Dibesarkan dengan Kasih, Dididik Agar Mandiri

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra
 
foto

Anak-anak Panti Asuhan Yayasan Kasih Mandiri memeragakan isyarat tangan 'Satu Keluarga' ketika relawan Tzu Chi mengunjungi panti asuhan tersebut.

Enam mobil relawan Tzu Chi tidak datang bersamaan ketika mengunjungi Panti Asuhan Yayasan Kasih Mandiri (YKM) di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Semula mereka berjalan beriringan namun di tengah perjalanan akhirnya terpencar. Beberapa diantaranya malah sempat tersasar. Maklum, lokasi panti asuhan tersebut berada di tengah komplek perumahan dan akses jalan menuju ke sana berupa jalan kecil yang membelah komplek perumahan tersebut. Apalagi para relawan yang berjumlah 36 orang tersebut berasal dari komunitas relawan (He Qi) barat yang kebanyakan berasal dari Jakarta Barat dan Tangerang yang tidak terlalu familiar dengan wilayah Depok.

Mereka berangkat dari RSKB Cinta Kasih Cengkareng pukul 1 siang dan baru tiba di YKM sekitar pukul 4 sore. Sesampai YKM, mereka langsung mengajak anak-anak panti asuhan untuk bermain, bernyanyi, dan membagikan hadiah.

Anak-anak dibagi dalam 4 kelompok menggunakan nama-nama binatang, yaitu: ayam, anjing, kucing, dan kambing. Dalam tiap kelompok dipilih satu orang untuk menjadi ketua kelompok yang bertindak sebagai “induk”. Ketua-ketua kelompok tersebut selanjutnya diminta untuk menirukan suara binatang sesuai nama kelompok masing-masing. Aturan mainnya adalah tiap anggota kelompok tersebut diminta mencari “induk” masing-masing namun dengan mata ditutupi kain hitam. Sang “induk” hanya berdiri diam sambil menirukan suara binatang sesuai nama kelompoknya. “Pesan dari permainan ini adalah melatih kerja sama,” jelas Suparman, relawan Tzu Chi setelah permainan selesai.

Ternyata anak-anak tersebut sangat hafal lagu Tzu Chi Satu Keluarga dan juga bisa memeragakan isyarat tangannya. Ini terlihat seusai acara permainan, relawan mengajak mereka bernyanyi bersama. Uniknya, mereka membawakan lagu tersebut dengan irama yang agak berbeda dengan irama asli lagu tersebut. Irama yang mereka bawakan mengalun dan khas anak-anak.

Heru yang berusia 5 tahun kemudian memberanikan diri untuk menyanyikan lagu Satu Keluarga seorang diri di hadapan teman-temannya dan para relawan. Dengan penuh percaya diri, ia menyanyi ditemani oleh Suparman yang memegangi mikrofon. Sebagai hadiah dari keberaniannya, relawan memberi Heru sebuah meja belajar lipat bergambar Spiderman. Melihat Heru mendapat hadiah karena berani menyanyi di depan, anak-anak yang lain langsung berebut untuk menyanyi berharap dapat hadiah juga. Salah satunya adalah Maria yang masih berumur 3 tahun.

Selain mengajak anak-anak bermain bersama, relawan juga membawa bantuan berupa miyak goreng 6 liter, sabun cuci 5 kg, dan jelly 100 buah, serta mainan dan meja belajar lipat.

foto  foto

Ket : - Heru dengan berani dan penuh kepercayaan diri menyanyikan lagu 'Satu Keluarga' seorang diri di hadapan
           teman-temannya dan relawan Tzu Chi. (kiri)
         - Meskipun belum bisa membaca, Maria sangat senang menerima hadiah meja belajar lipat karena dihiasi
           gambar-gambar hewan yang lucu. (kanan)

Menemukan Kembali Sekolah
Beberapa anak panti asuhan ini tinggal di YKM karena tidak mampu melanjutkan sekolah. Catherine misalnya. Pada tahun 2001 ia diajak meninggalkan kampung halamannya di Kupang, Nusa Tenggara Timur oleh kakaknya untuk merantau ke Jakarta. Ketika itu ia berharap bisa meneruskan kembali sekolahnya. Namun kakaknya tidak sanggup membantu sampai akhirnya ia bertemu dengan YKM dan mendapatkan bantuan biaya pendidikan. “Sekarang saya sudah lulus, diminta Suster untuk membantu adik-adik di sini. Selesai itu baru saya keluar,” terang Catherine.

Anak-anak yang telah selesai dibantu memang tidak langsung meninggalkan panti yang berdiri pada tanggal 31 Juni 1995 ini karena diperbantukan untuk mengurus anak-anak yang lebih kecil. YKM saat ini memiliki 2 rumah penampungan. Satu di Cimanggis yang untuk anak prasekolah dan SD yang dihuni oleh 35 anak, dan satu lagi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan untuk anak SMP hingga kuliah dan beberapa bayi, totalnya berjumlah 70 orang.

Anak-anak tersebut berasal dari berbagai latar belakang suku dan agama. “Yang menempati Yayasan Kasih Mandiri adalah anak jalanan, anak-anak terlantar, dan anak-anak dari keluarga kurang mampu,” ujar Suster Clemensitas, koordinator YKM. Menurutnya, meskipun YKM dikelola oleh yayasan Katolik, namun anak-anak tersebut diberi kebebasan untuk beribadah sesuai agamanya masing-masing. Malah sebagian besar anak beragama Islam.

YKM merawat dan menyekolahkan mereka yang tersebar di beberapa sekolah di sekitar panti. “Di sini enak banyak temannya. Disekolahin, dikasih makan. Saya mengucap syukur sekali kepada Tuhan. Saya merasa orang yang paling beruntung di dunia,” ujar Lia.

foto  foto

Ket : - "Kata kuncinya adalah kesabaran," ujar Suster Clemensitas tentang kiatnya mendidik anak-anak panti
           asuhan YKM. (kiri)
         - Catherine datang ke Jakarta dari Kupang untuk agar bisa melanjutkan sekolah. Akhirnya cita-citanya itu
           ia raih atas bantuan YKM. (kanan)

Mandiri Sejak Kecil
Sesuai namanya, YKM mendidik anak-anak dengan pendekatan kasih dan kemandirian. “Kasih, membesarkan atau memperhatikan mereka dengan kasih. Mereka dididik untuk mandiri, bertanggung jawab, disiplin dengan waktu,” terang Suster Clemensitas. Setiap hari anak-anak harus bangun pukul setengah lima pagi. Lantas, mereka menyiapkan sendiri keperluan sekolah, makan pagi, dan membersihkan panti.

Mereka juga diajarkan untuk menghargai pemberian donatur, salah satunya adalah dalam hal makan dan minum. “Makanan ngga boleh ada satupun nasi sisa di piring, minuman ngga boleh sisa air di gelas. Harus dihabiskan. Kita mau menghargai yang memberi, yaitu dari Tuhan dengan tangan-tangan para donatur. Juga menghargai kakak-kakak yang memasak,” jelas Suster Clemensitas yang telah 4 tahun mengurus YKM. Menurutnya, mengurus anak-anak yang kehilangan figur ayah dan ibu adalah pekerjaan yang sulit, namun ia melakukannya dengan cara memberi perhatian kepada mereka dan melakukan pendekatan. “Kata kunci untuk menghadapi mereka adalah sabar,” ungkapnya.

 

Artikel Terkait

Tekad untuk Tidak Menciptakan Karma Buruk

Tekad untuk Tidak Menciptakan Karma Buruk

27 Januari 2021

Relawan Tzu Chi Pekanbaru menyelami dan memeragakan Sutra Pertobatan Air Samadhi pada acara Pemberkahan Akhir Tahun 2020, Minggu, 24 Januari 2021.

Gempa Lombok: Kearifan Lokal

Gempa Lombok: Kearifan Lokal

18 Juli 2013 Demikian juga yang disampaikan oleh relawan Tzu Chi yang selama lebih kurang tiga hari telah melakukan survei dan koordinasi dengan pihak pemerintah setempat, bahwa kebutuhan warga berupa bantuan mendirikan rumah.
Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -