzu Chi dari murid-murid Sekolah Mogallan dan Marie Joseph.


Penampilan permainan biola oleh dua siswa Tzu Chi School, Hans Tengkono dan Bhimraj Singh Bhuller.

Ada juga penampilan permainan biola oleh dua siswa Tzu Chi School: Hans Tengkono dan Bhimraj Singh Bhuller. “Dalam setiap kesempatan atau event, kami memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bisa berekspresi, menampilkan bakat mereka, kita memberikan mereka ruang,” kata Iganasius Ray Jeffrin, guru musik SMP Tzu Chi School, “harapan saya anak-anak melalui bakat dan talentanya, mereka dapat memberikan sumbangsih untuk kehidupan yang lebih baik, menyampaikan pesan-pesan yang baik melalui musik. Karena musik adalah satu media yang sangat mudah untuk dicerna bagi banyak orang.”

Senada dengan sang guru, Hans Tengkono mengatakan, ”Kegiatan pelestarian lingkungan juga dilakukan di sekolah kami. Kami  diajarkan bagaimana melestarikan lingkungan sekolah, seperti kegiatan menanam pohon, setelah itu ada kegiatan budaya humanis (ren wen), cara-cara menggunakan sisa sayuran yang sudah tidak terpakai lagi, menjadi enzym yang bisa digunakan sebagai pembersih lantai rumah, bisa digunakan juga sebagai sabun, shampoo.”  

 

Dari Limbah Menjadi Berkah

Pameran ini  juga menghadirkan seorang pengusaha kayu limbah, Erwin Firmansyah. Erwin yang lebih menginginkan dirinya disebut sebagai seniman kayu limbah daripada seorang pengusaha, karena niat baik beliau untuk membagikan pengalamannya dalam mengolah kayu limbah industri menjadi barang-barang bernilai seni kepada banyak orang.


Pengunjung juga mendapatkan penjelasan tentang karya Erwin Firmansyah yang dibuat dari kayu limbah.

Erwin bekerja sama dengan pihak Sekolah Marie Joseph, mendidik siswa-siswi belajar menghargai berkah dari benda-benda yang didaur ulang. Dalam sharing-nya, beliau miris melihat banyak sekali kayu-kayu hasil limbah industri, barang-barang daur ulang lainnya tersisa, terbengkalai menjadi kayu gelondongan, dan menjadi tumpukan sampah yang menyesakkan mata. Dari sini timbul inisiatifnya untuk mengumpulkan kayu-kayu bekas limbah pabrik, kawat-kawat sisa pabrik, yang semuanya diubah menjadi karya seni yang indah.

“Ada dua hal yang selalu saya ingatkan, pertama dengan memanfaatkan sampah, lingkungan kita mudah-mudah bisa menjadi lebih bersih. Kedua, kadang-kadang sampah itu kita perlu tangan orang lain untuk bisa membantu, ada satu simbosis atau kerjasama, saling menguntungkan Saya lebih senang disebut sebagai seniman atau pengrajin,” terang Erwin.


Dalam pameran Tzu Chi bertajuk Coexist with Earth (Hidup Bersama di Bumi) di Forum Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara, relawan juga menggalang donasi untuk korban terdampak bencana di Palu dan Lombok.

Berdasarkan pengalaman hidupnya, Erwin belajar menghargai dan menghormati lingkungan. Hal ini dipicu dimana setelah 16 tahun lalu, usaha perkayuannya jatuh karena banyak konsumen, khususnya konsumen international mulai menolak hasil industri kayunya. Mereka melihat hasil industri furniture ini disebabkan kayu yang dihasilkan dari penebangan hutan. ”Semua kayu hutan ditebang sembarangan sehingga tanpa kita sadari kita sudah kehilangan satu setengah juta hektar hutan setiap tahunnya,” ungkapnya. Hal ini mengakibatkan ekosistem alam terganggu, pohon-pohon itu juga sebagai sumber makanan dari mahluk hidup, jika pohon-pohon tersebut ditebangi berarti mahluk-mahluk hidup di hutan tidak ada sumber makanan lagi. Jadi semua ada konseksuensinya.

Pameran ini diharapkan bisa membuka kesadaran lebih banyak orang lagi, bahwa sampah itu begitu banyak, ada dimana-mana, dan membutuhkan banyak orang-orang yang mau peduli dan menggerakkan tangannya: mengubah sampah menjai barang-barang yang lebih bermanfaat. Seperti kata Master Cheng Yen, ”Dari sampah menjadi emas, emas menjadi cinta kasih.” 


Editor : Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Coexist with Earth

Coexist with Earth

30 Oktober 2018

Pameran Coexist with Earth diadakan selama dua hari, 20-21 Oktober 2018 di Forum Mal Kelapa Gading Jakarta Utara. Pameran ini bertema Pelestarian Lingkungan dan Vegetarian.  


Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -