Dari “SMART” Menjadi “SLIM”

Jurnalis : Sufenny (He Qi Utara), Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara)
 
 

foto
Martha Khosyahri, relawan Tzu Ching Jakarta, menceritakan bagaimana jalinan jodoh yang terbentuk antara dirinya dan Tzu Chi pada kegiatan Bedah Buku He Qi Utara, kamis, 21 juni 2012 lalu.

Kamis, 21 Juni 2012, Bedah Buku He Qi Utara mengundang Martha Khosyahri, seorang relawan Tzu Ching Indonesia untuk menceritakan tentang bagaimana jalinan jodoh yang terbentuk antara dirinya dan Tzu Chi. Martha, begitu biasa ia dipanggil, bergabung dengan Tzu Chi pada tahun 2008 sebagai donatur.

“Niat awalnya ikut karena hanya ingin berkumpul dan berbagi cerita dengan teman-teman. Kemudian ikut kegiatan pembagian kupon beras di Pademangan, lalu belajar budi pekerti di Tunas Cinta Kasih. Dari tahun 2008 sudah SMART dan berjodoh dengan Tzu Chi lalu belajar menjadi SLIM pada tahun 2012,” ujarnya. SMART adalah sebuah singkatan dari “Sabtu Minggu Aku Relawan Tzu Chi”, sedangkan SLIM adalah “Selama-Lamanya Ikut Master”.

Kini, menjadi relawan pada hari Sabtu dan Minggu saja tidaklah cukup baginya, karena semangat Tzu Chi telah menjadi bagian dalam hidupnya, Tzu Chi telah menjadi keluarga di hatinya. “Tzu Ching adalah keluarga kedua saya, karena di Jakarta saya tinggal sendiri. Selain itu, dari kecil saya mendambakan mempunyai kakak karena saya sebagai anak sulung belum pernah merasakannya. Nah di Tzu Ching ini, saya mendapatkan cici, koko, papa, mama,” tuturnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Dalam sharingnya, Martha mengungkapkan bagaimana dirinya sangat bersyukur karena mempunyai kesempatan belajar dan kesempatan untuk berubah (kiri).
  • Berawal dari spanduk yang ia baca, Soepardi Shixiong, memutuskan untuk menjadi relawan Tzu Chi dan dengan sungguh-sungguh menjalankan 10 sila Tzu Chi (kanan).

“Pada tahun 2010 merupakan titik balik yang cukup berarti bagi saya. Penampilan Sutra bakti Seorang Anak pada hari Ibu di Kelapa Gading, telah memberikan saya kesempatan untuk sadar berbakti pada orang tua. Sebelumnya saya sulit untuk mengungkapkan rasa sayang pada orang tua, setelah mengikuti kegiatan ini saya mempunyai kekuatan lebih untuk mengungkapkan rasa sayang. Yang saya rasakan Tzu Chi adalah Universitas kehidupan, karena saya mengalami perubahan. Tahun 2011 saya menguatkan tekad untuk bervegetarian karena Master Cheng Yen berkata ‘kalau kalian ingin saya sehat maka kalian harus bervegetarian’. Saya juga belajar ketika menemukan masalah, saya bisa mendapat solusi melalui Lentera Kehidupan. Jika mau membuka pintu hati untuk menerimanya maka Dharma bisa masuk dalam hati. Tahun 2012 merasa bersyukur karena mempunyai jalinan jodoh dengan Master, mempunyai kesempatan belajar dan kesempatan untuk berubah. Bahagia mempunyai teman yang baik dan mendapatkan pekerjaan yang baik,” ceritanya anak sulung dari dua bersaudara ini.

Ada yang bertanya kepada Master Cheng Yen, “Bolehkah tidak ada aku?”, Master pun menjawab bahwa masalah di dunia tidak dapat diselesaikan oleh satu orang saja, demikian juga beras dunia tidak bisa dihabiskan oleh satu orang saja. “Beliau juga tidak bisa melakukan sendiri, tanpa ada kita. Oleh karena itu kita harus senantiasa mengingat niat dan tekad awal kita ketika bergabung dengan Tzu Chi. Master sangat sulit untuk tidak mengatakan Gan En (terima kasih). Gan En bukan hanya disebut di bibir tapi dari lubuk hati,” ucap Martha. Akhir kata Martha mengajak kita belajar lebih memahami Master untuk kebaikan kita, karena melalui bersumbangsih, Master ingin jiwa kebijaksananan dalam setiap insan Tzu Chi dapat terus bertambah.

foto  foto

Keterangan :

  • Handa Kartawidjaja, guru sekolah Dhammasavana ini sangat mengagumi Master Cheng Yen. Menurutnya Master mempunyai pemikiran yang luar biasa sehingga dapat mengerakkan berbagai belahan dunia untuk melakukan banyak perbuatan baik (kiri).
  • "Terus melakukan perubahan seperti proses kepompong, yang suatu saat akan menjadi kupu-kupu yang indah," ujar Hok Lay Shixiong (kanan).

Sharing Peserta
Lain lagi dengan kisah Soepardi Shixiong, awalnya melihat spanduk Tzu Chi di jalan, lalu timbul panggilan hati. Kemudian mencari tahu dengan menelpon dan menanyakan persyaratannya apa saja untuk bergabung dengan Tzu Chi. “Ketika mengikuti sosialisasi dan mengetahui persyaratannya harus berseragam, trus ada 10 sila Tzu Chi, saya merasa berat karena ada sila tidak boleh merokok, sedangkan setiap hari saya merokok. Tetapi dalam jangka waktu 3 bulan bisa berhenti merokok, karena keinginan besar untuk bergabung di barisan Tzu Chi. Ada Tekad maka Ada Kekuatan, sesuai dengan kata perenungan Master Cheng Yen. Pada tiga hari pertama berhenti merokok, merasa seperti di neraka (mulut terasa asam, selesai makan tidak merokok juga tidak enak). Sekarang jika di sekitar saya ada yang merokok, saya akan menarik nafas. Saya bersyukur setelah bergabung di Tzu Chi sampai sekarang tidak pernah putus rejeki,” ceritanya.

Ada pula seorang guru yang baru pertama kali ini mengikuti bedah buku, sebenarnya sudah sering mendapat undangan melalui Facebook, tetapi jodohnya baru hari ini bisa datang ke Jing Si Books & Café Pluit. Ia adalah Handa Kartawidjaja, yang setiap harinya mengajar di Sekolah Dhammasavana. Ia bercerita pada tanggal 1 Desember 2010 lalu kolesterolnya tinggi, kemudian pada tanggal 9 Desember 2010 mengalami stroke dan masuk rumah sakit. Ketika suster bertanya: “mau makan apa, Pak?” Ia menjawab mulai detik ini sampai menutup mata saya akan akan bervegetarian. Kemudian pada tanggal 11 Desember 2010 sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Sampai sekarang tetap bervegetarian. “Saya tertarik dengan lingkungan hidup, melestarikan bumi ini supaya berumur panjang. Saya sebenarnya sangat mengagumi Master Cheng Yen karena dia bisa menggerakkan Tzu Chi di puluhan Negara. Master adalah orang yang luar biasa. Master pasti mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa, ini pemikiran saya,” katanya.

Lain halnya dengan Hok Lay Shixiong yang telah bergabung dengan Tzu Chi pada tahun 2008. Apa yang bisa membuatnya bertahan lama di Tzu Chi sampai sekarang ini? Jawaban yang tepat adalah karena keinginan belajar dapat terpenuhi di sini. Mendapatkan pengalaman baru dengan berkegiatan di Tzu Chi sehingga dapat membedakan mana simpati dan mana empati. “Saya harus menyayangi tubuh saya, memberikan makanan yang sehat dan menjaga tubuh dengan baik serta menciptakan berkah baru dengan melaksanakan kegiatan, berdoa supaya bebas dari bencana, belajar tidak memikirkan diri sendiri, mensyukuri apa yang kita miliki supaya bisa berbagi maka hidup menjadi lebih berarti”, tuturnya . Bersama Tzu Chi ia pun terus belajar dan berubah menjadi lebih baik dan baik lagi, seperti proses kepompong yang suatu saat akan menjadi kupu-kupu yang indah.

  
 

Artikel Terkait

Saling Mengenal Seni dan Budaya

Saling Mengenal Seni dan Budaya

26 Agustus 2011 Setelah itu, 27 anak-anak diajak untuk mengenal budaya humanis Tzu Chi, yaitu menyajikan teh, merangkai bunga, dan isyarat tangan. Mereka juga ikut mempraktikkan bagaimana cara dan tata krama dalam menyajikan teh.
Banjir Jakarta: Baksos Pascabanjir Jakarta

Banjir Jakarta: Baksos Pascabanjir Jakarta

01 Februari 2013 Meski banjir telah surut, bantuan yang diberikan insan Tzu Chi tidak berhenti begitu saja karena masih banyak yang dibutuhkan warga pasca banjir. Tentunya setiap bencana pasti memberikan dampak dan kerugian baik materil maupun moril sehingga insan Tzu Chi terus berusaha membantu korban.
Buku Kata Perenungan, Perkuat Hati yang Gundah

Buku Kata Perenungan, Perkuat Hati yang Gundah

23 April 2014 Berawal dari sebuah penginapan, buku Kata Perenungan Master Cheng Yen juga disukai oleh maskapai penerbangan karena bisa menginspirasi orang lain.
Benih yang kita tebar sendiri, hasilnya pasti akan kita tuai sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -