Gempa Aceh: Uluran Hati Hingga ke Desa Terpencil
Jurnalis : Erlina Khe (Tzu Chi Aceh), Fotografer : Tanjung Halim (林榮æº) (Tzu Chi Aceh)
|
| ||
Meski dirinya adalah korban, Tagori bersedia memberikan bantuan transportasi kepada relawan Tzu Chi, yakni 3 unit mobil 4WD agar dapat menjangkau desa-desa tersebut. Kesediaan Tagori untuk mengulurkan tangan tidak terlepas karena insan Tzu Chi. Pengirimanan bantuan oleh Tzu Chi pada gelombang pertama telah membuatnya tersentuh dan langsung menguatkan niatnya untuk membantu sesama. Tzu Chi yang tidak membeda-bedakan satu sama lain telah membuka mata hatinya dalam memandang kehidupan ini. Rasa syukur dipanjatkannya karena masih diberikan keselamatan dan dengan bencana gempa tersebut, membuatnya tersadar bahwa caranya untuk bersyukur adalah dengan membantu orang lain yang benar-benar membutuhkan. Dengan informasi yang diperoleh dari Tagori, insan Tzu Chi yang berada di Lhokseumawe maupun di Medan merencanakan untuk menjalankan bantuan gelombang kedua. Sebanyak 6 ton beras, 200 kotak air mineral, 240 kg minyak goreng, 40 buah tikar, 1.000 paket alat mandi (pasta gigi, sikat gigi, dan sabun mandi) dipersiapkan oleh relawan Tzu Chi Lhoksmawe pada tanggal 9 Juli 2013. Dari Tzu Chi Medan, dipersiapkanlah 600 buah kain sarung, 3 karung besar baju-baju layak pakai, sabun serta roti kering. Membantu dengan Sepenuh Hati Perjalanan yang harus ditempuh dari Medan ke Lhokseumawe adalah 7 jam lamanya. Sepanjang perjalanan, selayaknya keluarga, relawan Lhokseumawe selalu menelepon dan menanyakan kabar relawan Medan. Setibanya di sana, relawan-relawan Lhokseumawe menyambut dengan hangat kedatangan relawan Medan. Semuanya saling membantu untuk menurunkan barang-barang guna dimasukkan ke dalam gudang sementara. Dikarenakan 1.000 paket yang hendak dibagikan itu belum selesai maka 2 rombongan relawan ini bersatu untuk menyelesaikannya. Begitu banyak orang yang turut membantu semuanya memiliki prinsip yang sama bahwa berbuat kebajikan, janganlah kurang saya seorang, berbuat kejahatan, janganlah tambah saya seorang.
Keterangan :
Sebenarnya, gudang sementara yang dipakai itu adalah rumah dari salah seorang relawan Lhokseumawe. Melihat bahwa diperlukannya tempat untuk menyimpan barang yang sangat banyak maka rumahnya dibuka sebagai gudang logistik. Jam menunjukkan pukul 00.00 WIB dan semua bahan-bahan bantuan telah siap dan tersusun rapi. Meskipun para relawan Lhokseumawe belum lama bergabung dengan Tzu Chi, tetapi mereka sangatlah sepenuh hati. Mereka benar-benar menjalankan apa yang Master Cheng Yen sampaikan. Rasa empati mereka wujudkan dalam hal penyediaan bahan bantuan, layaknya bantuan itu hendak mereka terima sendiri. Seperti halnya beras yang hendak dibagikan, beras tersebut adalah beras yang dipilih dengan teliti dan dengan kualitas yang baik. Saling Menghormati dan Tenggang Rasa Pemandangan setelah memasuki daerah Takengon adalah bukit-bukit yang longsor dan badan jalan yang rusak. Meskipun perjalanan ini tergolong membahayakan tetapi niat tulus untuk bersumbangsih tetap menguatkan hati dan pikiran setiap relawan untuk tetap maju ke depan. Pukul 10.30 WIB, tibalah di Takengon dan langsung dilakukan pembagian menjadi 3 tim relawan. Tim pertama berangkat menuju ke Desa Widuri dan Desa Celala. Tim kedua menuju ke Desa Kala Ketol yang lokasinya sangat terpencil dan jauh. Relawan tim pertama dan kedua diisi oleh relawan pria, hal ini dipertimbangkan karena unsur keselamatan dan jauhnya perjalanan. Relawan-relawan yang lain digabungkan menjadi tim yang ketiga yang akan membagikan bantuan kepada desa-desa yang lebih dekat. Salah satu desa yang disinggahi oleh relawan tim ketiga adalah Desa Jengat. Penduduk di sana menyambut hangat kedatangan para relawan. Sembari memberikan bantuan, relawan juga berkunjung ke tenda-tenda pengungsi dan berbincang-bincang dengan korban bencana. Kisah-kisah bagaimana saat gempa melanda diceritakan oleh penduduk di sana. Air mata terasa tertahan di pelupuk mata sewaktu mereka bercerita bahwa kekuatan gempa terjadi pada jam 3 sore itu benar-benar serasa bumi ini berguncang hebat sehingga bangunan-bangunan beton rata dengan tanah. Gempa susulan pun terus terjadi yakni pada pukul 21.00 WIB dan 23.00 WIB. Tidak sedikit anak-anak yang trauma dengan kejadian tersebut sehingga mereka tidak mau terlepas dari orang tua mereka. Suasana haru pun terjadi pada saat salah seorang ibu pengungsi berlinang air mata berpelukan dengan salah satu relawan karena Tzu Chi telah datang memberikan bantuan.
Keterangan :
Meski menjadi korban bencana, para pengungsi, baik itu dewasa maupun anak-anak tetap menjalankan kewajiban mereka sebagai umat Muslim di bulan Ramadhan yakni berpuasa. Meski rata-rata masjid roboh, para pengungsi menjalankan kewajiban salat mereka di tenda-tenda posko utama. Pemandangan seperti ini dijumpai oleh para relawan di desa-desa yang mereka kunjungi seperti Desa Jengat, Desa Daling, Desa Umah Bengi, Desa Bies, Desa Pilar, dan Desa Mongal. Desa-desa yang disebutkan tadi lokasinya sangatlah terpencil dan untuk menjangkaunya diperlukan perjalanan menaiki dan menuruni bukit serta jalan yang sempit. Perasaan sedih juga dirasakan Sahmida dari Desa Mongal. Dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat rumahnya roboh dengan tanah. “Sedih hati saya, semua hasil jerih parah selama ini dari tanam kopi, hancur semuanya,” ujarnya. Namun Sahmida tetap bersyukur karena istri dan anaknya selamat dari bencana ini. Pengungsi lainnya juga mengatakan jika mereka lambat selangkah saja, mungkin nyawa mereka akan melayang karena tertimpa bangunan yang roboh. Ada kisah yang menarik dari Maya, pengungsi dari Desa Bukit Pepanyi. Sekitar 2 bulan sebelum gempa terjadi, hasil panen kopi di desanya berlimpah ruah meski tanaman kopinya jarang dirawat tetapi apa yang terjadi setelah gempa terjadi adalah semuanya kembali ke awal. Mereka pun mengambil kejadian ini sebagai sebuah ujian dari Tuhan yang Maha Kuasa sehingga mereka harus tabah dan kembali bersemangat untuk membangun kembali semuanya. Sebagai wujud saling menghormati dan bertenggang rasa, selama sehari penuh itu, relawan juga menjalankan puasa dengan tidak makan dan minum meski rasa haus dan lapar serta kantuk datang menggoda. “Semua ini terbayarkan dengan melihat masyarakat korban gempa dengan hangat menyambut kedatangan insan Tzu Chi,” ujar salah satu relawan. Di masing-masing posko desa yang tertimpa bencana, bantuan yang diberikan adalah 300 kg beras, 10 kardus air mineral, 30 sarung, 12 kg minyak goreng, 50 paket kebersihan, dan 2 tikar ukuran besar. Pembagian pun selesai dilakukan dan berkumpul kembali di Takengon pada pukul 20.00 WIB dan bergerak kembali ke Lhokseumawe dan tiba pada pukul 00.00 WIB. | |||
Artikel Terkait
Bantuan Bagi Korban Kebakaran di Andir, Bandung
30 Juli 2024Prihatin dengan kondisi warga korban kebakaran di Kecamatan Andir, Kota Bandung, relawan Tzu Chi memberikan bantuan berupa paket kebakaran, sembako, dan membantu warga memasak di dapur umum. Kebakaran menghanguskan 13 rumah.
Penghijauan di Desa Binaan Tzu Chi
25 Agustus 2017Senin, 14 Agustus 2017, relawan Tzu Chi Singkawang yang bekerja sama dengan SMAN 2 Mempawah Hulu, serta jajaran masyarakat dan TNI melakukan penanaman pohon sebagai bentuk melestarikan lingkungan dan menyambut HUT ke-72 Republik Indonesia.