Gempa Aceh: Uluran Hati Hingga ke Desa Terpencil

Jurnalis : Erlina Khe (Tzu Chi Aceh), Fotografer : Tanjung Halim (林榮源) (Tzu Chi Aceh)
 
 

foto
Para relawan membagikan paket bantuan kepada para warga korban gempa di Takengon, Aceh Tengah dengan penuh rasa hormat .

Bencana gempa yang melanda Aceh Tengah pada tanggal 2 Juli 2013 masih meninggalkan penderitaan bagi warganya. Gelombang pertama bantuan dari Tzu Chi pada tanggal 5 Juli 2013 masih belum dilakukan secara merata. Relawan Tzu Chi Lhokseumawe, Heri, melakukan survei ke desa-desa yang pada saat itu masih belum tersentuh oleh bantuan dan hasilnya ada 5 desa. Kemudian salah satu pengusaha asal Takengon (Aceh Tengah), Tagori yang juga menjadi korban gempa juga melaporkan masih ada 15 desa terpencil lainnya.

Meski dirinya adalah korban, Tagori bersedia memberikan bantuan transportasi kepada relawan Tzu Chi, yakni 3 unit mobil 4WD agar dapat menjangkau desa-desa tersebut.

Kesediaan Tagori untuk mengulurkan tangan tidak terlepas karena insan Tzu Chi. Pengirimanan bantuan oleh Tzu Chi pada gelombang pertama telah membuatnya tersentuh dan langsung menguatkan niatnya untuk membantu sesama. Tzu Chi yang tidak membeda-bedakan satu sama lain telah membuka mata hatinya dalam memandang kehidupan ini. Rasa syukur dipanjatkannya karena masih diberikan keselamatan dan dengan bencana gempa tersebut, membuatnya tersadar bahwa caranya untuk bersyukur adalah dengan membantu orang lain yang benar-benar membutuhkan.

Dengan informasi yang diperoleh dari Tagori, insan Tzu Chi yang berada di Lhokseumawe maupun di Medan merencanakan untuk menjalankan bantuan gelombang kedua. Sebanyak 6 ton beras, 200 kotak air mineral, 240 kg minyak goreng, 40 buah tikar, 1.000 paket alat mandi (pasta gigi, sikat gigi, dan sabun mandi) dipersiapkan oleh relawan Tzu Chi Lhoksmawe pada tanggal 9 Juli 2013. Dari Tzu Chi Medan, dipersiapkanlah 600 buah kain sarung, 3 karung besar baju-baju layak pakai, sabun serta roti kering.

Membantu dengan Sepenuh Hati
Rombongan relawan Medan menuju ke Lhokseumawe pada tanggal 10 Juli 2013. Di pagi harinya sebelum keberangkatan, relawan bergotong-royong menuju ke depo pelestarian lingkungan untuk memilah-milah pakaian layak pakai. “Mendengar kabar kalau Tzu Chi akan kembali memberikan bantuan kepada korban bencana gempa di Aceh, para donatur juga turut bersumbangsih,” ujar Desnita yang menjadi ketua rombongan relawan Tzu Chi Medan. “Pakaian-pakaian Muslim yang kita bagikan adalah sumbangan dari donatur kita,” tambahnya.

Perjalanan yang harus ditempuh dari Medan ke Lhokseumawe adalah 7 jam lamanya. Sepanjang perjalanan, selayaknya keluarga, relawan Lhokseumawe selalu menelepon dan menanyakan kabar relawan Medan. Setibanya di sana, relawan-relawan Lhokseumawe menyambut dengan hangat kedatangan relawan Medan. Semuanya saling membantu untuk menurunkan barang-barang guna dimasukkan ke dalam gudang sementara. Dikarenakan 1.000 paket yang hendak dibagikan itu belum selesai maka 2 rombongan relawan ini bersatu untuk menyelesaikannya. Begitu banyak orang yang turut membantu semuanya memiliki prinsip yang sama bahwa berbuat kebajikan, janganlah kurang saya seorang, berbuat kejahatan, janganlah tambah saya seorang.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan Tzu Chi Medan dan Lhokseumawe bergabung bersama guna membagikan bantuan kepada korban gempa di Aceh Tengah (kiri).
  • Gempa yang terjadi pada tanggal 2 Juli 2013 menyebabkan beberapa bangunan hancur dan tidak layak huni (kanan).

Sebenarnya, gudang sementara yang dipakai itu adalah rumah dari salah seorang relawan Lhokseumawe. Melihat bahwa diperlukannya tempat untuk menyimpan barang yang sangat banyak maka rumahnya dibuka sebagai gudang logistik. Jam menunjukkan pukul 00.00 WIB dan semua bahan-bahan bantuan telah siap dan tersusun rapi.

Meskipun para relawan Lhokseumawe belum lama bergabung dengan Tzu Chi, tetapi mereka sangatlah sepenuh hati. Mereka benar-benar menjalankan apa yang Master Cheng Yen sampaikan. Rasa empati mereka wujudkan dalam hal penyediaan bahan bantuan, layaknya bantuan itu hendak mereka terima sendiri.  Seperti halnya beras yang hendak dibagikan, beras tersebut adalah beras yang dipilih dengan teliti dan dengan kualitas yang baik.

Saling Menghormati dan Tenggang Rasa
Pukul 04.30 WIB, 11 Juli 2013, semua relawan Tzu Chi telah berkumpul di gudang logistik untuk bersiap-siap menuju ke Takengon (Aceh Tengah). Sebelum berangkat, semua relawan melakukan doa bersama. Perjalanan dimulai pada pukul 05.30 WIB. Iring-iringan mobil dan truk menhiasi jalan dan semangat relawan untuk bersumbangsih sangatlah besar. Relawan-relawan yang pada saat itu juga sedang menjalankan ibadah puasa pun juga turut berpartisipasi.

Pemandangan setelah memasuki daerah Takengon adalah bukit-bukit yang longsor dan badan jalan yang rusak. Meskipun perjalanan ini tergolong membahayakan tetapi niat tulus untuk bersumbangsih tetap menguatkan hati dan pikiran setiap relawan  untuk tetap maju ke depan. Pukul 10.30 WIB, tibalah di Takengon dan langsung dilakukan pembagian menjadi 3 tim relawan. Tim pertama berangkat menuju ke Desa Widuri dan Desa Celala. Tim kedua menuju ke  Desa Kala Ketol yang lokasinya sangat terpencil dan jauh. Relawan tim pertama dan kedua diisi oleh relawan pria, hal ini dipertimbangkan karena unsur keselamatan dan jauhnya perjalanan. Relawan-relawan yang lain digabungkan menjadi tim yang ketiga yang akan membagikan bantuan kepada desa-desa yang lebih dekat.

Salah satu desa yang disinggahi oleh relawan tim ketiga adalah Desa Jengat. Penduduk di sana menyambut hangat kedatangan para relawan. Sembari memberikan bantuan, relawan juga berkunjung ke tenda-tenda pengungsi dan berbincang-bincang dengan korban bencana. Kisah-kisah bagaimana saat gempa melanda diceritakan oleh penduduk di sana. Air mata terasa tertahan di pelupuk mata sewaktu mereka bercerita bahwa kekuatan gempa terjadi pada jam 3 sore itu benar-benar serasa bumi ini berguncang hebat sehingga bangunan-bangunan beton rata dengan tanah. Gempa susulan pun terus terjadi yakni pada pukul 21.00 WIB dan 23.00 WIB. Tidak sedikit anak-anak yang trauma dengan kejadian tersebut sehingga mereka tidak mau terlepas dari orang tua mereka.  Suasana haru pun terjadi pada saat salah seorang ibu pengungsi berlinang air mata berpelukan dengan salah satu relawan karena Tzu Chi telah datang memberikan bantuan.

foto  foto

Keterangan :

  • Setelah mengetahui jumlah bantuan yang harus dibagikan, relawan memindahkan barang bantuan ke mobil yang kecil agar bisa sampai ke lokasi pengungsian (kiri).
  • Relawan yang tiba di lokasi mencoba menghibur anak-anak agar mereka dapat terlepas dari trauma akibat bencana (kanan).

Meski menjadi korban bencana, para pengungsi, baik itu dewasa maupun anak-anak tetap menjalankan kewajiban mereka sebagai umat Muslim di bulan Ramadhan yakni berpuasa. Meski rata-rata masjid roboh, para pengungsi menjalankan kewajiban salat mereka di tenda-tenda posko utama. Pemandangan seperti ini dijumpai oleh para relawan di desa-desa yang mereka kunjungi seperti Desa Jengat, Desa Daling, Desa Umah Bengi, Desa Bies, Desa Pilar, dan Desa Mongal. Desa-desa yang disebutkan tadi lokasinya sangatlah terpencil dan untuk menjangkaunya diperlukan perjalanan menaiki dan menuruni bukit serta jalan yang sempit.

Perasaan sedih juga dirasakan Sahmida dari Desa Mongal. Dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat rumahnya roboh dengan tanah. “Sedih hati saya, semua hasil jerih parah selama ini dari tanam kopi, hancur semuanya,” ujarnya. Namun Sahmida tetap bersyukur karena istri dan anaknya selamat dari bencana ini. Pengungsi lainnya juga mengatakan jika mereka lambat selangkah saja, mungkin nyawa mereka akan melayang karena tertimpa bangunan yang roboh.

Ada kisah yang menarik dari Maya, pengungsi dari Desa Bukit Pepanyi. Sekitar 2 bulan sebelum gempa terjadi, hasil panen kopi di desanya berlimpah ruah meski tanaman kopinya jarang dirawat tetapi apa yang terjadi setelah gempa terjadi adalah semuanya kembali ke awal. Mereka pun mengambil kejadian ini sebagai sebuah ujian dari Tuhan yang Maha Kuasa sehingga mereka harus tabah dan kembali bersemangat untuk membangun kembali semuanya.

Sebagai wujud saling menghormati dan bertenggang rasa, selama sehari penuh itu, relawan juga menjalankan puasa dengan tidak makan dan minum meski rasa haus dan lapar serta kantuk datang menggoda. “Semua ini terbayarkan dengan melihat masyarakat korban gempa dengan hangat menyambut kedatangan insan Tzu Chi,” ujar salah satu relawan.

Di masing-masing posko desa yang tertimpa bencana, bantuan yang diberikan adalah 300 kg beras, 10 kardus air mineral, 30 sarung, 12 kg minyak goreng, 50 paket kebersihan, dan 2 tikar ukuran besar. Pembagian pun selesai dilakukan dan berkumpul kembali di Takengon pada pukul 20.00 WIB dan bergerak kembali ke Lhokseumawe dan tiba pada pukul 00.00 WIB.
Desa-desa penerima bantuan di Takengon (Aceh Tengah)
1. Kampung Balik/Peluang
2. Kampung Wih Nongkal Toa
3. Kampung Dedingin
4. Kampung Wih Nongkal
5. Kampung Empu Balik
6. Desa Jengat
7. Desa Daling
8. Desa Emah Bengi
9. Desa Tenebuk dan Kampung Baru
10. Kampung Pilar
11. Kampung BIes
12. Kampung Wihdurin
13. Kampung Kala Ketol
14. Kampung Bukit Pepanyi
15. Kampung Kulem Parakemis
16. Desa Cekal
17. Kampung Surajadi
18. Kampung Mongal
19. Kampung Sukaramai Atas
20. Kampung Sukaramai Bawah       

  
 

Artikel Terkait

Bantuan Bagi Korban Kebakaran di Andir, Bandung

Bantuan Bagi Korban Kebakaran di Andir, Bandung

30 Juli 2024

Prihatin dengan kondisi warga korban kebakaran di Kecamatan Andir, Kota Bandung, relawan Tzu Chi memberikan bantuan berupa paket kebakaran, sembako, dan membantu warga memasak di dapur umum. Kebakaran menghanguskan 13 rumah.

Penghijauan di Desa Binaan Tzu Chi

Penghijauan di Desa Binaan Tzu Chi

25 Agustus 2017

Senin, 14 Agustus 2017, relawan Tzu Chi Singkawang yang bekerja sama dengan SMAN 2 Mempawah Hulu, serta jajaran masyarakat dan TNI melakukan penanaman pohon sebagai bentuk melestarikan lingkungan dan menyambut HUT ke-72 Republik Indonesia. 

Peduli dengan Sesama

Peduli dengan Sesama

16 Oktober 2015
Relawan Tzu Chi Batam mengadakan kegiatan hari Peduli Kasih pada tanggal 4 Oktober 2015. Kegiatan yang dilakukan dengan kunjungan kasih ke rumah-rumah para gan en hu (penerima bantuan Tzu Chi) diikuti sebanyak 48 relawan. Usai melakukan kunjungan, dilanjutkan dengan sharing pengalaman dari masing-masing relawan.
Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -