Dalam Ikatan Jodoh (Bagian I)
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoDalam niatnya Linda (tengah) ingin menolong Mika dan Maria sebagaimana dulu ia juga pernah ditolong orang. |
| |
Sepupu yang Membuka Jalan Kebetulan saat Linda tiba, Mika hendak meninggalkan rumah. “Kamu mau kemana?” tanya Linda kepada Mika yang sudah siap dengan buntalan tasnya. “Mau kerja jadi pembantu,” jawabnya. Hati Linda langsung luruh mendengar keponakannya bekerja sebagai pembantu. Pekerjaan yang mengharuskan Mika tinggal satu atap dengan sang majikan membuat kondisi fisiknya yang kurus terlihat semakin kurus dan jauh dari kemakmuran. “Kamu sekolah aja?” saran Linda. Melihat kesulitan yang dialami oleh dua keponakannya, Linda bermaksud membawa mereka ke Tangerang untuk bekerja. Pikir Linda, setelah mereka bekerja selama setahun, uangnya bisa mereka gunakan untuk uang pangkal sekolah. Untuk iuran bulanan, Linda bersedia membiayai bila kurang dari Rp 100 ribu per bulannya. Keinginan Linda membawa dua keponakannya bukan tanpa alasan. Linda merasa khawatir terhadap Maria yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Belum lagi Mika yang jauh dari orangtua dan beresiko salah pergaulan. “Akankah ia bisa menjaga diri dan siapa yang bisa menjaga dia? Belum lagi keadaan orangtuanya yang tidak punya,” pikir Linda dalam kerisauan hatinya.
Ket: - Linda yang bernama asli Lea Tri Darmini sejak usia 11 tahun sudah merantau untuk membantu perekonomian orangtuannya yang kejatuhan usaha. (kiri). Masalah Mika yang bekerja sebagai pembantu dan Maria yang tidak bisa melanjutkan sekolah menjadi sesuatu yang mengusik pikiran Linda. Ia merasa prihatin dan iba, sekaligus terpanggil kembali kenangan masa lalunya yang telah bertahun-tahun terkubur. Dalam niatnya ia ingin menolong Mika sebagaimana dulu ia juga pernah ditolong orang. Apa yang dialami Mika membuat kenangan itu perlahan-lahan bergulir bagaikan air yang bergemuruh menyiratkan kepedihan, duka, dan rasa syukur. Terkenang Masa Lalu Kendati kedua orangtuanya keberatan, namun kemiskinan mengharuskan Darwin dan Utami merelakan kepergian putrinya. Maka ketika salah satu tetangga ada yang hendak pergi bekerja ke Lampung, Lea memberanikan diri untuk ikut. Di mana ia akan bekerja nanti dan jenis pekerjaan apa yang akan dikerjakan belum terbersit dalam pikirannya yang masih lugu. Yang ia tahu hanyalah bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Dengan menitipkan rasa percaya dan harapan, Lea pun berangkat bersama tetangganya ke Lampung. Sesampainya di Lampung Tengah, si tetangga mengajak Lea untuk tinggal di salah satu rumah tumpangan. Belum Lea mendapatkan pekerjaan, si tetangga berpamitan kepadanya untuk pergi bekerja dan akan kembali dalam waktu yang tidak lama. Sehari-dua hari menunggu, sang tetangga belum juga kembali. Sampai seminggu kemudian Lea baru menyadari kalau ia telah dikhianati. Pikirannya yang masih polos, ditambah niatnya yang kuat untuk bekerja, membuat Lea tidak patah hati menerima pengkhianatan ini. Namun Lea sudah berpikir kalau ia harus berusaha sendiri mencari pekerjaan. Suatu pagi, setelah Lea selesai mandi dan berpakaian, ia berdiri tanpa maksud di depan rumah yang ia tumpangi. Salah seorang wanita yang berpakaian kerja dan tak ia kenal melintas di depannya. Dengan gaya yang masih kekanak-kanakkan, Lea menyapa wanita itu, “Kakak mau ke mana?” “Kakak mau kerja,” jawab si wanita. “Ikut dong?” pinta Lea “Ngapain. Orang mau kerja kok ikut-ikut!” balas si wanita. “Nggak apa deh saya mau ikut jalannya aja,” rengek Lea. Karena iba, akhirnya wanita itu mengizinkan Lea untuk ikut ke tempat kerjanya di sebuah pabrik kimia yang memproduksi asam sitrat.
Ket: - Sejak kecil orangtua Budhi selalu mengajarkan kemurahan hati kepadanyal. Hampir setiap tahun Budhi kecil selalu diajak oleh orangtuanya mengunjungi panti asuhan Hati Suci di Tanah Abang. Dari situlah Budhi belajar berbagi dengan sesama dan memberi kepada yang membutuhkan. (kiri). Tiba di pabrik, Lea bertemu dengan salah seorang karyawan yang bertemperamen tinggi. Dengan ketus ia bertanya kepada Lea, “Ini ngapain kamu anak kecil ke sini?” “Saya kan mau kerja,” jawab Lea dengan berani. “Anak kecil kok mau kerja?” gerutu si karyawan yang kemudian meninggalkannya. Lea yang berkeinginan keras untuk bekerja masih saja berdiam diri di situ. Sampai akhirnya ia mengetahui alasan mengapa karyawan itu tengah marah-marah. Pasalnya, salah satu kandidat karyawan yang sudah diterima ternyata tidak datang. Padahal perusahaan sedang butuh karyawan dalam waktu cepat. Melihat Lea yang masih menunggu kesempatan, membuat si karyawan mengambil keputusan yang penuh resiko. Ia langsung menerima Lea dengan catatan Lea memakai identitas Lindawati, calon karyawan yang tidak hadir. Lea yang kini beridentitas Lindawati akhirnya bisa bekerja di perusahaan itu. Selama bekerja Linda selalu mendapat perhatian dari banyak karyawan di perusahaan itu. Usianya yang muda, dan semangatnya yang menggebu-gebu membuat banyak orang menyukainya, hingga Wijarti manajer di perusahaan itu tertarik pada Linda dan berniat mengasuh Linda dengan menyediakan tempat tinggal serta mengajarkan banyak hal tentang pekerjaan kepada Linda. Didasari keinginannya untuk berkembang, maka setiap pulang kerja Linda memanfaatkan waktu yang ia miliki dengan sebaik-baiknya untuk belajar dari divisi lain. Sampai beberapa tahun kemudian, perusahaan tempat Linda bekerja melakukan kerja sama dengan para ahli dari Jerman. Begitu para ahli ini mengontrol perusahaan, mereka menemukan sebuah bakat terpendam dalam diri Linda. Beberapa materi tentang laboratorium pun diajarkan kepada Linda dan dengan cepat pula Linda menyerapnya. Ketika penyeleksian karyawan dilaksanakan, para ahli dari Jerman ini mengikutsertakan Linda untuk menjalani tes. Dan hasilnya, Linda dinyatakan lolos dalam seleksi itu. Sejak saat itulah Linda bekerja sebagai pegawai laboratorium yang kemudian naik jabatan sebagai analis. Sembilan tahun Linda mengabdi di perusahaan ini hingga akhirnya masalah pribadi datang pada dirinya. Kehamilan memberikan bayangan kalau ia tidak bisa bekerja lagi di perusahaan itu. Setelah satu bulan melahirkan, Linda memutuskan untuk berhenti kerja dan pergi ke Tangerang untuk mengunjungi adiknya yang ke-5. Adik Linda waktu itu sudah bekerja di rumah makan “Kantin Murah”. Linda mengunjunginya sambil membawa anaknya yang masih kecil. Maria Situhardja pemilik rumah makan ini lantas menyapa Linda, bercerita panjang lebar sampai akhirnya Maria meminta Linda untuk bekerja di rumah makannya sebagai kasir barang satu atau dua bulan. Pertama kali bekerja di kantin ini, usia Linda baru beranjak 21 tahun— kini ia sudah berusia 34 tahun.
Ket: - Mika yang sudah tidak berkeinginan melanjutkan sekolahnya di pekerjakan oleh Maria sebagai kasir di prumah makannya. Tujuannya agar status Mika terlihat lebih baik dari pada menjadi pembantu. (kiri). Tersadar dari Kenangan Budhi adalah anak ke-4 dari 5 bersaudara. Orangtuanya selalu mengajarkan kemurahan hati sejak ia kecil. Hampir setiap tahun Budhi kecil selalu diajak oleh orangtuanya mengunjungi Panti Asuhan Hati Suci di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari situlah Budhi belajar berbagi dengan sesama dan memberi kepada yang membutuhkan. Kesamaan paling mendasar dari pasangan suami-istri ini (Budhi dan Maria) adalah mereka sama-sama senang beramal. Sifat ini mereka tularkan kepada Felix Situhardja, putra tunggal mereka. Sejak kecil, Felix sudah diarahkan untuk selalu melihat kehidupan dari bawah dan bukan memandang ke atas. Felix sudah diarahkan untuk menganggap bahwa kehidupan adalah sebuah peristiwa yang harus dihargai. “Berbuat baik tidak ada yang sia-sia dan jangan mengharapkan hasil dari perbuatan baik,” ujar Budhi. Tak meleset. Felix pun tumbuh menjadi anak yang berjiwa sosial. Di setiap hari ulang tahunnya, Felix selalu menggunakan uang tabungannya untuk membelanjakan barang-barang kebutuhan pokok untuk diserahkan ke panti asuhan. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga Felix dewasa dan berkeluarga. Ketika Budhi mengetahui maksud Linda yang ingin membantu keponakannya, Budhi langsung berkata, “Tidak mungkin kamu sekarang kerja mengumpulkan uang lalu sekolah. Kerja dapatnya berapa? Sedangkan sekolah uang pangkalnya berapa? Buat apa. Lebih baik kalau mau sekolah ya sekolah. Saya yang akan sekolahkan.” Dari keputusan itu akhirnya Linda mengajak Maria ke Tangerang untuk disekolahkan, dan Mika yang tidak berkeinginan sekolah, Maria Situhardja mempekerjakanya sebagai kasir di rumah makannya. Sebab ia merasa kasihan bila kelak akan terjadi ketimpangan antara Mika dan Maria. Satu lebih berpendidikan, namun satunya lagi hanya tamatan SMP. Sekali pun Maria tidak mengenyam pendidikan formal, tetapi bekerja sebagai kasir tentu akan membuat statusnya menjadi lebih baik. Setidaknya itulah yang ada dibenak Maria Situhardja, sang pemilik kantin. Sesudah bantuan itu didapat, Mika dan Maria menjalankan perannya masing-masing. Maria bersekolah dengan giat, sedangkan Mika bekerja dengan jujur. “Yang paling utama adalah kejujuran dan murah hati. Orang pintar mudah didapat, tetapi orang jujur dan murah hati itu sulit dicari. Hanya itu yang bisa saya tanamkan kepada Mika,” kata Budhi.
| ||
Artikel Terkait
Derita dan Harapan
19 Februari 2009 Bila dilihat dari latar belakangnya, memang tidaklah mudah hidup dengan satu anak tanpa memiliki pekerjaan dan suami. Terlebih Horiyah menderita tumor perut yang sudah membesar bagai orang hamil 9 bulan. Derita ini ia alami selama 12 tahun lamanya, hingga menyulitkannya untuk bersosialisasi dan beraktivitas. Wajar bila semangat hidupnya menjadi redup. Bagaikan bara yang tersiram air dingin. Beku meredupkan semangat dan harapan.Kehangatan Keluarga Besar Tzu Chi
05 September 2019Kehangatan sebuah keluarga sudah dirasakan ketika 29 insan Tzu Chi komunitas He Qi Timur menyambut 10 insan Tzu Chi asal Taiwan. Sejak turun dari pesawat hingga tiba di Kantor Sekretariat He Qi Timur, Mall of Indonesia (MOI) lantai P3, Minggu, 25 Agustus 2019.
Perhatian yang Tulus bagi Warga yang Mengandalkan Nafkah dari TPA Sarimukti
25 September 2023Kebakaran yang terjadi di TPA Sarimukti Kabupaten Bandung Barat sejak 19 Agustus 2023 lalu mengundang keprihatinan. Tzu Chi Bandung pun menyalurkan 400 paket sembako untuk warga yang terdampak.