Derita dan Harapan
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto * Kemiskinan dan penyakit tumor yang diderita Horiyah selama 12 tahun membuat ia putus asa dan pesimis dalam menghadapi kehidupan. | Derita, ia bagaikan sebuah badai yang meluluhlantakkan semangat hidup dan harapan, atau hembusan awan panas yang menyesakkan paru-paru. Demikian yang dirasakan Horiyah saat suami pergi mencampakkannya dalam kemiskinan dan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Keceriaan seakan sirna dari raut wajahnya. Letupan-letupan emosi: senyum dan tawa, sudah jarang diekspresikan olehnya. Yang ada hanyalah sikap malu dan tidak memiliki pandangan yang baik terhadap kehidupan. "Horiyah dulu sangat cuek terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Bahkan tidak mempunyai kemauan dan semangat hidup. Ia lebih terlihat menarik diri bila bertemu orang lain," kata Johnny, relawan Tzu Chi. |
Hal itu juga dibenarkan oleh Tuti, kakak ipar Horiyah yang mengatakan bahwa selama ini yang bersemangat menyambut bantuan pengobatan Tzu Chi adalah saudara-saudara dekat dan para relawan. "Horiyah itu udah loyo ga ada semangat untuk sembuh. Apalagi saat sakitnya semakin parah, ia sudah tidak bisa banyak beraktivitas," kata Tuti. Bila dilihat dari latar belakangnya, memang tidaklah mudah hidup dengan satu anak tanpa memiliki pekerjaan dan suami. Terlebih Horiyah menderita tumor perut yang sudah membesar bagai orang hamil 9 bulan. Derita ini ia alami selama 12 tahun lamanya, hingga menyulitkannya untuk bersosialisasi dan beraktivitas. Wajar bila semangat hidupnya menjadi redup. Bagaikan bara yang tersiram air dingin. Beku meredupkan semangat dan harapan. Bagi Horiyah, hidup dalam kemiskinan dan penyakit adalah sebuah kehancuran yang hanya bisa ia saksikan dari ketidakberdayaannya, hingga akhirnya ia menjalani hidup dengan sikap pasrah tanpa lagi mengharapkan sebuah keajaiban. "Terkadang saya sering menyalahkan Tuhan. Kenapa hidup saya kok susah gini? Sudah miskin dikasih sakit lagi," keluhnya. Tetapi sekali lagi ia hanya bisa pasrah terhadap penyakit yang tak urung pergi dari dirinya dan kemiskinan yang terus membayanginya. Ketidakpedulian untuk sembuh merupakan respon dari rasa keputusasaannya. Melihat hal ini, Tuti berinisiatif membawa Horiyah berobat ke Tzu Chi. Informasi ini ia dapat dari saudaranya yang pernah mendapatkan bantuan pengobatan dari Tzu Chi belum lama ini. Ket : - Tuti, kakak ipar Horiyah, karena keinginannya yang besar untuk melihat Horiyah sembuh ia merelakan untuk Datangnya Embun Kasih Menurut Tuti, Horiyah juga sempat melarikan diri dari rumahnya di Kampung Kojan, Kalideres, Jakarta Barat, dan ditemukan pada sebuah waduk di daerah Rawa Bokor. Dari pelarian ini Horiyah mengungkapkan ketakutannya kepada Tuti. Ketakutan Horiyah untuk menjalani operasi memang cukup beralasan. "Kalau saya mati dioperasi lalu siapa yang mengurusi anak saya? Saya tidak mau diopersi, saya tidak mau mati," rengek Horiyah. Meski hidup serba kekurangan namun Horiyah adalah seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya. Karena itulah, menurut Tuti, relawan Tzu Chi tidak henti-hentinya datang sekadar untuk memberikan semangat dan informasi tentang pentingnya pengobatan ini. Bahkan Sutrisno, salah seorang relawan, pernah menerima perlakuan acuh dari Horiyah. Ia sempat tidak diizinkan masuk ke rumahnya saat melakukan kunjungan kasih. "Waktu itu saya datang, dia langsung tutup pintunya dan tidak mau ketemu saya. Dia takut benar ketemu saya, takut dipaksa untuk operasi. Tapi biar aja, saya sih datang terus untuk membujuk dia," terang Sutrisno. "Ngajak Horiyah untuk operasi itu susah banget, sampai dibujuk-bujuk. Saya bilang sama dia, ‘Neng, kamu harus punya kemauan. Kalau kamu sehat kan bisa jadi pembantu, jangan selalu tergantung sama orang lain’," cerita Tuti menambahkan. Ia memang memiliki keinginan yang besar melihat Horiyah sembuh, sampai-sampai aktivitas berdagangnya ia tinggalkan demi menemani Horiyah berobat. Ket : - Horiyah, bersama putri tunggalnya yang sangat ia cintai. "Kalau saya mati dioperasi lalu siapa yang Ketika Horiyah sudah bersedia menjalani operasi pun, Tuti dan Horiyah harus tetap menghadapi kendala. Salah satunya adalah besarnya ongkos transportasi yang harus mereka tanggung selama pengobatan. Melihat kondisi ini, relawan Tzu Chi berinisiatif memberikan bantuan secara swadaya kepada Horiyah. Bantuan yang diberikan berupa bantuan transportasi, kebutuhan sehari-hari, hingga menyediakan kontrakan baginya. Menyediakan kontrakan dimaksudkan agar memudahkan Horiyah untuk menjalani pemeriksaan medis. Menurut Johnny dengan tinggal di kontrakan, Horiyah sudah tidak lagi mengalami kesulitan dalam masalah transportasi, sebab kontrakan yang disediakan oleh relawan berlokasi di sekitar tempatnya berobat, RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tetapi belum sampai 10 hari, relawan kembali dikejutkan dengan tidak ditemukannya Horiyah di kontrakannya. Kejadian ini tentu saja menuntut usaha yang ekstra dari para relawan untuk kembali mencari Horiyah dan mencari tahu mengapa ia meninggalkan kontrakannya. Ternyata kali ini kepergian Horiyah lebih disebabkan oleh habisnya kebutuhan sehari-hari yang ia miliki. Setelah kejadian itu, bimbingan dan perhatian selalu diberikan secara intensif oleh para relawan Tzu Chi kepada Horiyah. Hingga akhirnya pada bulan Desember 2008 operasi itu berhasil dilaksanakan. Harapan Baru Ket : - Aktivitas berdagang Tuti pernah terhenti selama 6 bulan demi menemani Horiyah berobat. Namun setelah Kobaran kemarahan yang semula melingkupi hatinya menjadi redup sudah, dan di dalam jiwanya pun mulai menampakkan geliat kehidupan. Puing-puing yang telah porak poranda kini mulai terpugar kembali. Horiyah kini telah sembuh dan telah dapat beraktivitas kembali. Bahkan sekarang ia bertekad untuk mencari kerja sehingga ia dapat memberikan sebagian rezekinya kepada orang yang membutuhkan karena dengan demikian ia baru merasakan arti sebuah kehidupan. "Hidup ini harus saling menolong, dari situ kita baru tau bahagia," ujarnya yakin. | |
Artikel Terkait
Zhen Shan Mei Day 2023: Mencatat Sejarah, Menjadi Mata dan Telinga Master Cheng Yen
27 November 2023Zhen Shan Mei Day digelar pada 25-26 November 2023 dengan tema “Mewariskan Jejak Bodhisatwa”. Sebanyak 94 relawan dari seluruh wilayah Indonesia antusias mengikuti kegiatan ini.