Galang Hati untuk Sumatera-Kelas Budi Pekerti
Jurnalis : Ivana, Fotografer : IvanaPara pembimbing Kelas Budi Pekerti Tzu Chi mengajak anak-anak untuk mewujudkan kepedulian mereka pada korban gempa dengan ikut menggalang dana. |
| |
Milen sudah pasti adalah anak yang penuh berkah, sejak kecil ia tak pernah mengalami kekurangan dalam keluarganya. Untuk datang ke Kelas Budi Pekerti hari ini, 11 Oktober 2009 misalnya, ia diantar dengan mobil. Dan meski masih duduk di bangku SD, sebuah telepon genggam yang cukup canggih dengan bebas dapat digunakannya. Bukan hanya Milen, rata-rata anak yang menjadi siswa Kelas Budi Pekerti Tzu Chi dapat dikatakan berasal dari keluarga menengah ke atas. Para guru pembimbing Kelas Budi Pekerti Tzu Chi punya misi khusus hari ini. Mereka akan mengajak anak-anak ini untuk menanam kembali berkah bagi diri anak-anak itu. Ruang bhaktisala sudah dihiasi dengan kotak dan poster dana, dengan tulisan “Peduli Gempa Sumatera” di depannya. Tampaknya anak-anak pun sudah diberitahu sebelumnya, antusiasme yang mewarnai membuat suasana jadi sedikit berbeda dari biasanya. Membayangkan akan turun ke pusat keramaian, melakukan sesuatu yang baru, maka keceriaan menghias wajah-wajah mungil itu. Sebelumnya, tayangan video tentang kondisi gempa di Padang ditunjukkan. Suara “ooohh” atau “duhh...” sesekali terlontar saat tayangan menunjukkan korban yang terluka dan memiliki balutan di berbagai bagian tubuhnya. Kondisi kota Padang yang sebagian besar bangunannya rubuh juga ditampilkan agar anak-anak dapat membayangkan besarnya akibat gempa. “Anak-anak, meskipun anak-anak masih kecil sehingga tidak bisa pergi ke tempat bencana untuk membantu, tapi di sini kita bisa melakukan dengan menggalang hati dan kepedulian orang-orang,” ujar Yen Ling, salah seorang pembimbing. Mereka mengangguk-angguk dan mulai saling berbisik dengan teman di sebelahnya, mungkin merencanakan bagaimana akan menggalang dana.
Ket: - Sebelum turun untuk praktik menggalang dana, anak-anak diajak menonton tayangan video kondisi pascagempa di Sumatera Barat, juga sempat melakukan simulasi agar dapat memberi kesan yang baik selama menggalang dana. (kiri). Usai mengisi perut dengan nasi goreng dan es teh manis, terbagi dalam 9 kelompok, 65 anak ini sudah sangat siap untuk menjalankan misinya. Mereka berbaris keluar dari kantor sekretariat Tzu Chi yang terdapat di ITC Mangga Dua lantai 6. Setiap kelompok sudah memiliki “pos”-nya sendiri. Ada yang mendapat tugas di lantai dasar, di lantai 1, lantai 2, dan sebagainya. Mereka didampingi oleh 2 guru pembimbing, juga 1-2 orang relawan Tzu Chi. Para malaikat kecil yang masih polos dan menggemaskan ini dengan sendirinya sudah menarik perhatian para pengunjung. “Wah kok cuma seribu?” Albert menyeletuk spontan. Yen Zhen, guru pembimbingnya segera mendekat dan mengingatkan, “Huss, tidak boleh bicara begitu. Berapapun jumlahnya, kita harus bilang terima kasih.” Sudah beberapa menit kelompok mereka berdiri di pintu masuk utama ITC, dan tak hanya anak-anak, tampaknya para pengunjung pun agak malu-malu sewaktu akan memasukkan dana. Namun ada juga yang setelah lewat kemudian berbalik dan memasukkan uang ke dalam kotak. Hati anak-anak seperti melompat setiap kali ada pengunjung yang mengulurkan tangan mereka, dan seperti jatuh bila pengunjung hanya lewat tanpa memperhatikan mereka. Nita, ibu dari Leon, sengaja mengikuti acara hari ini sebab ia ingin melihat bagaimana anak-anaknya akan menggalang dana. “Ini bagus, saya memang maunya begitu, jadi anak-anak tau orang hidup susah itu bagaimana. Supaya mereka juga belajar nggak manja,” tuturnya sama sekali tanpa nada keberatan. Sayangnya, Nita belum juga menemukan di pos mana Leon “bertugas”. Para pembimbingnya juga sangat terkesan dengan semangat anak-anak. Meskipun kotak dana Tzu Chi yang biasanya berbahan kayu sudah diganti dengan menggunakan kardus supaya anak-anak tidak keberatan, memegang kotak selama 1 jam menggalang dana, pasti menyebabkan tangan kecil mereka pegal. Namun anak-anak begitu bersemangat sampai lupa waktu. “Waktu saya bilang, ‘Ayo kembali ke atas, waktunya habis’, mereka malah bilang, ‘Lho, sudah selesai?’,” kata Yen Zhen sambil tertawa.
Ket: - Para malaikat kecil ini langsung membungkuk syukur dan mengucap "gan en" ketika ada pengunjung yang memberikan dana. Ada 9 titik di ITC Mangga Dua tempat anak-anak ini mengetuk hati para pengunjung. (kiri). Sekembalinya ke kantor sekretariat Tzu Chi, tiap kelompok bersama-sama membuka kotak mereka dan menghitung hasil penggalangan dana hari itu. Ada yang mendapat jumlah dalam bilangan ratusan ribu, sampai jutaan rupiah. Mereka merasakan kebahagiaan tak terkira dapat memperoleh dana yang besarnya di luar dugaan. Beberapa menyempatkan bercerita penuh kebanggaan pada ibu atau ayah yang mendampingi. Namun yang terpenting bukanlah jumlah yang terkumpul, melainkan bahwa cinta kasih dan kepedulian pada korban bencana yang membutuhkan bantuan telah mulai tumbuh dalam hati murni mereka.
| ||
Artikel Terkait
Pelestarian Budaya Membaca dengan Reading and Language Week
28 September 2018Bedah Buku:Tiga Puluh Tujuh Faktor Pendukung Mencapai Pencerahan
27 September 2013 Belajar bersama, membahas Dharma bersama, dan saling sharing melalui kegiatan bedah buku, semoga kegiatan ini dapat senantiasa membawa manfaat positif bagi semua orang.Donasi Buku Jing Si: Berdana Melalui Buku
01 Februari 2016Pada Sabtu, 23 Januari 2016, sebanyak 15 relawan Tzu Chi Medan bertolak menuju Kota Binjai untuk menyalurkan donasi buku Jing Si di tiga lokasi berbeda yaitu di Yayasan Perguruan Ahmad Yani Binjai, Lapas Binjai, dan Sekolah Gajah Mada.