Esensi Baksos Tzu Chi
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto Hendry Arnold Siregal yang tak henti-hentinya memanjatkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa karena telah mempertemukan mereka dengan Tzu Chi sehingga putrinya yang menderita hernia selama 2 tahun dapat disembuhkan. | Butiran air mata itu akhirnya menitik perlahan dari sudut-sudut mata Marjoni. Di hadapan orangtua, istri, dan adik-adiknya, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya saat akan memasuki ruang operasi. Hanya wajahnya yang tegas keras—khas orang Sumatera—terlihat sendu dibaluti buliran air mata. Ayahnya, Jasman Tanjung juga tak sanggup mengucapkan kata-kata di detik-detik ketika putranya memasuki ruang operasi. “Ini bukan sedih, ini hanya rasa haru. Saya melihat dia terharu sampai menitikkan air mata. Saya pun jadi ikut terharu melihatnya,” terang Jasman. |
Merantau ke Ibukota Tak heran bila Marjoni merasa terharu saat akan menjalani operasi. Sebab selama 9 tahun lamanya ia harus menderita karena hernia. Tahun 1986, Marjoni yang masih duduk di bangku SMP memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta mengikuti jejak pamannya. Sambil menyelesaikan sekolahnya di Jakarta, Marjoni membekali dirinya dengan keterampilan menjahit yang diperoleh dari sang paman. Setelah menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Marjoni berusaha mandiri dengan cara bekerja di angkutan kota, hingga cukup usia ia akhirnya menjadi sopir angkutan kota. Setelah beberapa tahun menarik angkutan kota, suatu hari ia kembali ke kampung halamannya di Padang. Selama di kota kelahirannya ini, Marjoni menekuni cara membuat sate dan masakan khas Padang lainnya. Berbekal sedikit uang yang ia miliki, akhirnya Marjoni mulai membuat sebuah gerobak untuk berdagang sate Padang—usaha ini masih ia geluti hingga kini. Masa muda Marjoni yang keras penuh dengan perjuangan membuat ia menderita sakit hernia. Namun untuk mengobatinya secara total tak sanggup ia lakukan lantaran kondisi keuangannya yang kurang memadai. Untuk menjalani operasi hernia dibutuhkan biaya yang mahal, karenanya pengobatannya ia alihkan melalui pengobatan alternatif. Tetapi dari pengobatan alternatif tak ada yang membuahkan hasil. Sampai akhirnya ia menemukan jawaban dengan mengikuti operasi massal di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi pada Minggu, 17 Mei 2009. Tidak hanya Marjoni yang merasakan bahagia dan haru. Pasangan suami-istri Hendry Arnold Siregal dan Rusmidah juga merasakan emosi yang sama. Betapa tidak, Gabriela Sabatini, putri tercinta mereka yang baru berusia 6 tahun telah selesai mengikuti operasi hernia pada hari itu. Operasinya pun berjalan dengan baik. Rasa syukur tak henti-hentinya mereka panjatkan kepada Yang Maha Kuasa karena telah mempertemukan mereka dengan Tzu Chi sehingga putrinya yang menderita hernia selama 2 tahun akhirnya dapat dioperasi. Sakit hernia yang diderita Gabriela adalah sebuah gambaran perjalanan hidup Hendry dan Rusmidah yang hidup dalam kondisi sulit. Karena keterbatasan kemampuan dan pendidikan, Hendry yang merantau dari Sumatera Utara hanya mampu bekerja sebagai seorang sopir angkutan kota. Sedangkan Rusmidah harus bekerja sebagai penjual kain yang dijajakan secara keliling. Menjalani kehidupan sebagai ibu rumah tangga yang harus merawat anak dan juga mencari nafkah bukanlah hal yang mudah. Karenanya untuk mengatasi itu semua, Gabriela sejak usia dua bulan sudah diajak oleh Rusmidah berjualan kain. Ket : - Marjoni saat mengikuti doa bersama. Sakit hernia yang dideritanya selama 9 tahun membuat ia merasa Aktivitas ini terus berlangsung hingga Gabriela memasuki usia balita. Di usianya yang masih balita, Gabriela sudah terbiasa berjalan berkilo-kilometer bersama ibunya berjualan kain. Karena lelahnya aktivitas yang dijalani, akhirnya Gabriela merasakan benjolan di sekitar kantung kencing di usia 4 tahun. Melihat kondisi demikian, Rusmidah segera memeriksakan putrinya ke RSUD Tarakan, Jakarta Barat. Setelah menjalani pemeriksaan, dokter setempat mengatakan bahwa Gabriela menderita hernia dan flek paru-paru. Hernianya harus dioperasi, tetapi flek paru-parunya harus diobati terlebih dahulu. Untuk operasi hernia dibutuhkan biaya 6 sampai 7 juta Rupiah. Pengobatan Gabriela pun akhirnya diurungkan. Keduanya berfokus untuk menyembuhkan flek di paru-paru Gabriela lebih dahulu. Mereka mengobati Gabriela di Posyandu Surya Kasih, Green Garden, Jakarta Barat. Di Posyandu, pada dokter Cicilia yang menangani Gabriela, Rusmidah bertanya, “Ibu ada tahu ga operasi hernia di Posyandu, karena saya ga mampu?” tanya Rusmidah kepada dr Cicilia. “Oh sopir saya pernah berobat ke Yayasan Tzu Chi di Cengkareng, tanya saja sama dia.” “Tapi saya kan ga tahu, tolonglah, Bu,” mohon Rusmidah. “Ya nanti saya tanya,” jawab dr Cicilia. Lama menunggu, jawaban dari dr Cicilia belum juga Rusmidah dapati. Sampai 6 bulan berikutnya, saat Rusmidah kembali membawa Gabriela ke Posyandu, ia kembali bertemu dengan dr Cicilia. “Eh, Bu, sudah jadi operasi anaknya?” tanya dr Cicilia. “Belum, Bu. Saya kan ga punya uang,” jawab Rusmidah. “Nanti saya tanya sopir saya, nanti saya kabari,” kata dr Cicilia. Setelah pertemuan hari itu, esok harinya dr Cicilia menghubungi Rusmidah dan memberitahukan alamat Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi yang ada di Cengkareng, Jakarta Barat. Setelah mendatangi RSKB dan menyertai semua persyaratan yang diperlukan, akhirnya tercapailah apa yang diharapkan Hendry dan Rusmidah untuk mengoperasi hernia yang diderita Gabriela. Rasa bahagia terus terpancar dari wajah mereka. Terutama adalah karena mereka merasa puas akan kedermawanan Tzu Chi sehingga putri tercinta mereka berhasil dioperasi. Keluarga ini juga puas dengan semua pelayanan yang baik dari para relawan, dokter, dan perawat selama mereka mengikuti baksos kesehatan Tzu Chi. Setelah hari ini, mereka berniat untuk menyampaikan kepada sebanyak mungkin orang-orang yang mereka kenal tentang Tzu Chi dan kegiatan sosialnya. “Karena itu dapat membantu orang, dan itu yang bisa saya lakukan,” ujar Rusmidah. Hal yang sama juga dirasakan oleh Sukandri. Ia sangat bahagia melihat operasi anak keduanya, Putri Maharani berhasil dilaksanakan. Putri Maharani telah 2 tahun mengalami benjolan di sekitar kantung kemihnya, namun apa daya pekerjaan Sukandri yang tidak menentu membuat ia tak sanggup untuk mengobati anaknya secara medis. Yang bisa ia lakukan hanyalah membawa Putri untuk berobat ke alternatif dengan cara diurut. Sukandri awalnya mengira benjolan yang dimiliki oleh putrinya adalah hernia, dan untuk operasi biayanya tentu tidak murah. Hanya pengobatan alternatiflah yang akhirnya bisa ia berikan untuk kesembuhan putrinya. Ket : - Sesungguhnya dari baksos ini bukanlah hanya memberikan pengobatan kepada orang-orang yang Lama menjalani pengobatan alternatif, kesembuhan pun belum didapati oleh Putri. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Saini, ibu PKK yang juga relawan Tzu Chi. Saini memberitahukan kalau di Tzu Chi ada operasi gratis untuk penderita hernia dan tumor. Maka bergegaslah Sukandri mendaftarkan putrinya untuk mengikuti baksos. Setelah diperiksa oleh dokter di RSKB Cinta Kasih, ternyata Putri Maharani menderita benjolan kelenjar getah bening. Dan pada hari yang sama, operasi Putri berhasil dilaksanakan. Hasilnya juga sangat memuaskan, operasi Putri berjalan dengan sukses. “Uh.. .., seneng banget. Banyak-banyak bersyukur dan terima kasih dengan adanya baksos begini. Mudah-mudahan diperpanjang terus, ada kejadian orang-orang yang ga punya seperti saya ini bisa ada bantuan dari Buddha Tzu Chi,” kata Sukandri sambil berharap saat menemani Putri selesai operasi di ruang pemulihan. “Dengan adanya Buddha Tzu Chi itu (saya) gembira sekali, karena itu, merasa terbantu. Orang-orang yang kayak kita gini, yang ekonomi lemah merasa sangat senang sekali,” ujar Sukandri. Hakikat Baksos Tzu Chi Sesungguhnya dari kegiatan baksos kesehatan ini tidak hanya mampu memberikan pengobatan kepada orang-orang yang tidak mampu, tetapi di balik itu tersimpan sebuah makna, yakni membuat pasien merasa puas dan bahagia, juga dapat membuat para dokter, tim medis merasa bahagia karena dirinya bisa berarti bagi banyak orang. Itulah tujuan dari bakti sosial menurut Ratna Kumala, relawan Tzu Chi. Menurut Oey Hoey Leng, relawan Tzu Chi, melalui pengobatan ini Tzu Chi berharap mereka yang telah dibantu hidupnya dapat berubah ke arah yang lebih baik. Sesungguhnya kegiatan ini memakan waktu dan perhatian yang lebih, sebab dari sinilah mereka (penerima bantuan Tzu Chi -red) lebih mengenal Tzu Chi. Dengan mereka lebih mengenal Tzu Chi, diharapkan suatu hari nanti mereka dapat menjadi orang-orang yang bersumbangsih terhadap lingkungannya dan sesamanya. Lebih dari itu, mereka diharapkan bisa terpanggil untuk menjadi donatur atau relawan. “Di sini kita berharap visi Tzu Chi bisa juga dikenal dan membuat orang-orang yang terlibat dalam kegiatan Tzu Chi hidupnya bisa menjadi lebih baik dan bermakna,” terang Hoey Leng. Ket : - Ratna Kumala saat menyerahkan celengan bambu kepada salah satu pasien. pemberian celengan bambu Menurut Hoey Leng yang juga Pembina RSKB Cinta Kasih Tzu Chi ini, saat ini baksos yang diadakan oleh Tzu Chi memang tidak dengan jumlah pasien yang banyak. Sebab dengan jumlah pasien yang lebih sedikit, Tzu Chi dapat berfokus untuk terus menjalin jodoh dengan para pasien. “Sedikitnya dua bulan sekali relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih kepada para pasien baksos,” katanya. Kunjungan kasih ini sesungguhnya bukan sekadar menghibur, tetapi lebih dalam lagi adalah mengenal kehidupan pasien dan mengarahkannya pada kehidupan yang lebih baik. “Bila semangat hidup penerima bantuan menjadi lebih baik, dan hidupnya bisa berarti buat banyak orang, serta relawan Tzu Chi sendiri dengan membimbing pasien membuat para relawan bisa berlatih kesabaran, berlatih menjaga semangat, dan berfikir positif itu akan membuat insan Tzu Chi menjadi lebih baik, dan itu yang baru dikatakan tercapainya 100%,” terang Hoey Leng. Ratna Kumala juga menjelaskan bahwa kegiatan Tzu Chi tidak hanya memberikan nilai positif kepada pasien, tetapi di balik itu diharapkan agar para tim medis juga bisa meresapi makna dari baksos ini. “Sesungguhnya di sini melatih mereka untuk merendahkan hati,” terangnya. Jumlah pasien yang lebih sedikit menurut Ratna karena saat ini Tzu Chi lebih mengutamakan kualitas dibandingkan dengan kuantitas. “Dengan jumlah pasien yang tidak terlampau banyak maka kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan pun akan jauh lebih baik,” tegasnya. | |