Gempa Lombok: Tegar Menghadapi Bencana

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati
 
 

foto
Insan Tzu Chi kembali melakukan survei lokasi gempa di beberapa titik gempa. Kali ini, relawan Tzu Chi melakukan survei ke lokasi gempa terparah di antara titik gempa lainnya.

Langkah insan Tzu Chi kembali melakukan survei ke lokasi titik-titik gempa di beberapa dusun di kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara pada selasa, 16 Juli 2013. Lokasi gempa yang terdapat di daerah pegunungan membuat 3 relawan Tzu Chi harus menyusuri jalan berbukit yang tidak bisa dilalui alat transportasi. Dusun Kali Pucak, Desa Bentek namanya. Kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju Desa Medane yang menjadi titik terparah gempa. Adi Prasetyo, salah satu relawan Tim Tanggap darurat (TTD) Tzu Chi menceritakan bagaimana Tzu Chi melalui pemberitaan media mengetahui kejadian gempa di Lombo, dan kemudian diputuskan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi melakukan survei ke lokasi.

 “Pemberitaan gempa di Lombok kurang begitu terdengar, namun pada kenyataanya cukup parah setelah kita survei, sehingga kita akan koordinasikan mengenai kebutuhan bantuan yang dibutuhkan,” tutur Adi Prasetyo. Ia menambahkan bahwa warga membutuhkan bantuan untuk mendirikan bangunan. “Kalau bahan pangan, mereka masih bisa mencukupi. Kondisi rumah di sini banyak yang rubuh dan rata dengan tanah. Nanti akan bawa ke pimpinan untuk kebutuhan-kebutuhan warga,” tambahnya.

Selama melakukan survei, relawan Tzu Chi bekerjasama dengan Polda setempat. I Wayan Sulendra, Danramil setempat mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Tzu Chi atas jalinan jodoh ini. “Saya selaku Danramil berterima kasih sekali kepada yaysan Buddha Tzu Chi yang turut serta membantu masyarakat,” ungkapnya. Ia berharap dengan semakin banyaknya perhatian dari kalangan yang memberikan bantuan, maka sesegera mungkin dapat mengadakan pembangunan kembali rumah warga yang rusak parah.

foto  foto

Keterangan :

  • Sebanyak tiga relawan Tim Tanggap darurat (TTD) Tzu Chi melakukan survei ke Dusun Kali Pucak, Desa Bentek, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara (kiri).
  • Kondisi gempa di Dusun Gol, Desa Medane mengakibatkan sebagian besar rumah warga rata dengan tanah (kanan).

Tetap Tegar
Reruntuhan bangunan rumah para penduduk di salah satu Dusun Gol, Desa Medane, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara yang menjadi lokasi gempa terparah di Utara Kota Lombok, NTB telah berserakan dan rata dengan tanah. Saat saya melintasi sebuah bangunan yang kondisinya telah rata dengan tanah, saya melihat seorang wanita paruh baya berjalan dengan langkah terpatah-patah menuju tenda darurat dekat rumahnya. Ternyata ia menuju tenda tempat saudara dan beberapa keluarganya tinggal sementara. Saya pun menghampiri wanita tersebut dan menanyakan mengapa jalannya terpatah-patah layaknya orang sedang mengalami keseleo atau reumatik. Setelah ditanya, ternyata wanita yang setiap harinya mengenakan jilbab ini menderita patah tulang pada kakinya akibat tertindih reruntuhan tembok yang menimpa tubuhnya pada saat gempa terjadi. Wanita ini adalah Maesaroh. Seorang janda yang telah ditinggal  mati suaminya 12 tahun silam. Sejak itu, wanita ini harus berjuang menggantikan posisi suaminya sebagai kepala keluarga. Ia pun berjuang mati-matian untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Bukan hanya kebutuhan pangan sehari-hari yang mesti ditanggung Maesaroh, melainkan juga harus memberikan pendidikan yang lebih baik kepada kedua anaknya. Ia ingin agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan seperti orang-orang dan menjadi orang yang sukses kelak. Melalui tekad inilah, Maesaroh terus berusaha keras menunjukkan kepada anak-anaknya dan dirinya sendiri bahwa ia harus mampu menyekolahkan anak-anaknya. Kini, impiannya terwujud. Satu anaknya telah menempuh bangku kuliah di Universitas Mataram, dan satu anaknya juga sedang menempuh Kejar Paket C (setara dengan SMA). Bukan hanya dalam segi pendidikan saja yang diperhatikan oleh Maesaroh saat itu, ia juga bekerja keras agar bisa mengumpulkan tabungan sedikit demi sedikit sampai bisa mendirikan bangunan tembok yang dijadikan tempat berteduhnya selama ini. Hati Maesaroh merasa lega dengan usaha kerasnya selama ini, impiannya bisa terwujud dengan memberikan pendidikan yang lebih baik kepada kedua anaknya juga memiliki tempat tinggal yang lebih baik dari sebelumnya.

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
Namun tanpa disangka dan direncanakan, gempa bumi berkekuatan 5,4 skala Richter yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 22 Juni 2013 telah merenggut harta Maesaroh. Bahkan gempa tersebut mengakibatkan cedera pada dirinya yang saat itu sempat tidak sadarkan diri beberapa saat setelah kejadian. Maesaroh terluka saat ia hendak keluar menyelamatkan diri pada saat gempa terjadi beberapa saat. Sesampai di pintu belakang rumah, ia ingat akan anaknya yang saat itu juga di dalam rumah. Ternyata anak yang dicarinya telah keluar rumah untuk mencari perlindungan. Maesaroh segera keluar rumah melalui pintu belakang. Tanpa disangka, ternyata tembok rumah bagian belakang rubuh seketika. Ia yang dalam kondisi panik hanya bisa tengkurap di tengah-tengah pintu rumahnya. Ia pun tertindih reruntuhan tembok pada kedua bahunya. Selain itu kakinya pun tertimpa reruntuhan tembok tersebut hingga menyebabkan kakinya mengalami patah tulang ringan. Ia pun dibawa anaknya ke tukang urut yang terdapat di daerahnya. Selama tiga minggu proses penyembuhan, akhirnya Maesaroh bisa berjalan kembali sedikit demi sedikit meskipun masih terpatah-patah dan jika berjalan agak jauh kakinya mengalami pembengkakan.

foto  foto

Keterangan :

  • Maesaroh, dengan kondisi kaki yang cukup parah akibat kejatuhan reruntuhan tembok rumahnya sedang mengais puing-puing reruntuhan tembok, walaupun kondisi kakinya masih belum sembuh total (kiri).
  • Sepasang suami-istri, Sayuri dan Soleha sedang bergotong royong bersama membersihkan rumahnya yang kini rata dengan tanah akibat gempa (kanan).

Maesaroh sehari-harinya mengadas (memelihara sapi tetangga dengan sistem bagi hasil jika berkembang biak) juga berjualan buah musiman. Ia merasa terpukul setelah bencana ini, ditambah lagi kondisi ini menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri yang akan dirayakannya lebih kurang sebulan lagi. “Dengan rumah hancur seperti ini, perasaan saya juga hancur. Suami tidak ada, rumah juga tidak ada. Bagaimana saya bisa membangun rumah ini kembali. Selama ini untuk membangun rumah harus menabung lama untuk bisa membangun rumah,” ungkapnya lirih. Ia juga berharap agar pemerintah memberikan perhatian kepada ia dan warga lainnya. “Semoga pemerintah bisa membantu. Tapi jika tidak ada yang membantu ya pelan-pelan akan membangun kembali rumah, namun dengan syarat saya mesti mencari terlebih dulu. Kapan rezeki tidak tahu, mudah-mudahan bisa membangun kembali,” tutur Maesaroh dengan logat kental Sasak.

Ini Musibah, Jadi Bisa diterima
Bukan hanya Maesaroh yang memiliki ketegaran, kekuatan, dan kesabaran dalam menghadapi bencana yang telah menghabiskan bangunan rumahnya, namun hal ini juga terjadi pada Sayuri Sayuri (43). Ia bersama Soleha (42) istrinya ini, sedang bersama-sama mengais reruntuhan tembok bangunan rumahnya. Ia tidak menduga kalau rumahnya hancur akibat gempa kala itu. Ia bersama istri hanya bisa memandangi dan meratapi rumahnya yang awalnya berdiri kokoh kini rata dengan tanah. Sayuri dan istrinya menyadari bahwa kejadian ini bukan hanya menimpa dirinya, namun juga warga lainnya. Dengan demikian, ia tidak hanya ingin terlarut lama meratapi kondisi yang dirasakannya saat ini. Sayuri merasa sedih atas kejadian ini, namun tetap menunjukkan ketegaran dalam hatinya menghadapi semua ini. “Saya merasa sedih dengan kejadian ini. Tapi ya dengan sabar menghadapi semua ini,” ungkapnya.

Sayuri yang sehari-harinya sebagai buruh tani ini tinggal sementara di tenda darurat pemberian dari Dinas Sosial RI bersama istrinya. Sebelumnya ia dan keluarga harus tidur di berugak (tempat terbuka tanpa dinding untuk duduk bersantai). Setiap malam dalam tidurnya tanpa sekat dinding, Sayuri dan keluarga dengan sabar merasakan semilir angin malam yang akhir-akhir ini berhembus sangat kencang. “Alhamdulillah bisa tidur, ya seadanya,” ungkapnya dengan suara lirih. Sayuri berharap ada uluran tangan dari pihak manapun yang membantu dirinya untuk membangun kembali rumahnya. Ia mengatakan bahwa semua ini adalah musibah jadi harus bisa diterima. Kata yang dijadikan pedoman inilah yang membangkitkan kesabaran pada diri Sayuri dan keluarganya.

  
 

Artikel Terkait

Waisak 2558: Jarak dan Usia Tidak Membatasi Hati

Waisak 2558: Jarak dan Usia Tidak Membatasi Hati

12 Mei 2014

Waisak 2014 adalah suatu acara yang spesial di hati penganut ajaran Buddha yang universal. Ajaran yang universal itu yang membuat kita semua bisa bergabung menjadi satu keluarga yang spesial.

Paket Lebaran 2024: 1.950 Paket Sembako untuk Warga Kamal Muara

Paket Lebaran 2024: 1.950 Paket Sembako untuk Warga Kamal Muara

18 Maret 2024

Tzu Chi Indonesia bagikan Paket Cinta Kasih Lebaran 2024 di wilayah Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. Dalam kegiatan ini sebanyak 1.950 paket sembako dibagikan kepada warga RW 01 dan RW 04, Kamal Muara.

Bersama-sama Melestarikan Lingkungan Hidup

Bersama-sama Melestarikan Lingkungan Hidup

21 Oktober 2013 Banyak cara dalam merawat, menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Salah satunya dengan memilah sampah yang dapat didaur ulang kembali seperti; plastik, kaca, almunium, elektronik, kertas, kardus, dan logam.
The beauty of humanity lies in honesty. The value of humanity lies in faith.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -