Di Balik Hari Tzu Chi (Bagian 1)

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Anand Yahya, Himawan Susanto
 
 

foto Berawal dari dibangunnya gedung SMA Negeri 1 Padang, benih cinta kasih Tzu Chi terus berkembang di Kota Padang.

Masih lekat dalam ingatan, bagaimana gempa bumi berkekuatan 7,6 skala Richter mengguncang Kota Padang dan sekitarnya pada tanggal 30 September 2009 lalu. Ratusan rumah luluh lantak diguncang gempa. Belum lagi sarana dan prasarana umum seperti rumah sakit dan sekolah. Untuk gedung sekolah saja, tercatat ratusan gedung sekolah hancur dan harus sesegera mungkin direnovasi demi keberlangsungan pendidikan. Salah satunya adalah SMA Negeri 1 Padang yang terletak di Jl. Jenderal Sudirman, Padang.

Status SBI Tertunda
Saat itu, seluruh jajaran di SMA Negeri 1 Padang tengah berupaya meningkatkan status sekolah menjadi sekolah berstandar internasional (SBI). Ironisnya, upaya tersebut terhambat oleh gempa bumi yang tiba-tiba mengguncang Padang. Bangunan yang baru selesai dibangun dan dinikmati beberapa bulan lamanya luluh lantak. SMA Negeri 1 yang menjadi sekolah terbaik di Padang bahkan Sumatera Barat ini menghadapi masa-masa sulit.

Para siswa terpaksa harus belajar di dalam tenda-tenda darurat sementara, walau tidak terasa nyaman. "Oleh kepala sekolah sudah diwanti-wanti agar suasana belajar di kelas harus dirasakan sama seperti biasa," ungkap Dodi sambil mengingat-ingat. Walau begitu, Dodi mengaku cukup sulit belajar di dalam tenda. "Sebenarnya cukup terganggu dengan suara-suara orang yang lalu-lalang, dan cuaca yang panas," ujar Dody saat itu.

Walikota Padang, Fauzi Bahar yang langsung meninjau berbagai tempat pasca gempa lantas melihat betapa pentingnya keberadaan SMA Negeri 1 Padang bagi dunia pendidikan di Sumatera Barat. Maka saat Fauzi Bahar mengetahui bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi hendak membantu proses pembangunan kembali gedung sekolah di Padang, Fauzi Bahar langsung mengajukan SMA Negeri 1, dan memberikan sebidang tanah milik Pemkot Padang yang terletak di Belanti Raya sebagai lokasi baru.

foto    foto

Keterangan :

  • Tidak ada yang abadi, dalam hitungan menit gedung-gedung bertingkat luluh lantak rata dengan tanah. Selain kerugian materi, bencana gempa yang melanda Padang 30 September 2009, juga menelan banyak korban jiwa. (kiri)
  • Satu hari pascagempa, Tim tanggap darurat Tzu Chi telah tiba di Kota Padang dan bersumbangsih membantu para korban bencana. (kanan)

Perjuangan “Sekolah Baru”
Sejak muncul ide akan dipindahkannya gedung SMA Negeri 1 Padang ke Belanti Raya, beragam tanggapan muncul, baik dari pihak yang pro maupun kontra. “Perjuangan saat itu sangat berat. Saat masuk ke sekolah pada tanggal 30 September, saya sempat disorakin anak-anak,” kenang Jufril Siry, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Padang. Jufril lantas berdiskusi dengan seorang guru lain dan akhirnya mereka mendapatkan ide. Sekolah ini tidak mungkin mereka saja yang membicarakannya, itu yang terlintas di benak mereka. Maka mereka pun mengundang para pakar yang memang berkompeten di bidang masing-masing.

Mereka mengundang seorang profesor dari Universitas Andalas (Unand) Padang yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pascasarjana, Pembantu Rektor 3, dan mantan Pembantu Rektor 3 Unand Padang. Lalu mereka juga mengundang seorang ahli hukum tata negara serta seorang Dekan Fakultas Kedokteran Unand, karena banyak anak-anak SMA Negeri 1 Padang yang masuk di Fakultas Kedokteran. Mereka juga lantas mengundang mantan Dekan Ekonomi Unand dan wakil ahli sejarah dari Universitas Negeri Padang. Demikian juga seorang atase pendidikan yang sudah mengunjungi 11 negara dunia. Tidak itu saja, ahli psikologi, Dekan Fakultas teknik, Dosen Bahasa Inggris, dan Rektor Universitas Muhamadiyah juga didatangkan untuk diminta pendapatnya. Bahkan Dinas Pendidikan Nasional Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu, dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) juga turut diundang.

“Kita rembug sama-sama. Kita hadirkan wakil walikota. Di sana kita paparkan makalahnya. Jadi semua bilang sekolah ini sudah internasional. Profesor-profesor itu dari tamatan luar negeri. Nah merekalah yang membahas. Pada saat itu bangunan masih berbentuk gambar saja. Itu dilakukan setelah pemancangan. Akhirnya peserta rapat hari itu sepakat dan merekomendasikan agar menerima bantuan,” kenang Jufril Siry. Dari rembug tersebut, hasilnya kemudian disampaikan kepada publik. Mulai dari saat itulah pihak-pihak yang kontra melunak. “Banyak lika-likunya. Tidak bisa tidur nyenyak selama 3 bulan dan juga menjadi kurus, namun ini semua ada maknanya,” ungkap Jufril Siry.

foto  foto

Keterangan :

  • Bakti sosial kesehatan yang sedianya dilaksanakan tahun lalu, namun karena terjadinya gempa terpaksa diurungkan. Kini berselang 1 tahun kemudian, baksos kesehatan pun akhirnya terlaksana di Kota Padang. (kiri)
  • Di dalam gedung SMA Negeri 1 Padang yang luas inilah para calon pasien bakti sosial kesehatan Tzu Chi duduk menunggu giliran diperiksa. (kanan)

Tidak Sekadar Menerima
Belum lama ini, saat sudah menempati gedung baru, pimpinan sekolah juga mengundang semua orangtua murid. Saat itu dijelaskan kepada para orangtua bahwa Jufril Siry dapat menerima bantuan gedung baru ini setelah melalui 7 tingkatan penyelidikan. Pertama bertanya kepada Walikota Padang, Fauzi Bahar. Oleh Walikota yang sudah dari Hualien dikatakan terima saja. Kedua mereka ketemu dengan Haji Nurli. Dengannya mereka ngomong blak-blakkan. Hasil pembicaraan dengan Haji Nurli positif. Ketiga, Pak Erman (salah satu guru SMA Negeri 1 Padang) pergi ke wihara dan hasil peninjauannya positif. Keempat, mereka bertanya ke Aceh (Perumahan Tzu Chi di Aceh-red), hasilnya positif. Yang kelima mereka mengundang yang dari Bantul (Sekolah yang dibangun Tzu Chi di Yogyakarta-red), hasilnya positif. Yang keenam mereka mengundang IAIN Jakarta, hasilnya positif. “Dan yang terakhir kita berkunjung langsung melihat Tzu Chi di Jakarta. Tujuh tingkat ini yang kita lakukan. Cukup alasan kita. Yayasan ini cukup memberikan kepedulian kepada lingkungan, kepedulian kepada sesama,” jelasnya kepada para orang tua murid.

Penantian itu berakhir
Tanggal 7 Agustus 2010, penantian panjang itu berakhir saat pembangunan gedung baru SMA Negeri 1 Padang yang terletak di Belanti Raya rampung dilaksanakan. Para guru dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar mengajar di gedung baru yang lebih nyaman dan luas. “Asyik banget yah dibandingin dengan yang di Sudirman kemaren, fasilitas di sekolah Belanti ini lebih memadai dan bangunannya lebih bagus, lebih besar, dan lebih oke. Lebih mendukung kegiatan belajar. Kelasnya juga aman terlindungi,” ujar Pegi, salah satu siswa. Ia pun lantas berpesan, “Buat teman-teman kelas 3 lebih rajin belajarnya, selagi ada waktu agar masuk ke universitas yang diinginkan. Buat adik-adik kelas, mulai sekarang belajarnya mumpung masih ada banyak waktu.”

Pendapat senada disampaikan Muhammad Arya. “Gedungnya sangat luas dan mungkin paling megah di Sumbar. Gedung yang selama ini saya impikan. Kalau untuk kenyamanan sangat nyaman dan lagi untuk di dalam kelas kita bisa belajar multimedia. Tidak ada lagi alasan untuk tidak berprestasi dengan adanya sekolah yang sangat bagus ini.” Kini sudah 4 bulan gedung baru itu difungsikan dan suasana belajar pun kini telah kembali seperti sedia kala.

Bersambung ke Bagian Dua

  
 

Artikel Terkait

Belajar Menghargai Orang Lain

Belajar Menghargai Orang Lain

18 Januari 2018
Melalui tayangan video dan games, siswa-siswi Kelas Budi Pekerti Xiao Tai Yang di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun memahami betapa pentingnya mengucapkan kata tolong, terima kasih dan maaf. Tiga kata ajaib tersebut juga dapat membuat pengucapnya lebih dihargai oleh orang lain.
Mengisi Acara MPLS di Sekolah  SMK Patria Dharma

Mengisi Acara MPLS di Sekolah SMK Patria Dharma

17 Juli 2024

Relawan Tzu Chi Selatpanjang mengisi kegiatan MPLS di SMK Patria Dharma dengan menyosialisasikan pembelajaran budi pekerti dan tata krama kepada siswa-siswi.

Bedah Buku: Antibodi Batin

Bedah Buku: Antibodi Batin

23 Oktober 2015 “Inspirasi dari Para Relawan Abu Putih Menjadi Biru Putih” menjadi tema dalam kegiatan Bedah Buku yang diadakan komunitas relawan He Qi Pusat. Bertempat di Gedung ITC Lt. 6 Mangga Dua, kegiatan ini diikuti sebanyak 36 orang relawan.
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -