Di Tengah Kepasrahan

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto
 
 

foto
Turima menerima bukti tanda terima dari celengan bambu yang telah ia kumpulkan untuk Tzu Chi dari relawan Tzu Chi.

Saya pernah membaca kisah tentang wanita yang membelah batu karang unuk mengalirkan air, wanita yang menenggelamkan diri belasan tahun sendirian di tengah rimba untuk menyelamatkan beberapa keluarga orang utan, atau wanita yang berani mengambil resiko tertular virus ganas demi menyembuhkan penyakit seorang anak yang sama sekali tak dikenalnya nun jauh di Somalia. Di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat, saya bertemu dengan wanita yang memiliki keberanian semacam itu.

Ia adalah Turima Pasaribu (38) atau yang akrab disapa dengan Turima. Turima dahulu adalah seorang guru yang mengajar di Sekolah Dasar Negeri di Kota Medan. Sejak tahun 1998, ia telah mengabdikan hidupnya untuk mengajar murid-murid kelas 3 dan 4 sekolah dasar. Turima yang hanya seorang lulusan SMA, tanpa pendidikan khusus di bidang pendidikan justru berhasil memberikan prestasi yang baik dalam hal mengajar. Karena kecintaannya terhadap anak-anak itulah yang membuat ia kembali dipercaya untuk mendidik anak-anak kelas 1 dan 2 sekolah dasar. “Rasanya ada suatu kebanggaan di dalam hati jika melihat anak yang kita didik berkembang dengan baik. Dari yang tadinya nggak tahu apa-apa menjadi tahu dan cerdas,” terang Turima. Hingga pada tahun 2003, penyakit nyeri pada tulang belakang yang telah menggerogoti dirinya sejak tahun 1999 membuatnya terpaksa harus menyerah dan mengundurkan diri dari profesi yang sangat ia sukai ini. Karena dirinya sudah tidak dapat beraktivitas dengan baik, ia kini harus ditopang oleh sebuah tongkat untuk dapat berjalan.

Satu per satu tempat pengobatan alternatif ia kunjungi. Mereka mendiagnosis Turima menderita syaraf terjepit, tetapi penyakit yang menggerogoti tubuhnya ini tidak juga kunjung sembuh. Tidak hanya capek hati tetapi juga capek biaya. Mungkin hal ini jugalah yang membuat suaminya tega untuk meninggalkan dirinya dan putri semata wayangnya, Sanilawati (14).

Tulang Punggung Keluarga
Sepeninggal suaminya, Turima hanya dapat mengandalkan dirinya sendiri untuk menafkahi hidup ia dan Sani, putrinya. Dimulai pada pukul 03.00 pagi, ia sudah harus bangun untuk meramu dan memasak makanan yang akan dijual. Walaupun mengalami keterbatasan fisik, ia tidak pantang menyerah. Ia merambat secara perlahan dengan berpegangan pada dinding untuk berjalan. Setelah dua jam berkutat di dapur, masakan pun siap dan dengan dibantu oleh Sani, mereka berjualan di sebuah sekolah di dekat rumah mereka tinggal. Pada masa itu, Turima merasa sangat beruntung, karena ada Sani yang terus menemaninya, sehingga semangat untuk terus berjuang terus muncul di dalam diri Turima.

Pada tahun 2012, Hosniar, adik Turima mengajak Turima dan Sani untuk tinggal bersamanya di Batam, karena ia tidak tega melihat Turima dan Sani yang sudah tidak punya tempat usaha lagi karena terkena normalisasi. Sebelum berangkat ke Batam, Turima sempat meminta kepada anaknya untuk tinggal bersama mantan suaminya. Karena Turima yakin di sana pendidikan Sani lebih terjamin. Tetapi Sani menolak. Sani pun berkata kepada Turima.  “Saya sayang mama dan papa. Jadi tidak mungkin saya tega meninggalkan mama dalam kondisi seperti sekarang. Masih pantaskah saya disebut sebagai manusia jika mama seperti ini. Biar pun tidak bersekolah juga tidak apa-apa,” cerita Turima sambil berkaca-kaca, terharu mendengar ungkapan dari buah hatinya.  Beruntung, adiknya berkenan untuk membantu biaya pendidikan Sani. Beban dan rasa bersalah, tidak dapat menafkahi Sani di dalam hatinya pun sudah mulai berkurang.

Untuk tidak membebani keluarga Hosniar, Turima pun juga berupaya untuk mencari pemasukan tambahan untuk dirinya dan biaya jajan Sani. Turima kembali membuat makanan kecil untuk ia titipkan di beberapa warung terdekat.

foto   foto

Keterangan :

  • Relawan Tzu Chi Batam saat mengunjungi dan melakukan survei mengenai kondisi Turima di rumah Hosniar, adik Turima (kiri).
  • Kondisi rumah Turima yang sangat sederhana (kanan).

Kian hari, penyakit Turima semakin parah. Kedua kakinya semakin lama semakin membesar. Melihat hal demikian, Hosniar mengajak Turima untuk berobat ke Puskesmas di Batam. Dari pemeriksaan di Puskesmas, ia dirujuk ke RSUD di Batam. Di RSUD inilah Turima di ketahui menderita penyakit TB Tulang. Dokter Adam yang memeriksanya mengatakan jika Turima bisa sembuh jika menjalani operasi. Mendengar kata ‘operasi’ ini, Turima semakin merasa pasrah. Kemana lagi ia harus mencari biaya untuk menyembuhkan penyakitnya yang tidak kunjung sembuh. Bila meminjam uang lagi dari Hosniar, ia tidak tega karena adiknya sendiri juga  memiliki tangggungan hidup anaknya. Akhirnya dengan putus asa ia berkata pada dr Adam. “Dok , suntik mati saja saya. Saya sudah tidak punya biaya lagi untuk berobat,” ucapnya pada dr Adam. Melihat Turima yang sudah sangat putus harapan, dr Adam pun menyarankan Turima untuk meminta bantuan ke Tzu Chi Batam.

Jalan Kesembuhan
Berdasarkan informasi dari dr. Adam tersebut, Turima ditemani oleh Hosniar berangkat ke Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Perwakilan Batam. Setelah permohonannya diterima, Turima kembali menjalani pemeriksaan di rumah sakit dan melengkapi berkas-berkas untuk dirujuk berobat di Jakarta. Pada bulan Oktober 2012, Turima pun berangkat ke Jakarta untuk berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Di RSCM, setelah menjalani beberapa pemeriksaan baru diketahui jika dulu selama menjalani pengobatan alternatif, sel-sel tulangnya perlahan-lahan di makan habis oleh bakteri TB yang dideritanya. Mendengar penjelasan tersebut, Turima langsung merasa down. Setiap hari ia bertanya kepada tim medis yang merawatnya kapan ia akan dioperasi. Ia takut jika dibiarkan lama, penyakitnya akan semakin parah. Para tim medis yang mengetahui kegelisahan Turima selalu dengan sabar menenangkan dirinya. Setelah menjalani beberapa terapi, Turima akhirnya menjalani operasi pada tanggal 5 Maret 2013 di RSCM. Hal ini pun membuatnya semakin tenang. 

Ketika selesai menjalani operasi, tubuh Turima merasa sangat lemah. “Untuk menggerakkan tangan saja, saya sampai harus dibantu oleh orang lain. Perawat di sana juga selalu bilang ke saya jika memang setelah operasi biasanya tubuh memang akan lemas untuk beberapa hari,” terang Turima. Bahkan ketika akan pulang ia harus digotong oleh relawan. “Waktu gotong berat banget,” terang Hok Cun, relawan Komite Tzu Chi sambil tersenyum sengaja menggoda Turima. Mendengar penjelasan tersebut Turima pun beralasan jika sekarang ia sudah dapat berjalan dibantu dengan walker. Setiap pagi ia sudah dapat berjalan mengeliling lapangan basket sebanyak 3 kali. Mendengar hal tersebut, Hok Cun mengingatkan Turima untuk bersyukur karena dirinya kini dapat mulai berjalan, begitu juga dengan pen yang ditanamkan di tulang belakangnya tidak mengalami komplikasi seperti pasien lainnya. Mendengarnya, Turima pun mengganggukkan kepalanya. Bila tidak ada aral melintang, selama 25 tahun ke depan, pen (penyangga tulang) ini baru akan diganti.

Selama berobat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), ia tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat. Nyaris 12 bulan lamanya ia tinggal di perumahan ini. Selama tinggal di sini (Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi), relawan Tzu Chi kerap datang memberinya semangat dan mengajaknya untuk beraktivitas serta berjalan-jalan melepas kebosanan. “Pada awalnya kita diajak ke kantor yayasan (Tzu Chi) yang di PIK, lalu ikut kegiatan pelestarian lingkungan, yang terakhir ada jalan-jalan ke monas, tapi saya tidak ikut karena habis operasi. Pokoknya mereka (relawan) datang kasih semangat lha ke saya,” ujar Turima sembari tersenyum.  

Perasaan diterima dan dijaga seperti keluarga selama menerima pengobatan di Tzu Chi, membuat hati Turima terasa hangat dan perasaan ini juga ia ceritakan kepada saudara-saudaranya terutama mengenai semangat celengan bambu. Turima pun mengimbau mereka juga dapat turut menyisihkan uang belanja mereka sehari-hari untuk menolong orang yang kurang mampu. Mendengar kabar baik ini, Robinah, kakak Turima yang tinggal di Jakarta juga turut tersentuh. Apalagi setelah mendengar relawan Tzu Chi Batam sedang mengupayakan bantuan pendidikan bagi Sani di Batam. “Dek, cukup kau sajalah yang dibantu Tzu Chi, biar Sani saya yang tanggung biaya sekolahnya,” ujar Robinah. Mendengar kabar baik ini, Turima semakin berbahagia. Tidak hanya penyakitnya sudah mulai terobati dan menunjukkan perubahan baik, tetapi kehidupan Sani juga akan lebih terjamin karena Sani akan mengenyam pendidikan di Jakarta.

 Kini sudah 2 kali, Turima berhasil mengumpulkan celengan bambu yang diberikan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Setiap kali mencelengkan uang, dirinya merasakan perasaan bahagia yang tak terhingga. Meskipun dirinya kurang mampu dan masih membutuhkan bantuan, tetapi ia masih dapat berdonasi biarpun itu dalam nominal kecil.  Kini, pengobatan yang dijalaninya juga telah hampir selesai, Turima pun telah dapat kembali ke rumahnya, berkumpul bersama sanak saudara dan melanjutkan hidupnya.  Menghargai setiap waktu yang ada untuk hal yang bermanfaat.

Melihat perjuangan Turima yang begitu gigih dan teguh dalam menghadapi keterbatasan-keterbatasan, dan memperjuangkan nafkah bagi dirinya dan Sani. Membuat diri ini merasa salut, sebab banyak orang di dunia ini begitu menghadapi sebuah kendala mereka memilih melarikan diri ataupun mengakhiri hidupnya. Tetapi Turima, yang bertubi-tubi mengalami cobaan  tetap kuat sekuat batu karang untuk Sani dan dirinya sendiri. 

  
 

Artikel Terkait

636 Bingkisan Imlek untuk Warga Prasejahtera

636 Bingkisan Imlek untuk Warga Prasejahtera

17 Januari 2020
Sebanyak 636 warga prasejahtera menerima bingkisan Imlek dari Tzu Chi Makassar. Bingkisan tersebut diperuntukkan bagi anak yatim maupun piatu, janda, lansia, dan masyarakat prasejahtera di wilayah Makassar.
Banjir Jakarta: Mengungsi di Tzu Chi Center

Banjir Jakarta: Mengungsi di Tzu Chi Center

20 Januari 2013
Heni bersama putri dan saudarinya baru tiba di Tzu Chi Center Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara sekitar pukul 3 dini hari. Ia adalah salah seorang warga dari Kampung Muara Baru. Pada hari Kamis pagi 17 Januari, air mulai masuk ke kampung Muara yang terletak persis di belakang bendungan Pluit, Jakarta Utara.
Pembagian Kupon dan Paket Cinta Kasih di Kamal Muara

Pembagian Kupon dan Paket Cinta Kasih di Kamal Muara

27 Maret 2024

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Tzu Chi Indonesia membagikan kupon sembako bagi warga prasejahtera di wilayah Kamal Muara. Kupon ini nantinya dapat ditukarkan dengan paket sembako berisi 10 Kg beras dan 20 bungkus mi instan.

Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -