Dukungan Kasih Kepada Kadek
Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali), Fotografer : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Bali)
|
| ||
Demam tinggi dan kejang-kejang ini kemudian terulang kembali pada usia 1 dan 2 tahun sehingga menyebabkan kerusakan pada otaknya. Kadek hanya dapat berkomunikasi dengan mengeluarkan suara-suara dan isyarat tangan yang hanya dapat dimengerti oleh kedua orang tuanya: I Wayan Suanda dan Ni Ketut Murni. Kedua tungkai kakinya yang tidak dapat tumbuh dengan sempurna menyebabkan Kadek lebih banyak duduk dan bergerak dengan cara mengesot. “Kalau ada bapaknya, Kadek sangat manja. Maunya digendong.” ujar Ni Ketut Murni. “Saya harus ada di rumah menjaga Kadek, tidak bisa kemana-mana,” tambahnya, jika suaminya tidak ada di rumah. Penghasilan sebagai buruh bangunan yang tidak menentu ini membuat I Wayan Suanda tidak dapat memberikan pengobatan yang maksimal kepada Kadek, dan juga menyekolahkan anaknya yang sulung: Ni Putu Ari Suandewi dengan baik. Tzu Chi telah berjodoh dengan keluarga ini semenjak tahun 2009. Ni Putu Ari Suandewi adalah salah satu anak yang menerima bantuan pendidikan, sedangkan untuk Kadek, Tzu Chi membantu dalam hal pendanaan salah satu jenis obat yang tidak dapat ditanggung oleh JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara). “Setiap bulan, Kadek harus dikontrol ke dokter spesialis syaraf di RS Sanglah,” kata Ni Ketut Murni. Kadek sendiri harus mengonsumi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter secara berkelanjutan, jika tidak maka ada kemungkinan terjadi kejang-kejang dan ini sangat membahayakan Kadek.
Keterangan :
Kedatangan relawan Tzu Chi untuk memberikan semangat kepada keluarga agar dapat terus berjuang demi anak-anaknya. Layaknya seorang ibu kepada anaknya sendiri, itulah yang diwujudkan oleh relawan kepada Kadek. Dengan memapah Kadek, Kadek diajak untuk menghampiri bapaknya. Meski Kadek tidak dapat berkomunikasi seperti anak-anak lain seusianya, tetapi Kadek adalah anak yang sangat memahami bagaimana perlakukan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kadek yang biasanya tidak mudah untuk didekati, namun dengan relawan Tzu Chi semuanya dapat mengalir seperti air. Kakaknya, Ni Putu Ari Suandewi yang biasanya dipanggil Putu, disamping menjalankan kewajibannya untuk belajar juga membantu orang tuanya membuat Canang (rangkaian janur kelapa untuk persembahyangan). “Terkadang dapat enam ribu, tujuh ribu. Nggak tentu,” jawab Ni Ketut Murni sewaktu ditanya berapa pendapatan yang didapat dari pembuatan Canang tersebut. Canang adalah sebuah kebutuhan bagi umat Hindu di Bali dalam melakukan persembahyangan setiap hari. Setidaknya dengan membuat Canang ini, sedikit banyaknya dapat membantu perekonomian keluarga. Putu sangat menyanyangi Kadek, adik satu-satunya ini, meski terkadang dirinya menangis karena sesekali mendapat tendangan atau pukulan dari adiknya. I Wayan Suanda tidak dapat melakukan pekerjaannya sebagai buruh bangunan setiap hari karena terkadang diminta untuk menjadi Mangku (pemimpin persembahyangan) di Banjar (lingkungan tempat tinggal mereka). “Karena bapak punya keturunan Mangku, jadi harus,” tambah Ni Ketut Murni. “Enam puluh ribu per hari,” tambahnya sewaktu ditanya berapa penghasilan suaminya sebagai buruh bangunan. Sulit bagi keluarga mereka untuk menyimpan uang karena ada saja pengeluaran dadakan yang membuat mereka sering kebingungan dalam hal keuangan. Tetapi di mana ada tekad yang kuat maka kesulitan tersebut dapat terlewati. Kesan yang didapat oleh relawan terhadap keluarga ini adalah kelapangan dada serta senyuman yang terus tersirat di wajah setiap anggota keluarga meski cobaan hidup yang diterima itu cukup berat. | |||
Artikel Terkait
Ayo Tetap Donor Darah Semasa Pandemi
11 Mei 2021Sabtu, 8 Mei 2021 sebanyak 39 relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 2 bekerjasama dengan pengelola Mal Pluit Village dan PMI Propinsi DKI Jakarta menggelar kegiatan donor darah di lantai 1 Mal Pluit Village.