Di Balik Jeruji Besi

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra
 
foto

* Sejumlah narapidana etnis Tionghoa di Lapas Klas 2A Pemuda, Tangerang, merayakan Imlek bersama relawan Tzu Chi di Vihara Kusala Cetana yang berada di dalam lapas tersebut.

Setelah melewati gerbang jaga, kami satu per satu memasuki areal Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Pemuda, Tangerang. Pintu masuknya tidak terlalu lazim. Sebenarnya ada pintu besar di gerbang masuk, namun pintu besar tersebut tetap ditutup rapat. Sebagai jalan masuk, dibuatkan sebuah pintu kecil seukuran pas manusia sebagai pintu masuk. Untuk masuk pun, pembesuk harus melangkahinya. Pintu itu selalu tertutup rapat dijaga oleh seorang petugas bersenjata. Kami harus lapor kembali ke petugas lapas dan meninggalkan kartu identitas untuk kemudian diganti dengan tanda pengenal khusus untuk pengunjung. Kami juga ditandai khusus dengan dua buah stempel pengunjung di lengan kami.
Merayakan Imlek di Balik Jeruji
Melangkah ke dalam komplek penjara, aura yang kami rasakan langsung berubah, benar-benar sangat berbeda dibandingkan di luar komplek penjara. Aura yang kami rasakan sangat tidak nyaman dan menegangkan. Ini masih ditambah dengan tercurahnya tatapan mata para narapidana ke kami dengan sorot mata tajam dan menyelidik.

Sabtu siang itu, 24 Januari 2009, 18 relawan Tzu Chi mengunjungi lapas tersebut untuk berbagi kebahagiaan di Hari Raya Imlek. Dua hari lagi, setelah kunjungan ini adalah Hari Raya Imlek, sehingga relawan berbagi kebahagiaan Imlek dengan para narapidana—terutama dari etnis Tionghoa yang merayakan Imlek. Mereka seharusnya merayakannya dengan keluarga masing-masing, namun dinding penjara menghalangi mereka.

Relawan Tzu Chi mengajak para narapidana untuk tetap berbahagia melewati hari raya, meskipun dari balik jeruji besi. Di Vihara Kusala Cetana yang berada di dalam komplek lapas, 28 narapidana etnis Tionghoa berkumpul. Relawan mengenalkan Tzu Chi, menonton video ceramah Master Cheng Yen, dan bersama-sama menyanyikan lagu isyarat tangan Tzu Chi. Relawan juga membagikan angpau kepada para narapidana. “Ini (angpau –red) satu simbolis bahwa Master Cheng Yen bagi ke semua orang supaya kita mendapat satu kebijaksanaan. Angpau ini simbol persatuan, kita adalah sama,” jelas Lu Lian Chu, relawan yang juga ketua Tzu Chi Tangerang.

foto  foto

Ket : - Pintu jaga lapas agak sedikit berbeda dengan pintu pada umumnya. Sebenarnya merupakan pintu gerbang
           yang besar, namun dilubangi pas seukuran manusia agar lebih aman terutama jika ada narapidana yang
           melarikan diri. (kiri)
         - Meski mendekam di balik jeruji besi, para narapidana ini masih memiliki benih cinta kasih yang bisa
           dipupuk. Itulah keyakinan para relawan Tzu Chi sehingga berbagi kebahagiaan Imlek dengan mereka.
           (kanan)

Meskipun mereka adalah orang-orang yang terpinggirkan dari kehidupan masyarakat akibat melakukan tindak kriminal, namun relawan Tzu Chi tetap menganggap mereka sebagai insan yang masih memiliki cinta kasih. “Siapapun yang merangkul (membantu–red) orang (lain) dinamakan Bodhisattva,” pesan Lu Lian Chu kepada para napi. Lu Lian Chu berpesan agar kelak selepas bebas dari hukuman, para narapidana dapat mempraktikkan cinta kasih.

“Aduh Pahit. Kapok Deh
Lapas Tangerang dihuni oleh lebih dari 3.000 narapidana yang menempati 6 blok. Tiap kamar tahanan rata-rata dihuni oleh 8 orang. “Rata-rata kasus narkoba,” jelas Christian, salah satu terpidana mati kasus narkoba yang sudah setahun lebih dibui. Ia terlihat sangat disegani oleh para napi lain sesama etnis Tionghoa.

Tidak semua narapidana yang dibui di situ karena merupakan pemakai atau pengedar narkoba. Anton misalnya, pemuda 23 tahun ini ditangkap polisi ketika sedang mengojek di daerah Jelambar, Jakarta Barat tahun 2007. Sialnya, yang membonceng adalah seorang pecandu yang sedang membeli narkoba. Sebenarnya waktu itu ia tahu bahwa penumpangnya tersebut akan membeli narkoba. Namun ia tidak menampik penumpang tersebut karena ia sedang mengejar setoran untuk melunasi kredit motornya. Usai transaksi, pembeli tersebut mendapat bonus yang kemudian dipegangkan oleh Anton. Malang, tiba-tiba polisi menggerebek mereka dan Anton pun terlanjur sedang memegang barang haram tersebut. Tuduhan terhadapnya makin sulit dielak, karena sebelumnya Anton juga seorang pecandu. Ketika itu sebenarnya ia telah insyaf sekitar 3 bulan.

foto   foto

Ket : - Relawan memeragakan isyarat tangan di depan para napi. Setelah memperhatikan gerakan relawan, para
           napi pun akhirnya ikut memeragakannya. (kiri)
         - Angpau yang diberikan relawan Tzu Chi merupakan pertanda bahwa setiap orang adalah sama. Setiap
           orang adalah satu keluarga, walaupun dipisahkan oleh jeruji besi. (kanan)

“Aduh pahit. Kapok deh,” ucapnya ketika ditanya kesannya selama dibui. Ia juga bercerita pada awal masuk sel Blok C No 2, ia dipukuli oleh penghuni lama hingga badannya serasa remuk. Ini adalah Imlek kedua yang ia lewati di penjara.

Sudah hampir setengah jalan, tepatnya 21 bulan, Anton menjalani masa tahanannya dari seharusnya 48 bulan. Untunglah keluarganya tidak mengasingkannya, bahkan kini mereka sedang berusaha mengurus potongan bersyarat (PB) agar masa tahanan Anton bisa berkurang. “Pengin nyenengin orangtua,” cita-cita Anton kelak jika telah bebas.

 

Artikel Terkait

Internasional : Liputan The Wall Street Journal

Internasional : Liputan The Wall Street Journal

01 April 2010
Pada bagian akhir artikelnya, ditulis pendapat salah seorang relawan Tzu Chi Indonesia Chen Fengling yang mengatakan,”Ini adalah suatu keharusan.” Dan yang menjadi suatu yang patut dipuji yakni sebuah budaya kemanusiaan dari Tzu Chi itu sendiri.
Menanti Celengan Bambu

Menanti Celengan Bambu

07 April 2014 Menurut Akuang, bersumbangsih telah membuatnya merasa bahagia, merasa memiliki arti, dan satu-satunya cara untuk berucap bersyukur. “Sulit saya katakana, tapi dari hati saya memang ingin bersumbangsih.
DAAI TV, Aliran Jernih Mencerahkan Dunia

DAAI TV, Aliran Jernih Mencerahkan Dunia

19 Agustus 2014 Tzu Chi Kantor Cabang Medan mengadakan sebuah acara buka puasa bersama dan merayakan hari Ulang tahun DAAI TV Medan yang ke-7 bersama para relawan muslim khususnya dan kru DAAI TV Medan.
Keharmonisan organisasi tercermin dari tutur kata dan perilaku yang lembut dari setiap anggota.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -