Dalam Ikatan Jodoh (Bagian I)

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoDalam niatnya Linda (tengah) ingin menolong Mika dan Maria sebagaimana dulu ia juga pernah ditolong orang. 

 

Tiga tahun yang lalu adalah masa-masa yang sulit bagi si kembar Mika Sriana dan Maria Rusdiana. Setelah lulus dari sekolah menengah pertama, Maria tidak mampu lagi melanjutkan sekolah lantaran tak ada biaya. Mika kakaknya harus bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Surabaya. Watiyem ibunya hanya berperan sebagai ibu rumah tangga biasa. Sedangkan ayahnya Rahman yang berusia hampir 50 tahun bekerja sebagai pencari kayu bakar di kampung halamannya, Madiun, Jawa Timur. Sepikul kayu bakar biasa dihargai Rp 10 ribu. Beruntung bila dalam satu hari bisa memperoleh tiga atau empat pikul, bila tidak Rahman dan Watiyem harus menerima dengan pendapatan seadanya.  

 

 

 

Sepupu yang Membuka Jalan
Suatu hari di tahun 2006, Linda sepupu Rahman yang telah lama meninggalkan kampung halaman datang mengunjungi keluarga Rahman. Lama tidak berjumpa banyak perubahan yang ia dapati. Dua keponakannya kini telah tumbuh besar menjadi remaja putri.

Kebetulan saat Linda tiba, Mika hendak meninggalkan rumah. “Kamu mau kemana?” tanya Linda kepada Mika yang sudah siap dengan buntalan tasnya. “Mau kerja jadi pembantu,” jawabnya. Hati Linda langsung luruh mendengar keponakannya bekerja sebagai pembantu.

Pekerjaan yang mengharuskan Mika tinggal satu atap dengan sang majikan membuat kondisi fisiknya yang kurus terlihat semakin kurus dan jauh dari kemakmuran.

“Kamu sekolah aja?” saran Linda. Melihat kesulitan yang dialami oleh dua keponakannya, Linda bermaksud membawa mereka ke Tangerang untuk bekerja. Pikir Linda, setelah mereka bekerja selama setahun, uangnya bisa mereka gunakan untuk uang pangkal sekolah. Untuk iuran bulanan, Linda bersedia membiayai bila kurang dari Rp 100 ribu per bulannya.

Keinginan Linda membawa dua keponakannya bukan tanpa alasan. Linda merasa khawatir terhadap Maria yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Belum lagi Mika yang jauh dari orangtua dan beresiko salah pergaulan. “Akankah ia bisa menjaga diri dan siapa yang bisa menjaga dia? Belum lagi keadaan orangtuanya yang tidak punya,” pikir Linda dalam kerisauan hatinya.

foto  foto

Ket: - Linda yang bernama asli Lea Tri Darmini sejak usia 11 tahun sudah merantau untuk membantu              perekonomian orangtuannya yang kejatuhan usaha.  (kiri).
        - Berkat kemurahan hati dari Budhi Mulyana Situhardja dan Maria Situhardja. Maria bisa melanjutkan             sekolahnya lagi yang sempat terputus akibat kekurangnan biaya. (kanan)

Masalah Mika yang bekerja sebagai pembantu dan Maria yang tidak bisa melanjutkan sekolah menjadi sesuatu yang mengusik pikiran Linda. Ia merasa prihatin dan iba, sekaligus terpanggil kembali kenangan masa lalunya yang telah bertahun-tahun terkubur. Dalam niatnya ia ingin menolong Mika sebagaimana dulu ia juga pernah ditolong orang. Apa yang dialami Mika membuat kenangan itu perlahan-lahan bergulir bagaikan air yang bergemuruh menyiratkan kepedihan, duka, dan rasa syukur.

Terkenang Masa Lalu
Pada tahun 1989, Linda yang bernama asli Lea Tri Darmini baru saja lulus dari sekolah dasar di usia 11 tahun. Tahun itu menjadi sesuatu yang tak disangka-sangka bagi Lea. Ayahnya Darmo Darwin dan ibunya Naumi Rici Utami mengalami kebangkrutan dalam usaha. Ditambah dengan hutang yang membelit membuat Lea merasa yakin kalau ia sudah tidak lagi dapat melanjutkan sekolah, dan harapan meraih cita-cita yang tinggi pupus dengan sendirinya. Karena tahu keluarganya telah jatuh miskin, tanggung jawabnya sebagai seorang anak langsung tumbuh. Dengan berani Lea mengatakan kepada kedua orangtuanya kalau ia ingin bekerja keluar kota. Keputusan ini tergolong berani, sebab dari 6 bersaudara hanya Lea sebagai anak ketiga yang nekat mengambil risiko merantau demi untuk membantu keuangan orangtua.

Kendati kedua orangtuanya keberatan, namun kemiskinan mengharuskan Darwin dan Utami merelakan kepergian putrinya. Maka ketika salah satu tetangga ada yang hendak pergi bekerja ke Lampung, Lea memberanikan diri untuk ikut. Di mana ia akan bekerja nanti dan jenis pekerjaan apa yang akan dikerjakan belum terbersit dalam pikirannya yang masih lugu. Yang ia tahu hanyalah bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

Dengan menitipkan rasa percaya dan harapan, Lea pun berangkat bersama tetangganya ke Lampung. Sesampainya di Lampung Tengah, si tetangga mengajak Lea untuk tinggal di salah satu rumah tumpangan. Belum Lea mendapatkan pekerjaan, si tetangga berpamitan kepadanya untuk pergi bekerja dan akan kembali dalam waktu yang tidak lama. Sehari-dua hari menunggu, sang tetangga belum juga kembali. Sampai seminggu kemudian Lea baru menyadari kalau ia telah dikhianati. Pikirannya yang masih polos, ditambah niatnya yang kuat untuk bekerja, membuat Lea tidak patah hati menerima pengkhianatan ini. Namun Lea sudah berpikir kalau ia  harus berusaha sendiri mencari pekerjaan.

Suatu pagi, setelah Lea selesai mandi dan berpakaian, ia berdiri tanpa maksud di depan rumah yang ia tumpangi. Salah seorang wanita yang berpakaian kerja dan tak ia kenal melintas di depannya. Dengan gaya yang masih kekanak-kanakkan, Lea menyapa wanita itu, “Kakak mau ke mana?” “Kakak mau kerja,” jawab si wanita. “Ikut dong?” pinta Lea “Ngapain. Orang mau kerja kok ikut-ikut!” balas si wanita. “Nggak apa deh saya mau ikut jalannya aja,” rengek Lea. Karena iba, akhirnya wanita itu mengizinkan Lea untuk ikut ke tempat kerjanya di sebuah pabrik kimia yang memproduksi asam sitrat.

foto  foto

Ket: - Sejak kecil orangtua Budhi selalu mengajarkan kemurahan hati kepadanyal. Hampir setiap tahun Budhi kecil           selalu diajak oleh orangtuanya mengunjungi panti asuhan Hati Suci di Tanah Abang. Dari situlah Budhi           belajar berbagi dengan sesama dan memberi kepada yang membutuhkan. (kiri).
        - Karena tumor dipayudara Mika lebih terasa sakit, Mika sempat terlebih dahulu dibiopsi. Tetapi karena biaya            operasi yang tinggi operasi Mika gagal dilakukan.   (kanan) 

Tiba di pabrik, Lea bertemu dengan salah seorang karyawan yang bertemperamen tinggi. Dengan ketus ia bertanya kepada Lea, “Ini ngapain kamu anak kecil ke sini?” “Saya kan mau kerja,” jawab Lea dengan berani. “Anak kecil kok mau kerja?” gerutu si karyawan yang kemudian meninggalkannya.

Lea yang berkeinginan keras untuk bekerja masih saja berdiam diri di situ. Sampai akhirnya ia mengetahui alasan mengapa karyawan itu tengah marah-marah. Pasalnya, salah satu kandidat karyawan yang sudah diterima ternyata tidak datang. Padahal perusahaan sedang butuh karyawan dalam waktu cepat. Melihat Lea yang masih menunggu kesempatan, membuat si karyawan mengambil keputusan yang penuh resiko. Ia langsung menerima Lea dengan catatan Lea memakai identitas Lindawati, calon karyawan yang tidak hadir.

Lea yang kini beridentitas Lindawati akhirnya bisa bekerja di perusahaan itu. Selama bekerja Linda selalu mendapat perhatian dari banyak karyawan di perusahaan itu. Usianya yang muda, dan semangatnya yang menggebu-gebu membuat banyak orang menyukainya, hingga Wijarti manajer di perusahaan itu tertarik pada Linda dan berniat mengasuh Linda dengan menyediakan tempat tinggal serta mengajarkan banyak hal tentang pekerjaan kepada Linda.

Didasari keinginannya untuk berkembang, maka setiap pulang kerja Linda memanfaatkan waktu yang ia miliki dengan sebaik-baiknya untuk belajar dari divisi lain. Sampai beberapa tahun kemudian, perusahaan tempat Linda bekerja melakukan kerja sama dengan para ahli dari Jerman. Begitu para ahli ini mengontrol perusahaan, mereka menemukan sebuah bakat terpendam dalam diri Linda. Beberapa materi tentang laboratorium pun diajarkan kepada Linda dan dengan cepat pula Linda menyerapnya.

Ketika penyeleksian karyawan dilaksanakan, para ahli dari Jerman ini mengikutsertakan Linda untuk menjalani tes. Dan hasilnya, Linda dinyatakan lolos dalam seleksi itu. Sejak saat itulah Linda bekerja sebagai pegawai laboratorium yang kemudian naik jabatan sebagai analis. Sembilan tahun Linda mengabdi di perusahaan ini hingga akhirnya masalah pribadi datang pada dirinya. Kehamilan memberikan bayangan kalau ia tidak bisa bekerja lagi di perusahaan itu. Setelah satu bulan melahirkan, Linda memutuskan untuk berhenti kerja dan pergi ke Tangerang untuk mengunjungi adiknya yang ke-5.

Adik Linda waktu itu sudah bekerja di rumah makan “Kantin Murah”. Linda mengunjunginya sambil membawa anaknya yang masih kecil. Maria Situhardja pemilik rumah makan ini lantas menyapa Linda, bercerita panjang lebar sampai akhirnya Maria meminta Linda untuk bekerja di rumah makannya sebagai kasir barang satu atau dua bulan. Pertama kali bekerja di kantin ini, usia Linda baru beranjak 21 tahun— kini ia sudah berusia 34 tahun. 

foto  foto

Ket: - Mika yang sudah tidak berkeinginan melanjutkan sekolahnya di pekerjakan oleh Maria sebagai kasir di             prumah makannya. Tujuannya agar status Mika terlihat lebih baik dari pada menjadi pembantu.   (kiri).
        - Kondisi usaha Budhi yang tidak seramai dahulu membuat Budhi hanya mampu membiayai satu kali operasi.            Kedaan ini mendorong Linda berpikir keras untuk mencari bantuan lain.  (kanan)      

Tersadar dari Kenangan
Setelah Mika pergi meninggalkan Madiun, Linda kembali ke Tangerang. Di tempat kerjanya Linda mengutarakan maksudnya kepada Maria. Linda bercerita kalau keponakannya ingin melanjutkan sekolah, tetapi tidak ada biaya. Jadi ia bermaksud agar keponakannya ini diterima bekerja supaya bisa melanjutkan sekolah tahun depan. Berita ini juga disampaikan kepada Budhi Mulyana Situhardja, suami Maria. Dalam berbicara Budhi selalu mengucapkan kalimat yang langsung tertuju pada topik pembahasan dengan nada yang tidak mengalun, mengesankan ia seorang yang tegas namun baik hati.

Budhi adalah anak ke-4 dari 5 bersaudara. Orangtuanya selalu mengajarkan kemurahan hati sejak ia kecil. Hampir setiap tahun Budhi kecil selalu diajak oleh orangtuanya mengunjungi Panti Asuhan Hati Suci di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari situlah Budhi belajar berbagi dengan sesama dan memberi kepada yang membutuhkan. Kesamaan paling mendasar dari pasangan suami-istri ini (Budhi dan Maria) adalah mereka sama-sama senang beramal. Sifat ini mereka tularkan kepada Felix Situhardja, putra tunggal mereka. Sejak kecil, Felix sudah diarahkan untuk selalu melihat kehidupan dari bawah dan bukan memandang ke atas. Felix sudah diarahkan untuk menganggap bahwa kehidupan adalah sebuah peristiwa yang harus dihargai. “Berbuat baik tidak ada yang sia-sia dan jangan mengharapkan hasil dari perbuatan baik,” ujar Budhi.

Tak meleset. Felix pun tumbuh menjadi anak yang berjiwa sosial. Di setiap hari ulang tahunnya, Felix selalu menggunakan uang tabungannya untuk membelanjakan barang-barang kebutuhan pokok untuk diserahkan ke panti asuhan. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga Felix dewasa dan berkeluarga.

Ketika Budhi mengetahui maksud Linda yang ingin membantu keponakannya, Budhi langsung berkata, “Tidak mungkin kamu sekarang kerja mengumpulkan uang lalu sekolah. Kerja dapatnya berapa? Sedangkan sekolah uang pangkalnya berapa? Buat apa. Lebih baik kalau mau sekolah ya sekolah. Saya yang akan sekolahkan.”

Dari keputusan itu akhirnya Linda mengajak Maria ke Tangerang untuk disekolahkan, dan Mika yang tidak berkeinginan sekolah, Maria Situhardja mempekerjakanya sebagai kasir di rumah makannya. Sebab ia merasa kasihan bila kelak akan terjadi ketimpangan antara Mika dan Maria. Satu lebih berpendidikan, namun satunya lagi hanya tamatan SMP. Sekali pun Maria tidak mengenyam pendidikan formal, tetapi bekerja sebagai kasir tentu akan membuat statusnya menjadi lebih baik. Setidaknya itulah yang ada dibenak Maria Situhardja, sang pemilik kantin.

Sesudah bantuan itu didapat, Mika dan Maria menjalankan perannya masing-masing. Maria bersekolah dengan giat, sedangkan Mika bekerja dengan jujur. “Yang paling utama adalah kejujuran dan murah hati. Orang pintar mudah didapat, tetapi orang jujur dan murah hati itu sulit dicari. Hanya itu yang bisa saya tanamkan kepada Mika,” kata Budhi.

  

 
 

Artikel Terkait

Bersyukur dan Berbakti Kepada Orang Tua

Bersyukur dan Berbakti Kepada Orang Tua

06 Desember 2017
Pertemuan Anak Asuh Tim Teratai He Qi Pusat pada Minggu, 3 Desember 2017 bertepatan dengan Hari Bakti Orang Tua untuk Anak Asuh. Karena itu kegiatan ini diisi dengan membasuh kaki kepada orang tua dan memberikan surat cinta kasih.
Menanti Awal yang Baru

Menanti Awal yang Baru

19 April 2018
Menjadi salah satu keluarga yang mendapatkan bantuan renovasi rumah dari Yayasan Buddha Tzu Chi bekerja sama dengan Kopassus, Juminah tak habis bersyukur. Tiga puluh empat tahun sudah Juminah berjuang sendiri membesarkan dan menghidupi 8 anaknya. Tak pernah sedikitpun ia mengeluh karena ditinggal suami.
Setitik Cahaya di Tengah Pandemi Corona

Setitik Cahaya di Tengah Pandemi Corona

04 Mei 2020

Perumahan Cinta Kasih Bakung adalah perumahan yang dibangun Tzu Chi Medan setelah kebakaran besar di tahun 2012 yang menghanguskan 66 rumah. Saat ini, akibat pandemi virus corona, warga Bakung yang kebanyakan berjualan makanan, sepi pembeli. Untuk meringankan kesulitan warga Bakung, Tzu Chi Medan pun membagikan paket sembako pada Jumat, 1 Mei 2020.

Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -