Dewi di Mata Relawan Tzu Chi

Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali), Fotografer : Sappho, Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali)
 
foto

* Dewi sedang bernyanyi bersama salah seorang sahabat barunya, Merry.

Kasus Dewi pertama kali dilaporkan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Bali pada tanggal 19 Agustus 2008 oleh Rustam, salah seorang relawan Tzu Chi. Pada tanggal 25 Agustus 2008, dilakukanlah survei pertama ke rumah Dewi. Sebetulnya rumah tersebut luasnya adalah 8 x 3 meter, tetapi itu dibagi menjadi 4 bilik yang masing-masing bilik ada penghuninya. Jadi ruangan yang ditinggali Dewi beserta kakek dan neneknya adalah sekitar 2 x 3 meter saja. Rumah tersebut dikelilingi oleh kolam-kolam tambak ikan.

Saru, itulah nama kakek Dewi yang bekerja sebagai pekerja di tambak ikan. Saru yang sehari-harinya menjaga dan merawat ikan-ikan di tambak tersebut, kadang kala juga harus merangkap sebagai supir untuk mengantar pesanan ikan ke pembeli. “Ya, kadang-kadang sibuk terus. Malam baru pulang. Jadi Dewi cuma sama mamaknya (nenek -red), “ jawab Saru sewaktu ditanya kenapa jarang ada di rumah. Saru yang dipanggil Bapak oleh Dewi sudah menganggap Dewi sebagai anaknya sendiri. Kasih sayangnya kepada Dewi terpancar dengan jelas sewaktu Saru menceritakan kisah cucunya yang satu ini.

Pasrah Kepada Tuhan
“Sewaktu Dewi dilahirkan, semuanya pada nangis, saya cuma bisa pasrah dan berserah kepada Tuhan,” kata Saru mengenang kelahiran Dewi. Seperti istrinya Maimah, Saru juga menaruh perhatian yang besar kepada cucunya ini. Sewaktu ditanyakan apakah ada keinginan untuk menyekolahkan Dewi di masa yang akan datang, Saru menjawab, ”Ada. Cuma satu kendala saya sekarang ini, si Dewi belum punya akte kelahiran.”

foto  

Ket : - Dengan kaki barunya, kini Dewi bisa dengan leluasa membantu Maimah memberi makan ikan-ikannya
           di tambak.

Saru juga menceritakan kejadian buruk yang pernah menimpa Dewi pada saat berumur 2 tahun. “Dewi pernah tenggelam, waktu itu ditinggal bentar ama neneknya,” cerita Saru. Pada saat itu Maimah sedang memberi makan ikan dan meninggalkan Dewi sebentar di pondok kecil yang ada di pinggir tambak. “Neneknya baru nyadar waktu Dewi kok nggak ada di pondok dan tau-taunya Dewi udah mengapung, cuma nampak punggungnya, langsung neneknya teriak dan saya buru-buru nolong,” kata Saru mengulang kejadian yang memilukan itu. Saru pada saat itu hanya bisa melakukan pertolongan pertama seadanya untuk memastikan cucunya ini selamat. “Lalu saya buru-buru bawa ke (RSUP) Sanglah. Dari jam dua siang, jam 10 malam baru bangun,” tambahnya. Semenjak kejadian itu, Dewi menjadi trauma dengan kejadian itu dan tidak pernah mau mendekati pondok tersebut.

Tidak Mudah Menyakinkan Keluarga Dewi
Pada tanggal 19 September 2008, Dewi bersama Maimah dibawa ke Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Sanglah oleh Herman untuk dilakukan pemeriksaan. Banyak hal yang berkesan di hati Herman, “Pertama-tama mereka sangat curiga dengan kedatangan saya ke rumah mereka. Ini karena saya, yang masih tergolong asing menanyakan banyak hal yang mungkin (bersifat) pribadi kepada Bu Saru (Maimah).” Hal ini dirasakan oleh Herman sewaktu pertanyaan-pertanyaannya tidak dijawab oleh Maimah. Herman pun menanggapinya dengan sabar. Herman mulai bercerita tentang siapa dirinya, yang tak lain adalah adik dari Rustam. Di mata Maimah, Rustam sudah dikenal dengan sangat baik, dimana sering berkumpul bersama teman-temannya di daerah tambak. Setelah mengetahui, barulah Maimah lebih terbuka dan kemudian bersedia menerima tawaran Herman untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Dewi ke dokter bagian orthopedi.

foto  foto

Ket : - Dewi seorang anak yang lucu dan pintar akhirnya bisa menikmati matahari terbenam di Pantai Kuta, Bali.            (kiri)
         - Impian Dewi untuk bermain-main di Kuta akhirnya tercapai. Wajah gembira selalu terpancar dari dirinya.
           (kanan)

Bukan semudah itu Herman mendapat kepercayaan penuh dari Maimah, tetapi perjuangan Herman terus berlanjut. Ini ditunjukkannya dengan membonceng Maimah dan Dewi dengan sepeda motornya setiap kali berobat ke RSUP Sanglah, meski hari itu sangat terik maupun hujan. “Mungkin karena itu, mereka mulai percaya kepada kita (Yayasan Buddha Tzu Chi), dan mungkin dari mimik wajah kali, wajahnya mulai memancarkan suatu kebahagiaan,” ungkap Herman dengan ceria. Hal ini dilakukan setiap dua hari sekali agar pembuatan kaki palsu Dewi bisa berjalan lancar. “Pernah muncul pertanyaan dari Maimah, padahal itu sudah pertemuan yang kedua atau ketiga, ’apa bener nih, Yayasan (Buddha Tzu Chi) mau bantu?’,” tambah Herman setelah mengingat kembali perkataan yang pernah dilontarkan Maimah yang pada saat itu masih kurang yakin dengan keseriusan Yayasan Buddha Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Dewi kini telah mampu memakai kaki palsunya sendiri. (kiri)
         - Maimah senantiasa selalu membimbing Dewi di setiap kesempatan. (kanan)

“Karena pangilan hati, saya juga pengen bisa bantu Dewi , tangung jawab secara moral juga. Walaupun hujan dan panas, tapi itu harapan buat Dewi,” ujar Herman sewaktu ditanya alasannya kenapa mau berjuang terus. Sewaktu pertama kali Dewi dibawa ke RSUP Sanglah untuk diukur kakinya oleh Ketut Wartawan, Dewi terus menolak dan menangis. “Saya rayu dan barter dengan beliin susu dan permen baru dia mau,” kata Herman mengenai kesannya.

foto  

Ket : - Inilah pondok di tambak, dimana Dewi pernah terjatuh dan tenggelam di tambak ini.

Dengan kaki barunya ini, Dewi sudah seperti layaknya anak-anak normal lainnya. Dewi sekarang sudah lebih leluasa bergerak dan bisa membantu neneknya dalam mengerjakan pekerjaan rumah, misalnya menyapu dan merapikan kamarnya. Bukan hanya itu, Dewi juga membantu neneknya memberi makan ikan di tambak. Impian Dewi untuk bisa bermain-main di Pantai Kuta, akhirnya tercapai sewaktu relawan Tzu Chi Bali membawanya ke sana. Dewi selalu mengumbar senyum. Dengan digandeng Maimah, Dewi berjalan menyusuri pantai. “Nggak, masih mau jalan !” jawab Dewi sewaktu ditanya apakah merasa kecapaian setelah berjalan sekian lama. Setelah berselang beberapa waktu, barulah Dewi duduk dan mulai menikmati matahari yang mulai perlahan-lahan tenggelam di ufuk Barat. Setelah hari mulai gelap, barulah mereka pulang. Yang menarik adalah di sepanjang perjalanan, baik menuju maupun pulang, Dewi tidak mau duduk, hanya mau berdiri. “Saya suka berdiri,” katanya. Inilah semangat seorang bocah yang tidak menyerah dengan keterbatasan fisiknya.

 

Artikel Terkait

Sukacita Warga Kelurahan Sunter Agung Mendapat Paket Sembako Tzu Chi

Sukacita Warga Kelurahan Sunter Agung Mendapat Paket Sembako Tzu Chi

04 April 2022

Sejumlah bahan pokok mengalami kenaikan harga pada bulan puasa. Karena itu dari tahun ke tahun, Tzu Chi Indonesia tak pernah absen menyalurkan paket sembako di bulan puasa guna meringankan kesulitan masyarakat kurang mampu.

Satu Juta Paket untuk Keluarga Prasejahtera

Satu Juta Paket untuk Keluarga Prasejahtera

04 Maret 2021
Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Pengusaha Peduli NKRI mulai membagikan Bantuan Sosial Peduli Covid-19 dalam rangka perayaan Imlek Nasional 2021. Gelombang pertama penyaluran bantuan ini dilakukan di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat (25/02) dan Kapuk Muara, Penjaringan, Jakarta Utara (27/02). Sebanyak 1.300 paket berupa beras 10 kg dan 20 pcs masker dibagikan kepada warga di dua wilayah tersebut.
Internasional: Mempelajari Tzu Chi

Internasional: Mempelajari Tzu Chi

05 Agustus 2010
Agustus tahun lalu, pulau itu dilanda gempa berkekuatan 8,0 skala Richter; relawan Tzu Chi pergi ke Samoa untuk membantu, dimana saat itu, FEMA datang dan baru  mengetahui tentang yayasan Buddha Tzu Chi.
Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -