Dukungan yang Sangat Berarti untuk Siti Nurlelah

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Cuaca di Ciomas sedang sejuk ketika relawan Tzu Chi di Bogor sampai di persimpangan gang PDAM Tirta Kahuripan Kab. Bogor, Jawa Barat. Sisa hujan sepanjang pagi masih berbekas. Lenny Mulya, relawan Tzu Chi Bogor bahkan masih menggunakan jas hujan ketika sampai di dekat rumah Siti Nurlelah. Wajahnya mengguratkan senyum senang. Begitu pula dengan Tina, yang juga relawan Tzu Chi Bogor namun bertempat tinggal di Depok. “Saya naik kereta tadi, baru sambung pakai ojek online,” kata Tina semangat.

Lenny Mulya (kedua dari kiri) dan Tina (kiri), relawan Tzu Chi di Bogor mengunjungi Rumaisha Salsabila dan Siti Nurlelah.


Rumah Siti Nurlelah (27), penerima bantuan Tzu Chi ada di sebuah gang di Kampung Marga Baru, Desa Pagelaran, Ciomas, Bogor. Dari rumahnya, terlihat jelas gagahnya Gunung Salak. Memang lokasinya agak jauh dari kota, tapi relawan tak segan melayani permohonan bantuan dari Ela (panggilan Siti Nurlelah) yang ditujukan untuk anak semata wayangnya Rumaisha Salsabila (3).

“Waktu pertama kali sebenarnya agak pikir-pikir karena jauh dan harus pakai motor karena gang kecil-kecil masuknya. Ternyata ada Shijie Tina yang bersedia ambil bagian untuk survei,” cerita Lenny.

“Iya, pertama kali dulu ya langsung naik ojek sampai atas, dekat rumah Ela,” lengkap Tina, “saya pikir ya jauh dari kota, tapi kalau ada (yang perlu bantuan), sejauh manapun juga, kalau kita bisa menjangkau, ya kita jalanin aja.”

Pada kesempatan itu, relawan membawakan bingkisan untuk keluarga Siti Nurlelah.

Kebahagiaan relawan saat itu senada dengan sambutan hangat dari keluarga Ela yang sudah tiga kali menerima kunjungan relawan. Rumaisha juga langsung ikut menghampiri para relawan.

Alhamdulillah ibu (relawan) datang ke sini lagi,” sambut Ela dengan wajah semringah, “rasanya senang ada yang ngeliat Rumaisha lagi, yang kemarin kan sempat sakit jadi nggak main bareng.”

Menurut relawan, dari dua kali kunjungan sebelumnya, mereka sudah melihat perkembangan Rumaisha. Saat ini mulutnya sudah bisa terbuka lebih lebar. Kalau diibaratkan, sebelumnya hanya seperti huruf o kecil, kini sudah bisa membuka seperti huruf O besar. Sudah doyan dan bisa makan berbagai makanan juga.

“Wah…, pintar Maishaaa,” puji relawan mendengar cerita Ela.

Rumaisha Didiagnosa Infeksi dan Alergi Obat
Rumaisha lahir 3 tahun lalu dengan kondisi normal. Ketika usianya 40 hari, anak pertama Ela ini mengalami demam tinggi dan suhu badannya tidak turun meski sudah meminum obat. Ia lalu dibawa ke bidan dan menerima obat lain dilengkapi dengan antibiotik. Tapi sayangnya kedua obat itu tidak kunjung membuat kondisi Maisha membaik dan malah membuat sebagian wajah Maisha memerah.

“Awalnya hanya merah bulat kecil, kayak digigit nyamuk. Makin lama kok jadi lebar banget, sampai pipi, di antara mata, terus hidung,” cerita Ela.

Rumaisha lahir 3 tahun lalu dengan kondisi normal namun kemudian mengalami infeksi dan alergi obat yang mengakibatkan wajahnya tidak bisa sempurna.

Tiga hari kemudian, Ela membawa anaknya ke rumah sakit, namun dokter pun belum mendiagnosis penyakit pastinya. Kemudian dengan menggunakan fasilitas BPJS, Rumaisha dirawat di Rumah Sakit Salak Bogor selama total 20 hari dengan diagnosa awal infeksi, hingga kemudian dirujuk ke RSCM Jakarta untuk pengobatan lebih lanjut. Kondisinya saat itu sudah mengkhawatirkan karena kulit wajah Rumaisha yang awalnya memerah, sudah mulai berwarna coklat membusuk dan harus dilakukan pembuangan area-area tertentu. Akhirnya setelah dirawat dari RSCM Jakarta, Rumaisha didiagnosis mengalami alergi obat. Ia lalu dirawat selama satu minggu dan kemudian menjalani rawat jalan sekitar satu setengah tahun. Sejak usianya masih sangat kecil itu, Maisha juga sudah menjalani beberapa kali operasi untuk memperbaiki struktur wajahnya akibat pembusukan yang sebelumnya menimpa.

Operasi pertamanya dilakukan untuk membuka dan memisahkan bagian bibir dalam dengan gusinya. Dilanjutkan pada akhir tahun 2021, dilakukan operasi kedua untuk pembuatan bibir atas. Lalu di bulan Juni 2022, dilakukan operasi yang ketiga, yaitu untuk pembukaan mulutnya kembali karena kondisi mulut Rumaisha seperti menciut. Setelah kontrol pascaoperasi ketiga, dokter menyarankan untuk kembali kontrol di bulan Januari 2023 dan kemudian menjadwalkan operasi keempat.

“Kalau Rumaisha sekarang udah lebih sehat, main apa aja aktif, ngomongnya juga udah lancar dan udah bisa minta apa aja. Yang sekarang ini malah udah pengen sekolah juga,” cerita Ela senang, “ya maunya kalau semuanya sudah sembuh, kalau (wajahnya) sudah rapi semua baru nanti sekolah.”

Berjodoh Dengan Tzu Chi
Setelah menjalani berbagai perawatan dan pasang surut keadaan, Ela berbagi cerita kepada relawan Tzu Chi dengan penuh keikhlasan. Jodohnya dengan para relawan dari Bogor ini pun rasanya datang di waktu yang tepat. “Kalau dulu semasa menjalani perawatan, kami mendapat bantuan dari berbagai komunitas dan yayasan lain. Alhamdulillah sekali,” tutur Ela. “Nah sekarang pas sama Tzu Chi kok pas sekali hadir ketika saya sudah nggak bekerja karena belum ada pesanan lagi. Rasanya sangat bersyukur,” imbuhnya.

Siti Nurlelah menunjukkan kondisi mulut Rumaisha Salsabila yang semakin membaik. Ke depannya Rumaisha masih harus menjalani operasi bedah plastik untuk memperbaiki wajahnya.

Dulunya, Ela bekerja di home industry pembuatan aksesoris sandal atau sepatu anak-anak, sol sepatu, juga gantungan kunci. Penghasilannya pun tergantung dari jumlah aksesoris yang dihasilkan. Dimana untuk 1 kodi (20 pasang = 40 pcs) gantungan kunci, Ela diupah Rp 2.000. Lalu untuk 1 kodi sol sepatu bayi, Ela diupah Rp 6.000. Sementara dalam sehari, Ela bisa menghasilkan 5 kodi gantungan kunci dan 2 kodi sol sepatu. Dari upahnya itu, ia biasa membeli susu dan popok untuk Maisha.

Saat ini, home industry tempat Ela bekerja belum lagi memproduksi barang seperti biasanya karena permintaan pasar yang semakin menurun. Itulah alasan Ela kini menganggur hingga datang kepada relawan dan mengajukan bantuan ke Tzu Chi. Dari berbagai proses survei, Ela mendapatkan bantuan berupa 5 kotak susu untuk Rumaisha dari Tzu Chi.

Kehadiran Relawan, Menguatkan Keluarga
Walau sempat terpuruk, Ela kini menyadari betapa banyak orang yang sayang kepadanya dan keluarganya. Ia bersyukur karena selalu ada mereka yang datang dari mana saja, yang mendukung di masa-masa sulit.

Siti Nurlelah dan keluarganya membuka paket bingkisan dari Tzu Chi dengan sembira. Ia bersyukur mendapat bantuan dari relawan di waktu yang tepat.

“Ternyata banyak yang sayang, rasanya Alhamdulillah banget, jadi sayanya juga nggak berpikiran aneh-aneh. Kalau ada yang ngebantu itu rasanya senang, orang tua juga senang, tenang,” ungkap Ela yang dulu sempat ingin mengakhiri hidupnya.

Ela sebenarnya tak pernah menyangka bisa melewati masa-masa sulit itu. Dulu, katanya, ia selalu saja dinasihati oleh dokter maupun perawat untuk tidak menangis terus menerus ketika menjaga Rumaisha, tapi hatinya tidak bisa memungkiri kesedihan yang ia rasakan. “Gimana ya, saya baru punya anak, tapi dicobanya kayak gini. Seharusnya juga rukun sama keluarga. Makanya harus sabar, harus kuat,” tutur Ela.

“Makanya Bu, saya juga berterima kasih kepada yang sudah bantu Rumaisha hingga saat ini, sama Tzu Chi juga. Alhamdulillah, bersyukur banget. Semoga Rumaisha selalu semangat, pun kalau tahu kondisi Dedek yang zaman dulu. Semoga tetap sayang mama, umi, kakek, sayang semuanya,” doa Ela untuk Rumaisha.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Cap Go Meh Bersama Opa Oma

Cap Go Meh Bersama Opa Oma

16 Februari 2017
Jumat, 10 Februari 2017, sehari sebelum Cap Goh Meh, momen ini digunakan relawan Tzu Chi komunitas He Qi Utara 1 untuk merayakan bersama opa oma pada kegiatan kunjungan kasih di Senior Club, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Pelajaran dari Sebuah Kunjungan Kasih

Pelajaran dari Sebuah Kunjungan Kasih

14 Januari 2011 Minggu tanggal 9 Januari 2011, relawan Tzu Chi dari He Qi Utara mengadakan kegiatan kunjungan kasih pertama di awal tahun 2011. Sejak pukul 8 pagi relawan mulai berkumpul di Jing Si Books and Café Pluit, dan tepat pukul 9 perjalanan pun dimulai.
Nenek Ina yang Bertahan Hidup Sebagai Pemulung

Nenek Ina yang Bertahan Hidup Sebagai Pemulung

18 Februari 2021

Nenek Ina (71), warga Rawa Lele, Cengkareng Jakarta Barat harus menyambung hidup di usia senjanya dengan menjadi pemulung. Lebih menyedihkan lagi, sejak suaminya meninggal, menyusul beberapa tahun kemudian anaknya satu persatu turut meninggal dunia, jadilah nenek Ina sebatang kara. 

Genggamlah kesempatan untuk berbuat kebajikan. Jangan menunggu sehingga terlambat untuk melakukannya!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -