Dari Washington ke Margaguna

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoUmi Soleha (63) tengah menyanyi bersama relawan Tzu Chi. Umi yang fasih berbahasa Inggris ini ternyata pernah bekerja sebagai baby sitter di Amerika.

Di sela-sela kegiatan yang dilakukan relawan Tzu Chi di Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Budi Mulia 04, seorang anggota Tzu Ching tampak berbicara akrab dengan seorang nenek. Penasaran, saya pun mendekat. Begitu mendengar percakapan mereka, saya pun merasa kaget, karena bahasa yang mereka pergunakan adalah bahasa Inggris. Dengan lancar, nenek yang bernama lengkap Umi Soleha ini menceritakan kehidupan masa lalunya yang pernah bekerja di Washington, Amerika Serikat.

Kerja di Luar Negeri
Hidup adalah pilihan, dan ketika pilihan itu tak berpihak pada kita, maka kita pun harus ikhlas menjalaninya. Itulah yang dialami oleh Umi Soleha, wanita berumur 63 tahun yang sudah setahun lebih menjadi penghuni di PSTW Budi Mulia 04 Margaguna, Jakarta Selatan. Tetap dengan penuh semangat, tanpa rasa benci, dan dendam, Umi menceritakan kisah hidupnya. Seolah membaca keraguan saya, Umi pun memperlihatkan foto-fotonya saat berada di negeri Paman Sam itu. “kalau ngomong doang nggak ada buktinya kan nanti orang nggak percaya,” kata Umi dengan ramah.

Umi yang kelahiran Jakarta ini awalnya memiliki seorang suami yang bekerja sebagai pegawai negeri di Departeman Perhubungan (dulu PJKA –red). Seiring berjalannya waktu, perkawinan mereka tetap langgeng meski tanpa kehadiran si buah hati. Tahun 1981, suami Umi meninggal dunia. Ia pun kemudian hidup dengan mengandalkan uang pensiun dari suaminya. “Orangtua saya nggak mampu, jadi saya kadang bantu dagang untuk bantu bayar biaya sekolah adik-adik,” katanya.

Tahun 1997, salah seorang teman ayahnya mengajak ia untuk ikut bekerja di Amerika sebagai pembantu rumah tangga. Sang majikan adalah Atase Perhubungan Laut yang ditugaskan selama 3 tahun. Namun belum genap 3 tahun bertugas, salah satu anggota keluarga majikan Umi terkena musibah dan meninggal dunia. Akhirnya sang majikan dan keluarganya pun pulang kembali ke Indonesia. “Nah, Pak Fajar Sumarko (majikan Umi-red) itu kemudian menawarkan ke saya untuk bekerja pada temannya yang orang Amerika,” kata Umi mengenang. Karena sudah berniat untuk bekerja di luar negeri dan juga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Umi pun akhirnya menerima tawaran kerja sebagai baby sitter di rumah seorang dokter. “Dokter ini baik, saya bahkan disekolahin sampe bisa bahasa Inggris,” terang Umi.

foto  foto

Ket : - Umi tengah berbincang-bincang dengan seorang anggota Tzu Ching yang mengunjunginya. (kiri)
        - Seorang penghuni PSTW Budi Mulia 04 tengah membaca Buletin Tzu Chi yang diberikan relawan            padanya. (kanan)

Gaji Dikirim ke Jakarta
Selama bekerja di Amerika, seluruh penghasilan Umi dikirimkan ke Jakarta melalui adiknya. Selain untuk membantu biaya sekolah adiknya, Umi juga menitipkan uangnya untuk ditabung. Rencananya uang itu akan digunakannya sebagai “jaminan” di hari tuanya agar tidak hidup terlunta-lunta. Tetapi uang tabungan itu justru dipakai oleh sang adik untuk menikah dan juga merenovasi rumah. “Waktu itu adik janji dia akan merawat saya kalau saya sudah tidak bisa lagi bekerja,” terang Umi. Karena alasan itulah maka Umi pun pasrah dan berharap di usia senjanya ia bisa tinggal bersama keluarga adiknya. 

Tetapi harapan kadang tak selalu sesuai dengan keinginan. Sekembalinya dari luar negeri, janji sang adik pun tak terbukti. Adiknya beralasan bahwa ia juga telah merawat orangtuanya yang terkena stroke, sehingga tak ada tempat lagi di rumah untuk sang kakak. “Ngurusin Ibu aja dah susah,” kata sang adik beralasan. Akhirnya Umi pun menghubungi salah satu keponakannya untuk dicarikan tempat tinggal atau panti yang gratis. “Saya nggak enak, mau ikut saudara yang lain juga nggak tega, mereka juga hidupnya pas-pasan,” tegas Umi.

Akhirnya Umi pun memperoleh informasi tentang Panti Sosial Tresna Wreda Budi Mulia 04 Margaguna. Berbagai persyaratan pun segera diurusnya. Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya Umi pun diterima untuk tinggal di panti milik Departemen Sosial ini – yang saat ini pengelolaannya di bawah naungan Pemda DKI Jakarta.

foto  foto

Ket : - Dengan penuh semangat, tanpa rasa benci dan dendam, Umi menceritakan kisah hidupnya yang pahit             yang tak sesuai dengan apa yang sudah ia rencanakan sebelumnya. (kiri)
       - Inilah beberapa bukti yang menunjukkan jika Umi benar-benar pernah bekerja di Amerika. Bahkan             majikannya sempat membuatkan SIM untuknya. (kanan)

Bersyukur dan Berterima Kasih
Sebagai penghuni panti, Umi sadar dia harus lebih toleran dan mandiri. Toleran karena mengingat para penghuni ini berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda, baik sosial, adat istiadat, maupun tingkat pendidikannya. Terlebih lagi banyak penghuni di panti ini yang berasal dari hasil razia Tramtib Pemda DKI Jakarta. “Ya saling menghormati. Kalau kita bisa bawa diri, semuanya juga baik-baik saja,” jelas Umi tenang. Bagi Umi, semua penghuni kini adalah saudara-saudaranya. Meski kadang merindukan kunjungan dari keluarga, tetapi Umi maklum jika mereka tak bisa sering-sering menjenguknya.

Karena itulah, kunjungan dari relawan Tzu Chi menjelang perayaan Imlek 2561 kemarin membuatnya sangat berbahagia. “Senang sekali,” ujarnya lirih. Sembari menyeka kelopak matanya yang basah, Umi mengungkapkan keinginannya dan mungkin juga harapan seluruh penghuni panti lainnya, “Kalau bisa sering-sering datang kemari. Bukan saya pengin hadiah atau bingkisan, nggak bawa apa-apa juga nggak apa-apa, yang penting kita dikunjungin.”

Di usianya yang menginjak 63 tahun, tak ada lagi keinginan Umi selain mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa. Umi pun berharap dapat menutup masa senjanya di panti dengan penuh kedamaian dan kebahagiaan. “Saya sudah pasrah untuk (menjalani) hidup, sakit, dan menutup usia di panti ini,” ucapnya tenang.

  
 
 

Artikel Terkait

Naungan Baru Bagi Mantan Sopir Angkot dan Keluarganya

Naungan Baru Bagi Mantan Sopir Angkot dan Keluarganya

23 Juli 2021
Hunian yang nyaman dambaan setiap keluarga. Namun tidak demikian Anton dan keluarganya. Ekonomi yang sulit menyebabkan rumah yang ditinggalinya sejak tahun 1997 tidak pernah direnovasi. Akibatnya jika hujan tiba, rumahnya bocor dan mengalami banjir.
Bantuan Mobil Ambulance untuk Pusdiklat Kopassus

Bantuan Mobil Ambulance untuk Pusdiklat Kopassus

13 September 2021

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyerahkan 1 unit mobil ambulance kepada Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklat Kopassus).

Baksos Biak: Jalan Kesembuhan

Baksos Biak: Jalan Kesembuhan

07 Juni 2011
John Rumbino terus terlihat bersemangat melayani para pasien yang tengah memeriksakan diri. Ia adalah penduduk lokal yang baru bergabung sebagai relawan Tzu Chi setelah putrinya mendapatkan bantuan pengobatan dan tersentuh melihat pelayanan yang diberikan oleh relawan Tzu Chi.
Kita hendaknya bisa menyadari, menghargai, dan terus menanam berkah.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -