Gempa Lombok: Bantuan untuk Warga Lombok Utara

Jurnalis : Anand Yahya, Fotografer : Anand Yahya


Kondisi salah satu rumah yang rusak berat di wilayah Dusun Karang Subagan Daya, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara pascagempa berkekuatan 7 SR yang mengguncang Lombok pada Minggu, 5 Agustus 2018.

Memasuki hari ke-3 usai gempa susulan berkekuatan 7 SR yang mengguncang pulau Lombok (NTB), Bali, dan sekitarnya, Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi Indonesia dan Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia bergerak kembali menuju lokasi sekitar  gempa susulan di Lombok Utara. Tepatnya di Desa Pemenang Barat, kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara rombongan dari Tzu Chi Indonesia mulai melakukan koordinasi pada 7 Agustus 2018 setelah tiba di lokasi dan membagi relawan Tzu Chi Indonesia menjadi dua tim.

Setelah dibagi menjadi dua tim, TIMA bergerak menuju Kampung Kebon Tempos, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara yang memang belum tersentuh bantuan sama sekali. Sedangkan TTD Tzu Chi Indonesia mempersiapkan tenda yang akan didirikan di beberapa titik sekitar wihara yang terdapat di Desa Pemenang Barat dan melakukan survei ke lokasi pengungsian untuk menyalurkan bantuan darurat.


Jalan-jalan di sekitar desa dipenuhi dengan material rumah yang runtuh akibat gempa.

Dari hasil survei TTD Tzu Chi Indonesia, daerah Kabupaten Lombok Utara merupakan lokasi yang paling parah terdampak gempa. Suasana di Kabupaten Lombok Utara pun seperti kota mati karena tidak ada penerangan listirk pascagempa. Rumah-rumah yang menyisakan puing-puing juga telah ditinggalkan penghuninya. Bahkan salah satu perkampungan di Lombok Utara yakni Dusun Karang Subagan Daya, Kecamatan Pemenang sama sekali belum  tersentuh bantuan. Di dusun ini pula, sedikitnya 400 Kepala Keluarga (KK) harus kehilangan tempat tinggal karena rusak akibat gempa susulan.

Pada malam hari, warga terpaksa harus tidur berdesakan di tenda-tenda darurat yang di buat secara swadaya. Minimnya perlindungan dari tenda-tenda tersebut membuat warga langsung diterpa hawa dingin ketika tidur.

“Dari pemerintah belum ada sama sekali bantuan. Kami butuh tenda, makanan dan air,” kata Martini (50). Rumah Martini sendiri roboh saat gempa 7 SR mengguncang Lombok. Kini, ia tinggal bersama suami dan satu anak perempuannya di tenda darurat. Pada siang hari, suami Martini juga berusaha mengais kayu dan batu bata dari reruntuhan rumah mereka supaya dapat dipakai kembali untuk membangun rumahnya kelak.


Suami dari Martini berusaha mengais kayu dan batu bata dari reruntuhan rumah mereka supaya dapat dipakai kembali untuk membangun rumah.

Pascagempa susulan yang merusak rumahnya, keluarga Martini hanya dibantu oleh saudara-saudaranya dan kerabat saja. Mereka makan seadanya dan menggunakan baju yang diberikan oleh saudaranya, karena untuk masuk ke rumah dan mencari pakaian resiko tertimpa reruntuhan tembok atau balok kayu sangatlah besar. Hal ini juga yang membuat Martini urung untuk masuk kedalam rumah.      

Sementara itu di Kebon Tempos, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara sudah banyak tenda berdiri diatas lahan tanaman kacang dan persawahan yang sudah mengering. Ada sekitar puluhan tenda yang dibangun seadanya, kondisi lingkungan yang berdebu dan cuaca panas menambah penderitaan para pengungsi, TIMA Indonesia pun menggelar baksos keliling di wilayah ini.


Purniadi (berdiri) mengantar Rutiyaning (duduk dengan pakaian biru kain cokelat) untuk mendapatkan perawatan dari baksos keliling TIMA Indonesia.

Dari hasil baksos ini, banyak warga korban gempa yang menderita luka-luka, sakit kepala, serta nyeri-nyeri di badan akibat terbentur benda keras. Seperti yang dialami oleh Rutiyaning (80), salah satu warga yang menderita luka jahit di kepala dan siku tangan kirinya. Ketika di bawa ke lokasi baksos darurat yang di gelar di atas lahan persawahan, wajah Rutiyaning tampak lesu, sekitar kelopak matanya pun lebam dan sedikit membiru akibat benturan benda keras.

“Ibu ini tertimpa dinding yang roboh di kamarnya, waktu itu saya lagi cari rumput untuk ternak saya,” tutur Purniadi (37), anak ke lima dari Rutiyaning. “Ibu saya gak pingsan waktu tertimpa tembok rumah, hanya seperti orang kebingungan dan minta keluar,” cerita Purniadi saat menemukan ibunya pascagempa.

Setelah tertimpa tembok, Rutiyaning segera di bawa ke posko darurat dan luka di kepalanya mendapat 8 jahitan dan tangan kirinya mendapat 9 jahitan. Menurut dr. Ida Bagus Dharmasusila, Sp.B dari TIMA Indonesia, kondisi Rutiyaning memang membutuhkan perhatian mengingat luka-luka yang didapatinya. “Jika jahitan di kepala dan di tangan sudah mulai mengering. Beberapa hari lagi bisa dibuka jahitannya. Tindakan yang harus diperhatikan adalah mengganti perban dan membersihkan luka agar tidak infeksi karena banyaknya debu disekitar tenda,” ungkap dokter bedah umum di RS Cinta Kasih Tzu Chi tersebut.

Memberi Bantuan


Tenda-tenda darurat yang dibangun oleh warga korban gempa Lombok diatas lahan tanaman kacang dan persawahan yang sudah mengering.

Cuaca siang pun sangat terik di wilayah Lombok Utara ketika TTD Tzu Chi Indonesia berangkat menuju tenda pengungsi yang berada tepat di belakang wihara Jaya Wijaya. TTD Tzu Chi Indonesia mendatangi langsung tenda-tenda pengungsi untuk mengetahui jumlah orang yang tinggal dalam tenda tersebut dan kebutuhan apa yang sangat mereka perlukan.

Dari hasil survei, kebutuhan mereka rata-rata sama. Mereka sangat membutuhkan terpal untuk dijadikan tenda. Selain itu, selimut dan sarung juga sangat dibutuhkan. Setelah memberikan kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhan para korban, TTD Tzu Chi Indonesia juga memberikan Mi DAAI untuk untuk menyokong kebutuhan konsumsi lokasi pengungsian.

Data terakhir yang berhasil dihimpun dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Selasa, 7 Agustus 2018. Jumlah korban meninggal dunia akibat gempa 7 SR di pulau Lombok dan sekitarnya mencapai 105 orang meninggal dunia. Sebagian besar  korban meninggal berasal dari Lombok Utara yakni berjumlah 78 jiwa. Sebelumnya BNPB mengakui bahwa infrastruktur yang rusak akibat gempa menyulitkan upaya evakuasi yang hingga kini masih berlangsung seperti aliran listrik yang masih padam dan akses jalan yang belum dapat di lewati alat berat.

Sementara itu pada saat Tzu Chi Indonesia memberikan bantuan serta baksos keliling bagi korban gempa Lombok, gempa susulan berkekuatan 6,2 SR kembali mengguncang wilayah Sumbawa dan Lombok, NTB pada Kamis, 9 Agustus 2018 pukul 12.25 WIB. Menurut data dari BMKG, pusat gempa susulan ini berada di 8,36 Lintang Selatan, 116,22 Bujur Timur tepatnya pada 6 km Barat Laut Lombok Utara, NTB.

Pada hari itu (Kamis, 9 Agustus 2018), Tim Tanggap Darurat Tzu Chi menyalurkan bantuan ke 4 (Empat) Posko Korban Gempa di Lombok: Posko Tebango Bolot, Posko Merah Putih, Posko Kolo Tanjung, dan Posko Villa.

Di Posko Tebango Bolot yang dihuni oleh 313 jiwa (90 Keluarga)  bantuan yang diberikan berupa: terpal (7 buah), Mi DAAI (23 dus), selimut (64 buah), sarung (38 buah), handuk dan dan hygenis Pack (31 paket).

Di Posko Merah Putih yang dihuni oleh 123 keluarga, bantuan yang diberikan berupa: Terpal (2 buah), Mi DAAI (10 Dus), Selimut (30 buah), Sarung 30, Handuk dan hygenis Pack (10 paket).

Di Posko Kolo Tanjung yang dihuni oleh 315 jiwa (80 keluarga), bantuan yang diberikan berupa: Terpal (18 buah), Mi DAAI (19 Dus), Selimut (51 buah),  Sarung (29 buah), dan Handuk dan hygenis Pack (35 paket).

Di Posko Villa yang dihuni oleh 379 jiwa (104 keluarga), bantuan yang diberikan berupa:  Terpal (20 buah), Mi DAAI (24 Dus),  Selimut (70 buah), Sarung (39 buah), Handuk dan hygenis Pack (39 buah).

Editor: Arimami Suryo A.


Artikel Terkait

Tidur Lebih Nyaman dengan Bantuan Kasur dan Selimut dari Tzu Chi

Tidur Lebih Nyaman dengan Bantuan Kasur dan Selimut dari Tzu Chi

22 Oktober 2018
Bahagia dan tersanjung, itulah yang dirasakan warga di Dusun Tiga Konsesi di Kecamatan Sindue Tombusabora, di Kabupaten Donggala. Setelah sebelumnya mendapatkan bantuan berupa dua lembar tikar dan 1 dus mi instan untuk masing-masing Kepala Keluarga, kali ini Tzu Chi (21/11) membagikan kasur dan selimut.
Internasional: Bantuan Gempa di Qinghai

Internasional: Bantuan Gempa di Qinghai

10 Mei 2010
Lebih dari 60.000 orang berada dalam bahaya kehabisan makanan. Para relawan membentuk tim survei dan pergi ke dataran tinggi Qinghai, 4.500 kilometer di atas permukaan laut, mereka melakukan perjalanan 800 kilometer dalam tujuh hari.
Gempa Palu: Semangat Tak Boleh Terkubur Bersama Gempa

Gempa Palu: Semangat Tak Boleh Terkubur Bersama Gempa

02 November 2018

“Nah… di sana, di dekat rumah walet itu,” kata Sofian menunjuk satu-satunya bangunan yang ia ingat dan masih tersisa. “Dulu rumah saya ada di samping rumah walet itu. Tapi sudah tak ada itu sisanya,” ucapnya ringan dengan wajah tersenyum. Rumah Sofian dulu ada di Perumnas Balaroa yang terdampak likuifaksi, yang kata warga Palu, tanah di perumahan itu sudah lebur seperti diblender. Namun berbeda dengan semangat Sofian yang tetap kuat dan tak goyah.

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -