Doa yang Terjawab
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto * Untuk menentukan pasien penderita katarak atau minus biasa, tim medis dan relawan Tzu Chi mengecek fungsi penglihatan dan memeriksa kedua mata calon pasien baksos kesehatan. | “Itu kelihatan nggak, Bu?” tanya Zr Suasana pada wanita paruh baya di depannya. Sambil tetap memegang tangan yang menutup mata kirinya, mata kanan wanita itu menatap lurus ke tangan relawan Tzu Chi di depannya. Wanita itu kemudian mengangguk dengan yakin. Zr Suasana pun memberi aba-aba kepada relawan untuk mundur 2-3 langkah. “Kalau itu kelihatan?” pancing Zr Suasana. Wanita itu mengangguk kembali. Setelah memeriksa kedua bola matanya, Zr Suasana berkesimpulan, “Mata ibu nggak papa, bagus nggak ada katarak. Ibu cuma butuh kacamata aja.” Setelah mendapat penjelasan itu, si ibu pun keluar ruangan dan tidak lagi memerlukan pemeriksaan lanjutan. |
Pentingnya Screening Selasa, 14 Oktober 2008, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Korps Brigade Mobil (Brimob) –pasukan elit Kepolisian RI– mengadakan screening (pemeriksaan medis untuk menentukan layak atau tidaknya kondisi pasien dioperasi) bagi calon pasien baksos kesehatan mata di Klinik Brimob, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok. Baksos ini sendiri rencananya akan diadakan pada tanggal 25-26 Oktober 2008 untuk menyambut HUT ke-63 Brimob, yang jatuh pada tanggal 14 November 2008. “Tapi kalau jumlah pasiennya membengkak, bisa jadi baksosnya dah dimulai dari tanggal 24,” kata Eva Wiyogo, koordinator baksos kesehatan mata Tzu Chi. Menurut Eva, jumlah calon pasien di-screening pada hari itu mencapai 200 pasien. “Nanti (tangggal 18) akan ditambah lagi 300 pasien dari RSKB Cinta Kasih Tzu Chi,” terangnya. Dari total 500 calon pasien, Eva memprediksi hanya separuhnya yang bisa dioperasi. “Banyak sebabnya, ada yang karena gula darah dan tensinya tinggi, memiliki penyakit jantung, atau karena ternyata memang bukan penderita katarak,” kata Eva. Proses screening ini sendiri melibatkan 2 orang dokter spesialis mata, 7 dokter umum, 10 perawat, dan 30 relawan Tzu Chi. “Jumlah ini masih ditambah dengan dokter dan perawat dari RS Bhayangkara Brimob yang ikut berpartisipasi,” ungkap Eva senang. Meski baru pertama kali mengadakan baksos di Klinik Brimob, tapi Eva merasa senang dengan kerja sama dan dukungan yang diberikan RS Bhayangkara Brimob. Ket : - Zr Suasana tengah memeriksa kondisi mata calon pasien baksos kesehatan mata. Meski telah berusia Informasi dari Radio Aliman yang bekerja sebagai penjaga rumah kos di Depok ini mulai merasakan buram pada kedua matanya sejak tiga tahun silam. Hanya karena penghasilannya yang minim, Rp 300 ribu per bulan, maka Aliman hanya bisa pasrah menghadapi penyakitnya. “Mata buram sama sekali,” keluhnya. Beruntung, di awal tahun 2008, Aliman memperoleh kesempatan operasi katarak gratis yang diadakan Pemerintah Kota Depok. “Sebelah (mata) kanan yang dioperasi, tinggal sebelah kiri, nunggu ada operasi gratis lagi,” ucapnya. Tak perlu menunggu lebih lama, keberuntungan kembali menghampiri bapak 5 anak ini. Tanpa sengaja, ia mendengar informasi adanya baksos kesehatan mata dari sebuah stasiun radio swasta di Depok. “Saya dengar dari Radio Cemerlang, terus besoknya 6 Oktober saya langsung daftar kemari,” kata kakek 8 cucu ini. Jika tiada aral melintang, Sabtu, 24 Oktober nanti, Aliman akan mendapatkan kembali kondisi penglihatannya yang sempurna. “Kalo sekarang biar pake kacamata percuma, yang kiri tetap aja buram,” imbuhnya. Sudah 5 tahun ini Aliman dipercaya mengurus rumah kos milik tetangganya. Sebelumnya, sejak masih muda Aliman bekerja sebagai buruh serabutan. “Kerja apa aja, dari mulai gali sumur, macul-macul, ngurusin kebon ampe bungkusin belimbing,” ucapnya lirih. Kelima anak Aliman pun banyak yang rontok dalam menuntut ilmu. “Yang lulusan SMA cuma satu, lainnya paling SD. Itu juga nggak tamat,” ujarnya. “Boro-boro buat sekolah, buat makan aja empas-empis,” kata Imah menyahut. Ket : - Aliman (58) dengan penuh suka cita memandangi surat yang menyatakan dirinya bakal dioperasi kataraknya Beralamat di Kampung Kelapa Dua, RT 03 RW 09, Cimanggis, Depok, Aliman dan Imah sejak dulu menempati rumah milik keluarga besarnya. “Masih rumah warisan, jadi gabung dengan dua adik saya. Kalo yang lain dah pada misah,” jelas Aliman yang bersama orangtuanya sudah tinggal di Depok sejak tahun 1970. “Kalau anak saya, tinggal satu yang masih nyampur, yang lain dah pada misah, ikut suaminya,” sambungnya. Di usia senjanya, kehidupan Aliman dan istri tak jauh berbeda, bahkan bisa dibilang menurun. “Saya kalo masak aja pake kayu. Gas amaminyak mahal, dah gitu susah nyarinya,” keluh Imah. Tak heran jika keduanya sering menerima bantuan dari keluarga lain. “Kadang ada tetangga yang nganterin makanan,” ucap keduanya sambil tersenyum. Meski begitu, Aliman dan Imah tetap bisa mensyukuri kehidupannya. “Yang penting nggak nambah susah dengan penyakit,” tegas Aliman sambil berdoa operasinya minggu depan akan berjalan lancar. Di mana ada kemauan, di situ jalan. Tak pernah putus asa dan selalu berdoa, seperti itulah perjuangan yang dilakukan Aliman untuk sembuh dari penyakitnya. | |
Artikel Terkait
Survei dan Mediasi Rencana Aktivasi Sekolah di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako
26 November 2021Untuk memfasilitasi warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tadulako dalam pendidikan, Tzu Chi berencana membuka sekolah bagi warga korban bencana gempa dan tsunami.
Mendukung William Bangkit dari Keterpurukan
31 Januari 2024Dengan bantuan beasiswa dari Tzu Chi, perlahan-lahan William Manuel mulai bangkit dari keterpurukan dan bisa melanjutkan kuliah kembali.