Gathering Gan En Hu

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari
 
 

foto Barisan relawan menyembut kedatangan Gan En Hu di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi dengan nyanyian selamat datang, sabtu (9/6/2012) lalu.

Sabtu, 9 Juni 2012, komunitas Tzu Chi He Qi Barat kembali melakukan pembagian bantuan biaya hidup dan biaya pendidikan bagi Gan En Hu. Kegiatan pembagian ini rutin diadakan tiap bulannya, dan kesempatan kali ini kegiatan bertempat di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi, Jakarta Barat.

 

 

 

Sebagian relawan dan seluruh Gan En Hu berkumpul di kantor He Qi Barat mulai jam 8 pagi. Tercatat sebanyak 30 Gan En Hu datang menghadiri kegiatan ini. “Gan En Hu yang datang sebanyak 30 orang, biasanya sampai 50 orang. Tapi karena kali ini kami hanya membagikan biaya hidup saja, jadi banyak dari yang biaya pendidikan tidak ikut hadir,” ujar Caroline Shijie yang merupakan koordinator kegiatan kali ini. Memang kali ini komunitas He Qi Barat tidak membagikan bantuan bagi biaya pendidikan karena mengingat bulan juni merupakan bulan libur bagi para siswa sekolah dan biaya-biaya sekolah tidak dibayarkan pada bulan ini.

Perjalanan dari kantor He Qi barat kami tempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat dan hanya menghabiskan waktu sekitar 15 menit saja. Para Gan En Hu juga diboyong dengan menggunakan kendaraan dari yayasan. Cuaca hari itu begitu bersahabat, tidak panas dan juga tidak hujan, angin juga bertiup begitu halus hembusannya. Turun dari mobil, kami langsung disambut dengan nyanyian selamat datang oleh para relawan yang telah hadir terdahulu. Suara kompak, tepuk tangan dan senyuman ceria dari para relawan dalam menyambut para Gan En Hu ini ditujukan untuk menubuhkan rasa keharmonisan dan kekeluargaan yang sudah sulit ditemukan pada masa-masa sekarang ini.

foto  foto

Keterangan :

  • Sebelum membagikan bantuan bulanan, para Gan En Hu terlebih dahulu mendengarkan sharing mengenai Pelestarian Lingkungan yang dibawakan oleh Jhonny  Shixiong (kiri).
  • Gan En Hu juga diajarkan bagaimana cara memilah berbagai sampah dengan harapan mereka nantinya akan dapat mempraktikkannya dalam kesehariannya dan juga dapat bersumbangsih bagi Tzu Chi (kanan).

Kegiatan yang sudah sering dilakukan oleh para relawan dan para Gan En Hu ini baru pertama ini dilakukan dan bertempat di depo pelestarian lingkungan. Selain bertujuan untuk mengganti suasana agar tidak timbul kebosanan, tujuan lain yang ingin dicapai adalah memberikan pelajaran mengenai bagaimana seharusnya sampah diperlakukan. “Relawan ingin mengajak para Gan En Hu untuk bersumbangsih maka kita bawa ke depo. Bersumbangsih disini kan bukan hanya bisa dilakukan dengan memberikan materi (uang) tapi juga bisa dalam bentuk tenaga. Jadi tujuan lainnya adalah untuk mengajarkan mereka tentang pelestarian lingkungan yang nantinya mereka dapat menerapkan pelajaran yang telah didapat hari ini dirumah dengan memilah barang-barang (sampah) mana saja yang bisa dimanfaatkan atau didaur ulang,” kata Caroline Shijie.

Kegiatan ini terbukti sukses memberikan pelajaran bagi para Gan En Hu, seperti ibu Suherti yang telah rutin memilah sampah dirumahnya. “Sudah sering memilah sampah di rumah, nanti kalau ada kegiatan lagi. Saya bawa sampahnya mau dikasih ke sini (Tzu Chi),” ujar bu Suherti.

Dalam rangkaian kegiatan, para Gan En Hu juga diberikan pengertahuan-pengetahuan baru seperti mengenai global warming, dan mengenai kategori-kategori barang yang dapat dipilah untuk didaur ulang. Ada juga pengetahuan mengenai jenis-jenis botol dan penggunaannya untuk kesehatan. Melihat antusiasme para Gan En Hu, sebersit keinginan tumbuh dihati Caroline. “Ingin rutin mengadakan acara seperti ini, setidaknya tiga bulan sekali biar mereka bisa menciptakan berkah bagi mereka sendiri,” ungkap Caroline.

Kesabaran yang tiada batasnya
Keluarga yang bahagia merupakan dambaan setiap manusia, dengan berlimpah kesehatan dan kesejahteraan tentunya. Begitulah harapan setiap orang, namun harapan terkadang hanya tinggal harapan saja saat kondisi tak kunjung membaik.

foto  foto

Keterangan :

  • Para Lao Pu Sa memberikan hiburan isyarat tangan lagu “Sebuah Dunia yang Bersih” kepada para Gan En Hu. Lao Pu Sa ini merupakan relawan daur ulang yang setiap harinya memberikan waktunya untuk bersumbangsih bagi depo Pelestarian Duri Kosambi (kiri).
  • Selain menjadi penerima bantuan, ibu Tiah binti Amin juga menyisihkan sebagian uangnya untuk bersumbangsih bagi orang lain (kanan).

Sama halnya dengan Ibu Tiah binti Amin. Dua tahuh lalu, ibu Tiah divonis menderita kanker payudara stadium tiga. Tak banyak yang bisa dilakukannya kecuali pasrah. Mana mungkin dia bisa mengobati penyakitnya, sedangkan pekerjaan saja hanya sebagai buruh cuci dengan penghasilan 500 ribu per bulannya. Putus asa kah dia? Tidak. Hanya saja semakin hari, kanker yang ada dalam tubuhnya semakin menggerogoti pertahanan tubuhnya. Benjolan yang awalnya hanya sebesar biji salak, menjadi semakin besar dan akhirnya pecah, luka itu semakin melebar dengan rasa sakit yang tidak bisa diungkapkan. “Nahan nyerinya aja, ibu bisa sampai nangis,” ceritanya.

Kesabaran, itulah yang memenuhi jiwa bu Tiah, bagaimanapun sakitnya, dia tetap menahan dan bersabar. Sampai tetangganya memberikan informasi berkaitan dengan bantuan pengobatan oleh Tzu Chi. Permintaan bantuan berjalan dengan lancar hingga ibu Tiah menjalankan operasi pengangkatan sel kankernya. Dia memilih berjalan kaki menuju rumah sakit untuk melakukan operasi, karena uang yang minim di kantongnya. Dia tidak meminta anggaran biaya transportasi pada yayasan karena berpikir bantuan yang diberikan padanya sudah lebih dari cukup, dan akan tidak etis apabila dia meminta tambahan bantuan lagi. Tidak hanya saat akan pergi ke rumah sakit, saat selesai menjalani operasi dan kembali pulang, dia juga masih memilih untuk berjalan kaki dengan alasan yang sama. “Lebih baik duitnya dipakai untuk beli yang lain,” katanya.

Dari sorot mata sayunya, saya melihat banyak sekali hal-hal berat yang telah dilalui oleh ibu empat anak ini. Dengan usia yang sudah tidak lagi muda (43), dan dengan kondisi kesehatan yang masih belum stabil, ibu Tiah masih menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Suaminya telah lama meninggalkan dirinya karena telah tutup usia, dan keempat anaknya hanya bisa bekerja serabutan karena tidak memiliki bekal pendidikan yang menunjang. Deni, anak pertamanya, bekerja di bengkel salah satu teman pergaulannya dan sudah jarang pulang, sedangkan anak keduanya, Dina, telah dipersunting oleh seorang kenek metromini dan tinggal bersama sang suami. Anak ketiganya, Dani, sedang berada di bui karena tersandung kasus dengan seorang tetanga, dan anak terakhirnya, Daus, mempunyai cacat fisik sehingga merasa malu untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tidak pernah mau untuk mengenyam pendidikan karena ejekan-ejekan dari teman-temannya. Belum lagi, ibunya sedang sakit dan tidak bisa melakukan apapun. “Kalau bisa teriak, saya sudah teriak. Tapi bagaimana? Kadang saya merasa, hidup kok ya susah banget buat orang miskin kayak saya. Sudah miskin, penyakitnya berat, anak di penjara dan yang satu cacat, ibu sakit, gak punya kerjaan. Dulu saya selalu merasa seperti itu, hampir putus asa,” aku bu Tiah.

Tapi sekarang berbeda, Tzu Chi telah memberikan nuansa hidup yang lain bagi bu Tiah dan keluarganya. Walaupun kondisi keluarganya masih sama, namun kondisi hatinya telah berbeda. “Saya senang dengan Tzu Chi, banyak relawan yang sering menghibur dan datang ke rumah saya. Terima kasih banyak untuk Tzu Chi,” tegasnya.

  
 

Artikel Terkait

Muda-mudi Tzu Chi di Lima Kota Ini Kompak Bagikan Makanan Berbuka Puasa

Muda-mudi Tzu Chi di Lima Kota Ini Kompak Bagikan Makanan Berbuka Puasa

06 April 2023

Mengawali bulan puasa Ramadan 1444 Hijriah, perkumpulan muda-mudi Tzu Chi (Tzu Ching) dari berbagai kota serempak membagikan makanan untuk berbuka puasa. 

Keberanian dan Rendah Hati

Keberanian dan Rendah Hati

03 Mei 2011
Setelah sanggup bercerita Yulhasnir Tanjung Shixiong kembali melanjutkan, ”Suatu hari saya pergi berburu dan melihat sepasang burung. Setelah ditembak, salah satu burung itu mati dan saya bawa pulang. Namun, burung yang satu lagi mungkin pasangannya mengejar saya sampai ke rumah."
Waisak di Bumi Parahyangan

Waisak di Bumi Parahyangan

14 Mei 2010
Kerap kali bunyi gong terdengar di keramaian bazar, itu tandanya para pengunjung bazar tidak hanya membeli barang dan makanan saja, tetapi menyisihkan sebagian uangnya untuk pembangunan Aula Jing Si  Bandung.
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -