Gempa Nepal: Memberikan Tempat yang Layak Huni untuk Pengungsi
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy LiantoRelawan Tzu Chi dibantu warga setempat membagikan paket makan malam kepada 1.500 pengungsi.
Masih di lokasi yang sama, Selasa, 5 Mei 2015, relawan Tzu Chi Indonesia kembali membagikan 9 tenda di Lapangan Maheswori, Bhaktapur, Nepal, sehingga total terdapat 24 tenda di sana. Selain membagikan tenda, relawan juga membuat makanan untuk 1.500 warga (makan malam). Dengan didirikannya Tenda Tzu Chi di Lapangan Maheswori, otomatis tenda-tenda pengungsi pun dihilangkan dan warga masuk ke Tenda Tzu Chi. Penyusunan Tenda Tzu Chi pun disusun di sisi pinggir lapangan secara rapi sehingga pengaturan tenda pengungsi menjadi lebih tertata rapi dan area tengah lapangan diijadikan ruang terbuka untuk anak anak bermain dan untuk lewat kendaraan. Perubahan ini ternyata memberikan banyak manfaat kepada warga pengungsi.
Adalah Jeevan Nakarmi dan keluarganya yang sudah tinggal selama 12 hari di Maheswori. Mereka tinggal di dalam tenda berukuran 2x1 m selama pascagempa terjadi. Pada 4 Mei 2015, Tzu Chi Indonesia mendirikan 15 tenda yang diperuntukkan bagi warga pengungsi, dan Jeevan adalah salah satu dari sekian warga yang pindah ke Tenda Tzu Chi hari itu. Ditemui ketika sedang membersihkan barang-barangnya di tenda, Jeevan mengatakan jika dirinya sangat bersyukur karena mendapat perhatian dan bantuan dari Tzu Chi sehingga kini keadaan keluarga mereka jauh lebih nyaman dan punya tempat tinggal yang layak huni.
Pada hari kedua di Lapangan Maheswori, pendirian Tenda Tzu Chi dibantu oleh relawan Tzu Chi dan warga pengungsi.
Lapangan Maheswori setelah Tzu Chi mendirikan Kampung Tenda di sana.
Hal ini sangat berbeda jauh ketika menempati tenda pengungsian yang lama, dimana tenda yang mereka tempati adalah tenda seadanya yang dibangun dengan ketinggian hanya 50 cm dari lantai sehingga sirkulasi udara sangat panas sekali dan ketika hujan tiba pasti lapangan akan banjir 1-2 cm yang menyebabkan di malam hari mereka tidak dapat tidur karena genangan air.
Beruntung kemarin (4/5) tenda dari Tzu Chi telah tiba sehingga warga pengungsi bisa memiliki tempat tinggal yang lebih layak. Sirkulasi udara pun menjadi lebih baik dan tenda sudah punya dinding penutup sehingga debu tidak mudah masuk ke dalam tenda dan terpal serta tikar untuk alas tidur mereka. Saat hujan tiba pun tidak kena tampias lagi, sehingga tidur pun menjadi lebih nyaman. "Terima kasih kepada relawan Tzu Chi dari berbagai dunia yang telah datang memberikan bantuan dan perhatian kepada kami. Tanpa kalian, kami tidak tahu akan menjadi apa kami di pengungsian ini," ujar pria berusia 45 tahun ini. Jeevan pun menunjukkan rumah tempat ia dan keluarganya tinggal sebelum gempa terjadi. Rumah berlantai 4 dengan ukuran besar tersebut dulunya dihuni oleh 3 keluarga, yakni keluarga Jeevan, keluarga kakak sulungnya, dan adik sulungnya beserta dengan ayahanda mereka, Ram Shekhar Nakarmi yang kini berusia 80 tahun.
Kondisi tenda pengungsi sebelum Tzu Chi mendirikan tenda untuk para pengungsi.
Jeevan (baju hijau garis-garis) sedang bersantai di tenda dengan istri dan putri bungsunya.
Setelah berkeliling melihat bangunan rumahnya dari luar, ia pun kembali ke tenda pengungsian dan di sana, Nani Maiya Nakarmi, istri Jeevan bersama putri bungsunya, Jemiya Nakarmi yang baru berusia beberapa bulan sedang bercanda dan bersenda gurau. Jeevan pun memperkenalkan keluarganya dan ayahnya, Ram Shekhar Nakarmi. Ketika ditanya usia ayahnya, Jeevan pun meminta ayahnya untuk menjawabnya. Ram Shekhar Nakarmi atau akrab disapa Ram yang baru saja bangun dari tidurnya pun mengatakan jika usianya sudah 80 tahun dan ia merasa senang masih bisa bercengkrama bersama keluarganya di tenda pengungsian. Ia pun menceritakan kronologi terjadinya gempa pada tanggal 25 April lalu. Sebelum gempa terjadi, ia dan keluarga masih berada di dalam rumah melakukan aktivitas rutin mereka. lalu beberapa menit kemudian, tiba- tiba para tetangga berteriak jika ada gempa dan mereka sekeluarga pun langsung keluar dari rumah begitu merasakan goyang. Untungnya setelah keluar dari rumah, sisi bagian kanan rumah mereka runtuh dan lantai di lantai dua mulai retak. Mau tak mau Ram pun mengikuti Jeevan mengungsi, mengikuti jejak warga yang lain yaitu pindah sementara ke lapangan Maheswori dan membuat tenda sementara untuk mereka tinggali setelah gempa terjadi.
Kondisi rumah Jeevan yang rusak akibat gempa. Rumah yang dulunya dihuni oleh 3 kepala keluarga sekarang hanya kosong, karena bangunannya sudah tidak layak huni dan sewaktu-waktu dapat rubuh.
Ram Shekhar Nakarmi menceritakan kisahnya ketika gempa terjadi pada 25 April 2015 lalu.
Rumah yang mereka tempati dulu adalah rumah warisan dari ayah Ram. Rumah itu sudah berdiri selama lebih dari 85 tahun, sehingga memiliki nilai histori yang sangat kuat untuk Ram. Maka itu, Ram pun merasa sayang rumah tersebut rusak. Selain itu, Ram pun berujar jika selama berada di dalam tenda yang baru (Tenda Tzu Chi), khususnya pada malam hari, dirinya mengira suhu udara akan menjadi hangat karena diisi oleh 50 orang lebih, tetapi kenyataannya tidak demikian. Karena umumnya cuaca di Maheswori pada malam hari sangat dingin terutama menjelang pukul 03.00 dini hari hingga pagi hari suhu udara berkisar 10-15 derajat celcius. Suhu udara yang dingin ini pun menyebabkan beberapa warga pengungsi yang tidak memiliki selimut terserang batuk maupun pilek. Beruntung di sana terdapat organisasi sosial yang memberikan pengobatan umum secara cuma-Cuma, tetapi sekali lagi Ram menuturkan jika dirinya menderita diabetes dan di daerah pengungsian belum ada pengobatan lebih lanjut untuk dirinya sehingga untuk berobat ia harus pergi ke rumah sakit terdekat yang membutuhkan waktu perjalanan dengan mobil 30 hingga 45 menit dari Maheswori.