Embun Penghibur Lara
Jurnalis : Cindy Kusuma, Fotografer : Cindy Kusuma
|
| ||
Kebakaran hebat itu terjadi pada dini hari, Selasa 11 Desember 2012. Dalam waktu kurang dari tiga jam, pemukiman padat penduduk tersebut hangus tak bersisa, bahkan ada satu unit mobil pemadam kebakaran yang ikut terbakar. Sekitar 800 rumah yang terkena musibah itu terletak di atas empang yang kotor. Sampah yang sudah menghitam mengambang di permukaan air. Sedangkan tanah yang mengelilingi wilayah itu bersifat lumpur. Di musim hujan seperti ini, kondisi jalanan menjadi becek dan kotor. Warga-warga yang tinggal di tenda pengungsian semakin kesusahan. Bahkan ada satu tenda yang sempat roboh diterpa hujan. Para warga yang syok melihat seluruh harta bendanya terbakar, ditambah kondisi pengungsian yang kurang memadai, mulai terancam berbagai penyakit, baik penyakit psikologis maupun fisik. Namun, di tengah cobaan ini, ada setetes embun yang menghibur lara. Tengah hari Rabu, 19 Desember 2012, di bawah langit biru dan awan putih yang bergulung-gulung, ada barisan “langit biru awan putih” yang lain. Mereka adalah relawan Tzu Chi yang akan membagikan paket bantuan kebakaran kepada para korban kebakaran. Menurut Suryadi Kurniawan Kuan Shixiong, koordinator pembagian bantuan ini, di hari yang sama dengan terjadinya musibah, beberapa jam setelah kejadian, relawan Tzu Chi langsung turun ke lapangan untuk menyurvei lokasi. Setelah pendataan secara seksama oleh para relawan, tercatat ada lebih dari 400 keluarga yang akan menerima bantuan paket kebakaran. Paket-paket ini secara serentak akan dibagikan pada 19 Desember 2012.
Keterangan :
Pukul 9 pagi, relawan sudah bersiap mendirikan tenda, menyusun paket bantuan, dan membagikan kupon pada warga sekitar. Pagi itu, relawan Tzu Chi mendirikan tenda di sebuah lapangan parkir sebuah pabrik kardus tak jauh dari lokasi kejadian. Mereka meminta warga yang telah menerima kupon untuk berkumpul di lokasi pembagian bantuan pukul 12 siang. Belum sampai tengah hari, terlihat warga yang sebagian besar wanita mulai berduyun-duyun memadati lokasi. Di setiap wajah mereka, terpampang ekspresi penuh harapan bercampur sedikit kegelisahan. Penantian beberapa menit di bawah panggangan matahari terasa begitu lama. Ketika acara pembagian dimulai, warga nampak sudah tidak sabar lagi mengambil paket tersebut. Namun, relawan Tzu Chi dibantu dengan aparat setempat tetap menjaga kerapihan dan ketertiban warga. Syukur dalam Cobaan
Keterangan :
Ketika semuanya telah menjadi abu, Umi baru teringat akan seuntai kalung emas yang ia simpan di rumah. Ia dan Yayat berusaha mengais puing mencari hartanya itu, namun tidak menemukan apa yang dicari. Malahan, mereka menemukan koin-koin yang berserakan dan berhasil menemukan seember. Lumayan untuk menyambung hidup beberapa hari, pikirnya. Diterpa pukulan semacam ini, Yayat pun syok dan jatuh sakit, sehingga ia diungsikan ke rumah kerabatnya di luar kota. Ketika mengantar Yayat, Umi menitipkan seember koin itu ke korban lainnya. Namun apa mau dikata, sekembalinya Umi, koin-koin itu sudah raib. Absennya Umi dan Yayat selama beberapa hari juga membuat mereka kelewatan bantuan-bantuan yang diberikan oleh organisasi lain. Namun, ia tidak melewatkan bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi. Di tengah rundungan ujian hidup ini, Umi menerima paket bantuan kebakaran dari Tzu Chi yang terdiri dari terpal, selimut dan bahan keperluan sehari-hari seperti sabun, sikat gigi, serta air minum. Meski secara jumlah tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan kerugian yang ia derita, bantuan ini tetap sangat disyukuri oleh Umi. “Bantuan apapun asal diberikan dengan ikhlas, saya terimanya juga seneng. Saya yakin pasti bisa ngatasin, insya Allah bisa. Cobaan yang kita terima pasti berdasarkan kemampuan masing-masing. Allah maha adil,” ujar Umi dengan besar hati. Perlahan, Umi mulai membangun kembali kehidupannya yang sempat luluh lantak karena si jago merah. Umi sudah mulai membangun kembali rumahnya dengan modal berhutang kepada tetangganya. Setelah menerima paket bantuan dari Tzu Chi, ia yang bertubuh kecil bersusah payah menaikkan paket tersebut ke motornya. Dengan senyum mengembang, ia mengundang saya, “Dik, main-main ya ke rumah saya ya, adanya di pojokan sana. Bilang saja cari Ibu Umi atau Pak Yayat.” Sesudah itu, ia berlalu dengan motornya. | |||