Dari Bencana Hati menjadi Cinta Kasih
Jurnalis : Giok Chin Lie, Felicite Angela Maria (Fammy 高俪菁) (He Qi Timur), Fotografer : Giok Chin Lie, Felicite Angela Maria (高俪菁) (He Qi Timur)Dharmawati memimpin pradaksina yang dilakukan semua peserta Pelatihan Relawan Abu Putih pada tanggal 18 September 2016 di Plaza Summarecon, Jakarta Utara.
Minggu pagi, 18 September 2016 bertempat di Plaza Summarecon, JL. Perintis Kemerdekaan, Jakarta Utara, sebanyak 62 relawan komunitas He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading sudah berdatangan untuk berkumpul di ruang serba guna lantai 8, gedung Summarcon dalam rangka mengikuti pelatihan Relawan Abu Putih ke-3. Adapun pelatihan relawan hari Minggu itu merupakan pelatihan relawan abu putih terakhir di tahun 2016.
Seperti pelatihan relawan Tzu Chi pada umumnya, kegiatan pelatihan hari itu diawali dengan pendaftaran ulang peserta. Franciska (林官蓁), fungsional muda-mudi Tzu Ching juga selaku pemandu acara membuka pelatihan. Dilanjutkan dengan penghormatan kepada Master Cheng Yen sebanyak tiga kali, menyanyikan Mars Tzu Chi, dan melafalkan 10 sila Tzu Chi.
Salah satu relawan, Hendry Chayadi mengajak para peserta pelatihan mempersiapkan diri melakukan Pradaksina yang bertujuan untuk menenangkan hati, menenangkan pikiran, supaya lebih terkonsentrasi dan fokus. Pradaksina dilakukan dengan khusyuk, penuh konsentrasi melangkah mengikuti alunan lagu Jing Qi Jing Zhi.
Hendry Chayadi sharing tentang “kekhawatiran Master atas bencana dunia dan bencana hati.”
Dilanjutkan dengan sharing tentang “kekhawatiran Master atas bencana dunia dan bencana hati.” Di awal sharing, Hendry Chayadi mengangkat latar belakang kisah awal kondisi saat mendiang Ayah Master Cheng Yen meninggal. Master Cheng Yen bertanya pada dirinya sendiri, apa sebenarnya hakikat kehidupan ini? Datang dari mana dan setelah meninggal akan menuju ke mana? Wafatnya sang ayah di tahun 1960 menjadikan beliau memahami bahwa hidup ini hanyalah sementara, tidak kekal, dan selalu berubah. Sejak saat itu beliau mulai mempelajari agama Buddha secara lebih serius sebelum akhirnya menjalani hidup sebagai bhiksuni pada tahun 1964. Kegiatan kemanusiaan Tzu Chi untuk membantu sesama yang tidak mampu diawali dari 6 ibu rumah tangga yang setiap hari masing-masing menghemat dan menabung 50 sen ke dalam celengan bambu.
Sharing dilanjutkan oleh Dharmawati Djajaputra, ketua pengurus relawan komunitas He Qi Timur. Ia memaparkan menjaga sebersit pelita batin bagi setiap insan Tzu Chi. Di dalam sharingnya, Dharmawati kembali mengajak para peserta pelatihan mendalami lagi makna dari 10 sila Tzu Chi yang menjadi pedoman dasar langkah dan niat Bodhisatwa dunia Tzu Chi dalam bersumbangsih dan mengamalkan ajaran Jing Si, supaya tetap menjaga hati, menjaga pikiran tetap lurus sesuai ajaran Dharma Master Cheng Yen.
Menjelang makan siang, Sharon Tanamas (谭淑真) mengingatkan keindahan budaya humanis Tzu Chi. Relawan muda-mudi Tzu Chi ini mengajak para peserta pelatihan untuk memperhatikan keindahan dan kesopanan saat berseragam Tzu Chi, kerapian saat berjalan berbaris bersama, khususnya saat pelatihan relawan. Khusus pada saat makan bersama, seperti makan siang. Bagaimana diajarkan tata krama kesantunan saat memegang alat makan dan saat makan di ruang makan sehingga tampak lebih teratur, rapi, dan indah.
Sharon Tanamas (谭淑真) mengingatkan keindahan budaya humanis Tzu Chi menjelang makan siang.
Bersama Pasangan di Jalan Tzu Chi
Dari sekian peserta pelatihan kali ini, Tin Muljanto dan Monica Halim yang berpartisipasi aktif dalam tiap kegiatan Tzu Chi. Pasangan suami istri ini bergabung Tzu Chi sejak Januari 2015 lalu, dan ini merupakan pelatihan yang kedua. Putri tunggalnya yang mengikuti kelas budi pekerti menjadi awal jalinan jodoh mereka dengan Tzu Chi.
Pada awalnya orang tua diminta untuk mendampingi anak-anaknya yang berkegiatan di kelas budi pekerti. Selama satu tahun ini pun pasangan suami istri ini mengikuti setiap kegaitan Tz Chi yang anaknya ikuti, namun hanya sebatas kewajiban. Lambat laun dari berkegiatan di Tzu Chi membawa keperubahan yang lebih baik pada diri mereka. Perubahan tersebut bagaimana mendidik dan membesarkan putri mereka di rumah dan cara saling berkomunikasi satu sama lain.
Jika harilibur sebelum-sebelumnya dimanfaatkan untuk jalan-jalan namun tidak untuk sekarang. Mereka menghabiskan waktunya untuk berkegiatan di Tzu Chi, membantu sesama yang membutuhkan. Monica Halim mengatakan sifat welas asih, kesabaran, juga ketekunan dan rasa percaya yang perlu dimiliki oleh insan Tzu Chi. “Pendapat saya diperlukan ketekunan dan komitmen, karena kalau kita tidak tekun dan komit pasti susah untuk menjalankan misi Tzu Chi ini, benar-benar harus datang dari dalam diri kita sendiri, baru bisa kita ikuti,” ujarnya.
“Pelajarannya yang sudah didapat hari ini umumnya seperti pengembangan diri sendiri ya, supaya jadi manusia yang sebagaimana mestinya, lebih welas asih, saling tolong menolong”. Perubahan yang terjadi dalam rumah tangga mereka, baik terhadap anak dan pasangan juga dirasakan mereka setelah bergabung di Tzu Chi, seperti contohnya menjadi lebih sabar dalam menghadapi segala situasi, lebih sabar dalam membimbing anak,”ungkapnya. “Harapan kita bisa lebih banyak waktu untuk lebih berkontribusi sama Tzu Chi,” ucap Tin Muljanto menimpali.
Sebanyak 62 relawan komunitas He Qi Timur, Hu Ai Kelapa Gading sudah berdatangan untuk berkumpul mengikuti pelatihan.
Sharing lain dari pasangan Agus Sutanto dan Santi Agustini menjadi relawan Tzu Chi karena melihat tayangan drama kisah nyata DAAI TV. Orang tua mereka yang aktif kegiatan bakti sosial di wihara telah menginspirasi mereka untuk mencari tahu tentang Yayasan Buddha Tzu Chi.
Jalinan jodoh baik pun terajut ketika pasangan suami istri ini sedang berbelanja panganan vegetaris di pasar Bekasi usai mengantar sang buah hati. Tanpa sengaja mereka berjumpa dengan salah satu relawan Tzu Chi bernama Jenny Gutama. Jenny pun mengenalkan Tzu Chi kepada mereka. Agus danSanti pun tertarik ingin lebih mendalami Tzu Chi lagi, mereka pun memutuskan untuk masuk ke dalam barisan Tzu Chi.
“Kita memang selalu niat sama-sama mau masuk Tzu Chi,” ungkap Agus Sutanto yang bergabung menjadi relawan bersama istri sejak November 2015 lalu. Untungnya anak-anak mereka, dalam keluarga mendukung ayah ibu mereka ikut aktif di Tzu Chi, sehingga mereka berdua tidak ada kendala dari pihak keluarga. Bahkan anak-anaknya pun diarahkan untuk aktif kegiatan Tzu Chi. “Yang terpenting dari pelatihan ini adalah pengendalian diri, emosi kita benar-benar mesti bisa dikendalikan, sebab dari materi training sendiri, gesekan memang ada, dan itu memang sering terjadi, tinggal bagaimana pengendalian diri kita, benar-benar kita kendalikan emosi kita, menekan ego itu ujiannya, ada yang membuat diri kita juga di rumah jadi berubah, yang dulunya sering suka marah-marah sama pasangan atau sama anak, karena sering ikut training, dengar ceramah Master Cheng Yen, dengar sharing relawan, kita coba terapin semua di rumah, suasana jadi lebih akrab dengan istri dan anak di rumah,” ulas Agus Sutanto.
Relawan yang merupakan pasangan suami istri juga mendapatkan perhatian khusus dari Dharmawati. Ia menekankan bahwa relawan pasangan suami istri yang sama-sama terlibat bersumbangsih di jalan Tzu Chi maka akan ada perubahan-perubahan positif yang dialami pasangan yang menjadi bagian dari Tzu Chi. “Awal dari niat diri mereka sendiri dulu, mengapa mereka mau ikut Tzu Chi, dari situ mereka belajar bersama, karena Tzu Chi itu bukan sekedar organisasi sosial, tetapi juga organisasi pelatihan diri, jadi ya untuk melatih diri sendiri, kembali kepada diri sendiri apakah mau berubah, mau melatih diri menjadi lebih baik atau tidak,” tutur Dharmawati.
Jenny Gutama (kiri) dan Rosida Kusuma bersama-sama memberikan sharing pengalaman mereka yang pernah merasa tidak cocok karena perilaku buruk masing-masing.
Dharmawati berharap para relawan tidak hanya aktif dalam membantu sesama yang membutuhkan melainkan juga mendalami ajaran Jing Si. “Karena Master berpesan, pahami dulu Dharmanya Master, baru bisa melakukan kegiatan dengan tanpa ada rintangan dan ganjalan apapun dari dalam diri mereka,” ungkapnya. Untuk para pasangan suami istri yang turut aktif menjadi bagian barisan insan Tzu Chi, Dharmawati juga mendukung baik, ”Saya sangat salut dengan suami istri yang ikut bergabung di Tzu Chi, justru itu yang buat jadi contoh teladan bagi kita, semoga semakin banyak lagi shixiong shijie suami istri yang bergabung menjadi relawan, menjalani misi-misi Tzu Chi bersama-sama”.
Di penghujung acara juga diadakan sharing dari relawan Tzu Chi, yaitu sharing dari Jenny Gutama dan Rosida Kusuma yang sangat mengharukan. Pada awal mereka masuk ke dalam barisan Tzu Chi pernah saling bersitegang karena perilaku buruk masing-masing. Sehingga hubungan persaudaraan se-Dharma menjadi renggang dan keruh cukup lama. Dan pada sharing pelatihan relawan Abu Putih ini hubungan yang mengalami kerenggangan tersebut berubah menjadi ikatan persaudaraan yang kuat, saling melupakan, saling memaafkan, saling menerima kesalahan masing-masing. Mereka pun saling memperbaiki untuk bersama-sama melatih diri di jalan Tzu Chi. Pelatihan pun diakhiri dengan doa bersama agar dunia bebas dari bencana.
Artikel Terkait
Melatih Diri untuk Menuju yang Lebih Baik
24 Desember 2014 Tzu Chi Tanjung Pinang mengadakan pelatihan relawan baru. Para relawan berkumpul sejak pukul 08.00 WIB untuk melakukan persiapan dan pendaftaran. Setelah proses pendaftaran selesai, langkah kaki barisan relawan mulai memasuki ruangan pelatihan.Jangan Lupakan Tahun Itu
11 Maret 2020Tzu Chi Medan kembali mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih pertama di tahun 2020 pada tanggal 23 Februari 2020. Pelatihan kali ini diikuti oleh 193 relawan. Topik yang diangkat kali ini adalah Mo Wang Na Yi Nian yang artinya Jangan Lupakan Tahun Itu.
Belajar dan Membina Diri di Jalan Bodhisatwa
16 Desember 2022Relawan Tzu Chi Medan mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih Pertama di Kantor Tzu Chi Medan. Pelatihan ini diikuti oleh 124 relawan yang meliputi relawan Medan, DAAI TV, dan relawan Tanjung Pura