Hadiah Istimewa di Penghujung Tahun
Jurnalis : Cindy Kusuma, Fotografer : Cindy Kusuma
|
| ||
Relawan berencana untuk mendatangi kelima rumah tersebut satu per satu. Lima rumah tersebut letaknya cukup berjauhan. Setibanya mereka di lokasi, hujan deras mulai turun, memberikan tantangan tersendiri bagi 12 relawan Tzu Chi yang ditemani Ketua RT dan RW setempat. Namun, cuaca yang kurang bersahabat tidak menghambat kesatuan hati mereka untuk menyerahkan kunci bagi para penerima bantuan, terlebih lagi para relawan memahami suasana hati para penerima bantuan yang sudah tidak sabar lagi untuk dapat menempati rumah barunya. Melewati jalanan yang sempit serta becek di tengah guyuran hujan bukanlah alasan untuk menyerah. Salah satu penerima bantuan yang rumahnya dibedah adalah Dwi Lestari, seorang ibu yang sehari-hari bermatapencaharian sebagai buruh cuci. Ia tinggal bersama suaminya yang bekerja sebagai supir mikrolet di wilayah Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Rumah mereka adalah rumah terakhir di hari itu yang diserahkan kuncinya. Terlihat mereka sudah bersiap menyambut kedatangan para relawan dengan sangat antusias, bahkan Ibu Dwi sudah mempersiapkan minuman dan makanan ringan bagi para relawan.
Keterangan :
Ketika masuk ke rumah lamanya yang sudah nampak baru, Dwi tidak dapat membendung kegembiraannya, “Terima kasih! Terima kasih banyak kepada Yayasan Buddha Tzu Chi! Biar Allah yang balas!” Serunya kepada pada relawan. Relawan yang menyerahkan kunci juga tidak kalah gembiranya, “Kami juga berterima kasih kepada ibu, karena telah memberikan kami kesempatan untuk membantu ibu,” ujar salah satu relawan Dibandingkan dengan rumah-rumah lain yang dibedah, rumah Dwi sedikit berbeda. Rumah ini mempunyai pintu belakang yang langsung menghadap sebuah kali kecil. Melihat keadaan ini, para relawan mengingatkan Dwi dan suaminya untuk tidak membuang sampah ke kali, “Ibu harus menjadi contoh bagi para tetangga untuk menerapkan pelestarian lingkungan, menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah ke kali,” imbau Johan Shixiong, salah seorang relawan. Dwi, masih dengan senyum di wajahnya, mengangguk tanda setuju. Inisiatif untuk Berdana Sore itu, Carita yang sehari-hari menarik becak belum kembali ke rumah. Di rumah hanya ada Rini istrinya, ditemani kakak perempuannya, adik iparnya, serta anak-anak mereka. Rini menuturkan, dahulu sebelum direnovasi, keadaan rumah mereka sangat parah bahkan hampir roboh. Rumahnya yang hanya satu lantai terhimpit di tengah-tengah rumah bertingkat. Kalau hujan, air banjir masuk ke rumah. Belum lagi tikus-tikus yang berkeliaran di dalam rumah. “Kalau saya shalat, sambil berdoa, suka ada tikus lewat, saya jadi nggak konsen,” kenangnya. Di dalam doanya, Rini selalu memohon kepada Yang Kuasa agar kehidupannya dan keluarganya bisa lebih baik.
Keterangan :
Di tengah kesulitan mereka, ada harapan baru muncul di keluarga ini. Suatu hari, ada sekelompok relawan Tzu Chi mendatangi rumah mereka untuk melakukan survei guna memastikan apakah mereka dapat ikut Program Bebenah Kampung. “Saat itu saya mikir, apa ini Tzu Chi yang suka ngasih beras dari Taiwan?” Kata Rini. Rupanya, Rini sekeluarga sejak awal sudah berjodoh dengan Tzu Chi. Mereka pernah menerima beras cinta kasih Tzu Chi beberapa tahun silam. “Berasnya enak, pulen dan bulet-bulet,” kenang Rini. Berdasarkan hasil survei, mereka dianggap layak untuk dibantu. Mereka pun segera pindah ke kontrakan sementara sambil menunggu rumah selesai dibangun. Tiga bulan berselang, doa Rini selama bertahun-tahun akhirnya terkabul. Sekarang ia dan anak-anak serta keluarganya bisa mendiami rumah yang lebih layak dan sehat. “Dulu rumahnya paling rombeng. Sekarang tetangga-tetangga kalau lewat pada menoleh ke sini,” ujar Rini bangga. “Kami seneng sekali, terima kasih banyak untuk Yayasan Buddha Tzu Chi,” tambahnya dengan penuh rasa syukur. Tersentuh dengan curahan cinta kasih dari Tzu Chi, mereka juga tidak mau ketinggalan dalam membagi cinta kasihnya kepada sesama. Carita secara inisiatif meminta sebuah celengan bambu kepada seorang insan Tzu Chi. Celengan tersebut sekarang ditaruh di ruang tamu rumahnya, agar siapapun yang mau berdana bisa langsung memasukkannya ke dalam celengan. “Kadang 500, kadang 1.000. Ada berapa pun saya masukin, agar bisa bantu orang lain yang susah juga,” kata Rini. Carita, Rini, dan setiap anggota keluarganya telah memberikan contoh yang baik dan menginspirasi melalui semangat celengan bambu. Dengan adanya rumah baru yang lebih layak, maka keluarga ini boleh menjalani kehidupan baru yang lebih sehat dan harmonis, serta dapat menjadi teladan masyarakat, bahwa berdana bukanlah hak orang kaya saja, namun juga bisa dilakukan oleh orang yang kurang mampu. | |||