Derita Nenek Sarinah Tjedana
Jurnalis : Iea Hong (He Qi Utara), Fotografer : Iea Hong (He Qi Utara)
|
| ||
Minggu, 7 Nopember 2010, jarum jam menunjukan pukul 8 pagi. Pagi itu matahari bersinar dengan lembut. Langit juga tampak cerah dengan sedikit awan yang menambah indahnya pagi itu. Suasana hati pun terasa hangat dan sejuk oleh buaian lembut angin pagi. Suasana di Jing Si Books and Cafe Pluit juga terasa berbeda. Kesibukan pagi ini tidak seperti biasa, ada sekitar 60 orang relawan yang berkumpul di pagi yang cerah itu, mulai dari komite, relawan biru putih, relawan abu putih, dan juga relawan yang mengenakan rompi relawan Tzu Chi. Walaupun jumlah relawan yang ikut kali ini relatif cukup banyak, tetapi suasana di Jing Si Books and Café Pluit masih terasa tenang dan rapi. Acara dimulai dengan pembukaan oleh Liwan Shixiong sebagai pembawa acara. Seperti biasa acara dimulai dengan memberikan penghormatan kepada Master Cheng Yen, yang karena berkat beliaulah para relawan bisa berkumpul bersama dan berkesempatan untuk bersama-sama berjalan di jalan Tzu Chi. Acara kali ini adalah kunjungan kasih yang dikoordinir oleh Anna Tukimin Shijie (Lim Yeak Ciau) yang sejak pagi sudah sibuk mempersiapkan data-data Gan En Hu (pasien penerima bantuan pengobatan Tzu Chi) yang akan dikunjung. Dengan jumlah relawan yang cukup banyak, maka para relawan dibagi menjadi 7 kelompok yang masing-masing kelompok akan mengunjungi 2-3 orang Gan En Hu.
Keterangan :
Cobaan Bagi Kakak dan Adik Nenek Sarinah bersaudari 4 orang, dan 3 di antaranya terkena kanker payudara. Satu orang di antaranya bunuh diri, dan satunya lagi meninggal dunia karena penyakitnya. Saat ini yang tersisa hanya Nenek Sarinah dengan kakaknya (Erinah) yang juga menderita kanker payudara dan telah menyebar hingga ke tulang belakang. Kedua kakak beradik itu hidup tanpa menikah dan hanya tinggal bertiga dengan seorang anak angkat yang tanpa enal lelah terus menjaga mereka di sebuah rumah yang dipinjamkan oleh seorang saudara mereka. “Nenek harus sabar dan banyak berdoa melafalkan nama Buddha,” kata Lie Fa Lie Shijie menghibur sambil memberikan dorongan semangat kepada Nenek Sarinah. Setelah beberapa saat di sana para relawan pun kembali berpamitan untuk menuju ke Gan En Hu yang lain dengan disertai doa bagi mereka. “Melihat kondisi mereka seperti itu, sungguh membuat orang menjadi tidak tega, dan membuat kita bisa bersyukur memiliki kesehatan yang cukup baik,” ucap Eka Limarto Shixiong, yang pada hari ini bertugas mengantar para relawan dengan mobilnya.
Keterangan :
Selanjutnya mobil kembali meluncur ke daerah Jelambar, Jakarta Barat. Di sana terdapat sebuah keluarga yang kehidupannya cukup memprihatinkan. Sang bapak yang bernama Herlianto menderita stroke, sedangkan sang anak yang bernama Lia sekarang sudah berumur 27 tahun. Lia sejak kecil terkena polio yang menyebabkannya tidak bisa berjalan. Keluarga ini hanya mengandalkan sang ibu yang bekerja sebagai pengasuh anak. Para relawan dengan penuh perhatian mengajak ngobrol Lia yang lebih banyak terdiam, hanya tersenyum dengan tertahan, mungkin karena ia tidak terbiasa dikunjungi oleh banyak orang dan mendapatkan perhatian seperti itu. “Adik hobby-nya apa?“ tanya salah seorang relawan, yang mengharapkan sebuah jawaban keluar dari mulut sang adik, tetapi ternyata pertanyaan tersebut kembali hanya dibalas dengan sebuah senyuman. “Dia suka melukis,” jawab Mamanya segera.. “Apa boleh kami melihat hasil lukisannya?” tanya relawan. Dengan malu-malu sebuah buku gambar pun dikeluarkan untuk diperlihatkan kepada para relawan. “Wah, gambarnya bagus sekali! Ini gambar kamu ya? Dengan memakai gaun dan baju yang indah-indah?” puji salah satu relawan. Lia dengan agak tertunduk malu dan sebuah senyuman yang menghiasi wajahnya memberikan sebuah anggukkan kecil. “Saat ini saya masih terapi di (rumah sakit) Atma Jaya dengan diantar oleh relawan Tzu Chi. Sekarang kondisi saya sudah agak membaik, kalau siang saya suka duduk di depan rumah sambil membaca koran,” ucap Pak Herlianto. Mendengar kondisinya sudah membaik, para relawan ikut merasa gembira. Walaupun obrolannya terkesan satu arah karena Lia yang lebih banyak berdiam diri dan hanya tersenyum, tetapi para relawan tetap merasa puas karena setidaknya bisa memberikan sedikit senyuman bagi keluarga ini. Kunjungan kali ini diakhiri dengan kembali ke Jing Si Books & Cafe Pluit dan para relawan saling membagi pengalaman tentang hal-hal yang dilihat serta kesan-kesan yang bisa dirasakan selama kunjungan ke pasien-pasien tersebut. Para relawan pun merasa bersyukur karena memiliki kesehatan yang baik sehingga berkesempatan untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat. | |||
Artikel Terkait

Memilah Emas dan Menggalang Hati
22 April 2013 Seiring dengan kiprah Tzu Chi Palembang yang memasuki tahun kedua, insan Tzu Chi Palembang terus mensosialisasikan pentingnya pelestarian lingkungan melalui kegiatan daur ulang..jpg)
Bersama-sama Mendonorkan Darah
23 Mei 2016Minggu, tanggal 15 Mei 2016, Tzu Chi Batam bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) bersama-sama menyelenggarakan Aksi Sehat Donor Darah di Kepri Mall, Batu Aji, Kota Batam.