Dimulai dari Kita

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 

fotoPara relawan Tzu Chi bersama dengan Kepala Sekolah Dinamika Indonesia, disaksikan anak-anak Sekolah Dinamika Indonesia melakukan peletakan batu pertama pemasangan paving blok di area bermain sekolah mereka.

Tanah lapang di depan gedung tempat anak-anak Sekolah Dinamika Indonesia bermain itu terlihat sangat luas. Jika dibandingkan dengan lahan di sekitarnya, mungkin tak seorang pun mengira jika sekolah yang berdiri cukup megah bantuan dari Kedutaaan Besar Jepang itu terletak tepat di jantung Tempat Pembuangan Sampah Akhir Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Di sekitar tempat inilah, ratusan truk besar hilir mudik setiap hari mengangkut sampah yang dihasilkan oleh warga Ibukota Jakarta.

Air itu Penting
Hari Sabtu pagi, 26 Februari 2011 ada suasana yang cukup berbeda di Sekolah Dinamika Indonesia itu. Di halaman depan tempat anak-anak biasa bermain, terdapat tumpukan paving block dan gundukan pasir. Belum lagi di depan gedung sekolah, bangku-bangku yang biasanya tertata di dalam kelas kini sudah bertumpuk rapi di luar gedung. Di dalam ruang kelas, anak-anak tampak asyik bercengkerama di antara mereka. Suara hiruk-pikuk terdengar begitu keras. Di antara kumpulan anak-anak yang bercengkerama, terselip beberapa relawan Tzu Chi yang rupanya sedang berkunjung ke sekolah itu.

Hari itu, relawan Tzu Chi hendak memberikan bantuan pemasangan paving block untuk halaman di depan gedung sekolah. Jika biasanya para guru khawatir dengan keamanan anak-anak saat bermain kini dengan adanya paving block rasa khawatir mereka sedikit berkurang. Apalagi di dekat tembok juga nantinya akan ditanami pepohonan bambu agar daerah itu makin hijau, dan burung-burung pun tak sungkan hinggap di dahan-dahannya. Tepat pukul 09.00 WIB, acara simbolis pemasangan paving block dimulai. Nasrudin, Kepala Sekolah Dinamika Indonesia dalam kesempatan itu mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang telah membantu pemasangan paving block sehingga anak-anak dapat bermain dengan aman di sekolah.

Sementara itu, Agus Rijanto mewakili relawan Tzu Chi yang hadir mengatakan kepada para hadirin bahwa digunakannya paving block untuk menutup tanah lahan bermain anak-anak karena air hujan yang turun nantinya tidak akan kemana-mana. “Air akan masuk ke dalam tanah ini dan itu adalah salah satu praktik nyata pelestarian lingkungan. Air menjadi terserap dan dapat dipakai lagi. Tahu adik-adik?” tanyanya. “Tahu,” jawab anak-anak serentak. Dalam kesempatan itu, Agus Rijanto juga berharap mudah-mudahan ke depan kita semua mempunyai masa depan yang lebih baik. “Rajin-rajin sekolah dan berbakti kepada orang tua. Sekolah ini maju terus dan sejahtera semuanya,” Agus Rijanto berharap.

foto  foto

Keterangan :

  • Agus Rijanto Shixiong menjelaskan kepada anak-anak Sekolah Dinamika Indonesia mengapa paving blok yang digunakan untuk merapikan halaman sekolah mereka. "Agar air bisa masuk kembali ke dalam tanah," demikian kata Agus Rijanto. (kiri)
  • Dengan sukacita anak-anak ini mengangkat satu demi satu paving blok yang akan dipergunakan untuk melapisi tanah halaman bermain sekolah. (kanan)

Rohman, siswa kelas 5 yang ayah dan ibunya berprofesi sebagai pemulung, mengaku senang dengan adanya acara ini. Apalagi pada saat itu Paman Dongeng dari DAAI TV juga sempat menghibur mereka. “Rame. Dapet pulpen dari mbak (staff DAAI TV). Paman Dongengnya lucu, nyanyi-nyanyi,“ kata Rohman yang ikut terus melanjutkan sekolah ini. Meski ayah dan ibunya pemulung, Rohman ternyata tidak mengikuti jejak kedua orang tuanya. “Pengen sekolah terus dan jadi pemadam kebakaran. Mau nolongin orang. Sekolah enak, mulung ngga mau, lebih penting sekolah,” pungkasnya polos.

Bukan untuk Diwariskan
Dalam sesi wawancara, Agus Rijanto menegaskan bahwa pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi, Master Cheng Yen sangat mementingkan apa yang disebut dengan pendidikan anak-anak. Anak-anak itu harapan suatu bangsa. Ia juga memaparkan kepada para guru di sekolah ini untuk mengingatkan para orang tua murid bahwa profesi pemulung ke depan bukanlah profesi yang menjanjikan lagi. “Profesi pemulung ke depannya tidak lagi memiliki harapan karena pada saat ini sudah banyak pihak yang menggalakkan pentingnya pelestarian lingkungan sehingga nanti ke depannya sampah-sampah yang ada di TPA adalah sampah yang tidak bisa diambil lagi hasilnya,” tuturnya. Oleh sebab itu, Agus Rijanto berharap para siswa di sini ke depannya bisa mendapatkan keahlian dasar sehingga tidak lagi menjadi pemulung.

Sekilas Yayasan Dinamika Indonesia
Hadirnya, Yayasan Dinamika Indonesia (YDI) di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Bantar Gebang Bekasi bukanlah sesuatu yang baru karena telah dimulai sejak tahun 1995. Pada saat itu, Yayasan Dinamika Indonesia dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) bekerja sama mengadakan program dalam kerangka kerja penghapusan pekerja anak. Mereka melakukan survei dan mengindentifikasi kegiatan seperti apa yang dapat dilakukan agar anak tidak memulung dan mengikuti jejak profesi orang tua mereka sebagai pemulung di TPSA Bantar Gebang. Usai survei, YDI dan ILO lantas menyediakan sebuah gubuk panjang semi permanen yang dijadikan sebagai tempat belajar. Untuk menarik perhatian anak, mereka memberikan uang sebesar seribu rupiah setiap kali mereka bersekolah. Uang itu untuk mengganti uang penghasilan memulung mereka. “Dahulu tidak banyak seperti ini. Sekitar 25-30 anak saja,” kata Nasrudin, “Proses memberikan uang itu kemudian secara perlahan diubah menjadi gratis biaya pendidikan.”

foto  foto

Keterangan :

  • Ratusan anak dibuat terkesima dengan cerita dan penampilan apik Paman Dongeng yang dapat juga disaksikan di DAAI TV ini. (kiri)
  • Sebelum pulang, relawan Tzu Chi juga mengajari anak-anak isyarat tangan lagu Satu Keluarga. (kanan)

Beragam tantangan dihadapi YDI di awal-awal berdirinya, dari anak-anak yang malas bersekolah, tidak ingin belajar, dan hanya mau bermain saja hingga tidak adanya motivasi dari para orang tua murid akan pentingnya pendidikan bagi anak. Maka YDI pun terus-menerus membangun paradigma bahwa sekolah itu penting. Pendidikan itu penting untuk masa depan dan investasi mereka.

Tahun 2010, YDI kemudian mendapatkan bantuan dari Kedutaan Jepang berupa pembangunan gedung sekolah di tanah seluas 410 m2 dari lahar seluas 1.116 m2 yang dimilikinya. Kini 262 anak yang terbagi dalam 6 tingkatan bersekolah di YDI. Tidak hanya itu, YDI juga telah memiliki Sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terletak di lokasi yang berbeda. Meski berstatus sekolah gratis, lulusan dari YDI diakui secara resmi oleh Departemen Pendidikan Nasional. “Resmi diakui dan berkoordinasi dengan Diknas Pendidikan Bekasi,” pungkas Nasrudin. Bagaimana dengan lulusannya? Ternyata mereka tidak kalah dengan anak-anak dari sekolah umum lainnya. “Untuk masuk ke SMP lain mereka juga mampu bersaing,” tuturnya bangga.

  
 

Artikel Terkait

Mengenal Lebih Jauh Tzu Chi

Mengenal Lebih Jauh Tzu Chi

23 Februari 2017
Senin, 20 Februari 2017 Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Penghubung Biak menerima kujungan tujuh mahasiswa yang berasal dari Kyadiren STIH Biak, Aperik Biak dan Yapis IISIP Biak. Kegiatan kunjungan yang berlangsung secara kekeluargaan ini bertujuan untuk lebih mengenal Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Saya Semangat, Saya Bahagia

Saya Semangat, Saya Bahagia

16 Juli 2014 Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, kantor penghubung Pekanbaru telah menggelar acara buka bersama dan pembagian amal. Dalam sesi acara ini, penerima bantuan diberikan kesempatan untuk menceritakan kisah hidupnya agar dapat dijadikan inspirasi bermanfaat bagi orang lain.
Berbagi Kasih Di Hari Ibu

Berbagi Kasih Di Hari Ibu

19 Juni 2013 Bersikap hormat, menjaga, dan merawat orang tua juga merupakan cara untuk berbakti dan mencintainya. Dengan mencuci kaki ibu menunjukan bahwa kita menghormatinya. Sosok ibu begitu mulia dan luar biasa hingga wajar saja ada istilah surga berada di telapak kaki ibu.
Kekuatan akan menjadi besar bila kebajikan dilakukan bersama-sama; berkah yang diperoleh akan menjadi besar pula.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -