Gempa Nepal: Menggunakan Cinta Kasih untuk Mengobati Luka Batin
Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy LiantoSenin, 11 Mei 2015, relawan Tzu Chi Internasional mengadakan pembagian bantuan sembako ke-2 di Khwopa Secondary Higher School, Bhaktapur, Nepal.
Relawan Tzu Chi Internasional kembali melakukan pembagian bantuan sembako untuk korban gempa di Nepal. Pembagian kedua ini dilakukan pada Senin, 11 Mei 2015, pukul 10.00 di Khwopa Secondary Higher School yang untuk sementara waktu digunakan sebagai tempat pengungsian bagi warga korban gempa. Sebanyak 224 orang tinggal di sana. Selain itu ada juga warga yang masih tinggal di tenda-tenda di depan gedung sekolah.
Salah satunya adalah Ratna Showori Sizakho dan Krishneswori, dua keluarga penerima bantuan yang tinggal di salah satu tenda dari 4 tenda yang berdiri di depan gedung Sekolah Khwopa. Ratna yang sudah berusia lanjut ini mengatakan jika dirinya sekarang sudah tidak fit (kurang sehat). Sejak pertama gempa terjadi hingga hari itu sudah 15 hari lamanya ia tinggal di pengungsian. Akibat rumahnya hancur karena gempa, kini ia bingung harus kemana lagi mencari tempat berteduh. Beruntung ada tenda pengungsian di Khwopa sehingga ia dan keluarganya bisa memiliki tempat untuk tidur dan berteduh. Sebanyak 13 orang anggota keluarga Ratna tinggal di tenda tersebut. Begitu juga dengan Krishneswori dan keluarga. Krishneswori juga memiliki keluarga besar, 13 orang. Jika malam hari tiba, rombongan pengungsi lain kembali ke tenda untuk berisitirahat. Total ada sebanyak 115 orang yang tinggal di tenda tersebut.
Relawan Tzu Chi membagikan 1.620 paket bantuan kepada para korban gempa. Para korban gempa merasa bersyukur atas bantuan yang diberikan.
Ratna Showori Sizakho (kiri) dan Krishneswori (menggendong bayi) yang tinggal di tenda pengungsian di Khwopa Secondary Higher School merasa sangat beruntung karena mendapat bantuan sembako dari Tzu Chi.
Di tengah situasi yang serba prihatin, ujian seolah akrab menghampiri para pengungsi. Musim penghujan di Nepal telah tiba, hampir setiap malam hujan deras turun membasahi bumi Nepal. Warga korban gempa yang tinggal di pengungsian pun merasa bingung. “Kalau hujan tiba, warga yang tidur di tenda langsung keluar karena tenda pasti basah. Ada yang lari ke sekolah dan tidur di gang kelas dan ada yang tidur di tempat memasak yang kini telah berpenutup asbes,” ujar Ratna Showori dengan sedih. Ratna juga mengeluhkan jika akhir-akhir ini ia merasakan sakit di persendian lututnya. Karena belum ada ongkos untuk berobat maka ia pun mengabaikan rasa sakitnya. Beruntung pada saat pembagian bantuan sembako di Khwopa Secondary Higher School, Tzu Chi juga memberikan bantuan pengobatan. Ratna pun kemudian bisa memeriksakan dirinya sekaligus. “Merasa senang dan terharu karena Tzu Chi tidak hanya kasih bantuan sembako, tetapi juga bantuan pengobatan,” ujar wanita berusia 50 tahun lebih ini. “Terima kasih Tzu Chi, perhatian dan bantuan kalian membuat banyak orang terharu,” ungkapnya.
Kendala Bahasa Bukan Halangan
Pada siang itu, Tzu Chi Internasional berhasil membagikan bantuan sembako kepada 1.620 keluarga. Tidak hanya memberikan bantuan berupa materi, tetapi juga memberikan layanan kesehatan gratis kepada para pengungsi. “Hari ini, sebanyak 40 orang lebih datang berobat,” ujar Raymond Huang, dokter bedah ortopedi yang khusus datang untuk membantu Tzu Chi dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis.
Selain di Khwopa Secondary Higher School, ada juga korban gempa yang masih tinggal di tenda-tenda di depan gedung sekolah.
Raymond Huang, relawan medis Tzu Chi merasa senang bisa bergabung di kegiatan sosial Tzu Chi di Nepal, karena di Nepal adalah tempat kelahiran buddha.
Raymond pun menerangkan jika memang benar untuk dapat bersumbangsih (dalam situasi bencana) tidaklah mudah. Salah satu kesulitan yang dihadapinya selama berada di Nepal, yakni kendala bahasa. Ia sulit untuk berkomunikasi dengan masyarakat setempat, maka dari itu hari itu ia dan rekan-rekannya ditemani oleh relawan setempat yang membantu menerjemahkan. “Kendala bahasa pasti terjadi, tapi bagi saya itu bukanlah lagi jadi ganjalan. Buktinya saya dengan bahasa tubuh dan senyum saja juga bisa berkomunikasi dengan mereka,” ujar Raymond sembari tersenyum mengingat keberaniannya untuk menggunakan bahasa tubuh dan senyuman untuk berkomunikasi dengan warga setempat.