Ehipassiko Bedah Buku
Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Ridwan (He Qi Utara), Teddy LiantoSalah satu tim relawan bedah buku juga menyampaikan sharingnya mengenai komunitas bedah buku yang diikutinya. |
| ||
Setelah beberapa orang pembicara memberikan sharingnya, tibalah giliran saya sebagai pembicara memberikan presentasi tentang “Ehipassiko Bedah Buku”. Ehipassiko berasal dari bahasa Pali yang secara harafiah berarti “Datang, lihat, rasakan, dan buktikan sendiri”. Istilah Ehipassiko ini dipakai dalam Dharma. Dharma adalah kebenaran dan bukan suatu dogma yang diterima hanya sekadar percaya, tetapi harus dipraktikkan dan dibuktikan kebenarannya. Paham ini bertolak belakang dengan paham lain yang berpatokan pada “percaya” guna tumbuhnya “iman”. Ehipassiko menumbuhkan “keyakinan” (saddha), sehingga timbul pañña (kebijaksanaan). Inti dari ajaran Ehipassiko adalah pada saat kita datang atau hadir di suatu acara maka kita dapat melihat, mendengar, dan turut merasakan kemudian merenungkan kembali materi yang dibahas, sehingga menimbulkan pemahaman dan akhirnya membangkitkan semangat kita untuk mempraktikkannya secara nyata guna mendapatkan pembuktiannya. Penghayatan dan pendalaman Dharma ini kemudian tumbuh keyakinan yang kuat dan menambah jiwa kebijaksanaan kita. Dan Ehipassiko adalah memiliki esensi khusus untuk dipraktikkan secara nyata. Adapun kaitan Bedah Buku dengan Ehipassiko adalah pada persepsi yang seimbang yaitu adanya pemahaman dan praktik. Pelatihan Diri Dengan mengikuti Bedah Buku, akan diperoleh 3 manfaat utama sebagai berikut :
Keterangan :
Esensi terpenting dari bedah buku adalah mendalami Dharma. Dharma bagaikan air yang dapat membersihkan kekotoran batin. Batin yang bersih dapat menyerap Dharma dengan baik dan menjadi lahan untuk pembinaan diri agar menjadi lebih baik. Dengan melakukan bedah buku secara rutin maka akan diperoleh peningkatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah kemampuan untuk membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk, sedangkan kepintaran adalah kemampuan untuk membedakan untung dan rugi. Mempraktikkan Secara Nyata Penjelasan umum yang mudah dipahami adalah sebagai berikut: tubuh perlu makanan untuk kelangsungan hidup, jiwa (batin) perlu nutrisi untuk mengatasi masalah hidup, bedah buku adalah nutrisi dan vitamin batin sedangkan Ehipassiko adalah pusat penggerak nutrisi agar menjadi saripati (zat yang bermanfaat dan sangat diperlukan ) untuk tubuh dan jiwa. Akhirnya, kita harus senantiasa menanam Ehipassiko di dalam lahan bedah buku agar dapat menghasilkan buah teladan dan bisa memberikan karma baik, menciptakan ladang berkah dan menjalin jodoh baik dengan orang lain. Dengan menghadiri secara rutin bedah buku dan Jing Si Talk, dan berpartisipasi secara proaktif, mempraktikkan secara nyata Dharma yang dibahas maka akan didapat kebijaksanaan kontemplatif yaitu kebijaksanaan dari pemahaman yang sama dengan fakta pada saat dipraktikkan. Di akhir acara, Liu Siu Mei Shijie, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan tanda kenangan kepada masing-masing peserta yaitu berupa pembatas buku yang terdapat 2 biji saga. Semoga acara yang sangat bermanfaat ini dapat diadakan lagi, sehingga semakin banyak orang yang akan berpartisipasi dalam acara bedah buku. Terus lakukanlah hal-hal yang bermanfaat sebab apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok. | |||
Artikel Terkait
Kamp TIMA 2015: Hingga ke Pelosok Nusantara
07 Desember 2015Pada 5-6 Desember 2015, TIMA Indonesia mengadakan kamp sekaligus perayaan HUT TIMA Indonesia yang ke-13. Kegiatan ini sekaligus menjadi momen pelantikan 42 anggota TIMA baru.