Hadiah Natal untuk Agatta

Jurnalis : Felicite Angela Maria (He Qi Timur), Yuliati, Fotografer : Yuliati

doc tzu chi indonesia

Johan Kohar (kanan) bersama relawan komunitas He Qi Timur bergotong royong mengangkat ranjang yang akan diberikan untuk Agatta Meralda Stevanya Montolalu saat kunjungan kasih yang diadakan pada Rabu 20 Desember 2017.

Lima hari menjelang Hari Natal, tepatnya Rabu 20 Desember 2017 sejak pukul 8 pagi, belasan relawan Tzu Chi komunitas He Qi Timur, Kelapa Gading bersiap menuju Jalan Enggano, Tanjung Priok. Para relawan berencana melakukan Kunjungan Kasih sekaligus mengantarkan ranjang untuk pasien Agatta, seorang remaja yang merupakan salah satu umat gereja St. Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok.

Walau awal hari diwarnai hujan gerimis dan kemacetan satu jam lebih perjalanan menuju rumah pasien, tidak menyurutkan semangat para bodhisatwa dunia ini. Dikoordinir langsung oleh Wie Sioeng, wakil ketua komunitas relawan He Qi Timur, Kelapa Gading, yang juga Ketua Misi Amal Tzu Chi Indonesia, rombongan relawan pun tiba di rumah Agatta. Relawan senior penanggung jawab lapangan, Johan Kohar yang lebih dulu tiba pun menyambut belasan relawan ini.

Para bodhisatwa pun bersiap menurunkan ranjang yang sudah dibawa. Namun ada satu tantangan, relawan mesti menggotong ranjang yang besar dan berat seperti yang ada di rumah sakit itu ke rumah Agatta yang terletak di gang kecil. Para relawan pun bersama-sama menggotong ranjang tersebut menyusuri gang sempit. Relawan mesti berjalan perlahan-lahan dan hati-hati karena kondisi jalan gang yang basah, gelap, dan becek sisa genangan air hujan di sepanjang jalan. Walau berat, akhirnya relawan sampai di depan rumah keluarga Agatta.

Agatta Meralda Stevanya Montolalu (20) putri dari keluarga Otje Richard Montolalu (59) dan Anni Pankey (55). Mahasiswi salah satu universitas swasta di Jakarta ini satu tahun lalu mengalami kecelakaan saat melakukan atraksi unjuk kebolehan di kampusnya yang mengakibatkan Agatta mengalami kelumpuhan dari pinggang ke bawah. Masa-masa itu merupakan masa kelam bagi Agatta, membuat dirinya tidak lagi bersemangat untuk hidup, menjerit histeris karena sedih, marah, kalut, tidak terima keadaan dirinya sekarang, dan berkali-kali mencoba bunuh diri. Ditambah lagi dengan kondisi ayah Agatha, Bapak Otje yang baru saja didiagnosa leukemia. Benar-benar seperti memberikan pukulan bagi keluarga ini.

doc tzu chi indonesia

Selain membawakan ranjang, relawan juga memberikan kasur yang terdapat sela-sela udara. Mereka pun memompanya sebelum digunakan.

doc tzu chi indonesia

Romo paroki Antonius Wiwit memimpin doa untuk memberkati ranjang yang akan digunakan Agatta dan kesembuhannya.

Hingga satu waktu saat ada bakti sosial kesehatan gigi Tzu Chi bulan September lalu, di Gereja Santo Fransiskus Xaverius, Johan Kohar, relawan Tzu Chi diberi kabar oleh salah satu pengurus lingkungan gereja, Ibu Irene. Ibu Irene mengatakan bahwa ada salah satu warga lingkungan Blasius, di daerah Enggano, tidak jauh dari paroki gereja, Agatta, namanya yang mengajukan permohonan bantuan melalui Yayasan Buddha Tzu Chi. Dari Johan Kohar pengajuan permohonan itu pun ditanggapi dan dirujukkan oleh pihak keluarga ke Kantor Tzu Chi di ITC Mangga Dua lantai 6. Tindak lanjut dari pengajuan, melalui proses survey atas kasus Agatta ini sekitar satu bulan yang lalu, sekitar tanggal 20 November 2017. Akhirnya permohonan bantuan disetujui dan Agatta pun mendapatkan bantuan ranjang yang kondisinya juga masih bagus. Secercah harapan dan semangat baru pun muncul di hati Agatta dan sekeluarga.

Suasana kunjungan kasih ini pun mendapat perhatian dari para pengurus Gereja Santo Fransiskus Xaverius. Tampak hadir juga di rumah itu, Romo paroki Antonius Wiwit, Pr, Ketua Seksi Kesehatan  Gereja, Ibu Irene, kedua orang tua dan sanak saudara Agatta.

Acara sederhana dalam bentuk doa dan berkat yang dipimpin oleh Romo Wiwit untuk suka cita keluarga Agatta ini, benar-benar seperti hadiah natal bagi Agatta. Seperti yang memang dikehendaki Agatta, bahwa dia membutuhkan sebuah ranjang, supaya bisa mandiri dan bisa berusaha melakukan segala hal sendiri, tanpa perlu membuat repot orang tuanya, terutama ibunya.

“Misteri Natal kami yakini sebagai misteri penjelmaan Allah menjadi manusia dalam diri Yesus yang lahir bukan di tempat yang mewah, bukan di tempat yang megah, tapi di kandang sederhana. Maksudnya apa, di balik penjelmaan Allah yang Maha Kuasa, Allah yang Maha Agung, Allah yang Maha Besar seperti itu, peristiwa Natal itu mau menunjukkan Allah yang peduli situasi hidup manusia, Allah yang mau peduli, solider dengan hidup dan penderitaan hidup banyak orang,” ungkap Romo Wiwit.

doc tzu chi indonesia

Relawan Tzu Chi juga memberikan diapers dan bingkisan Natal untuk keluarga Agatta.

doc tzu chi indonesia

Anni Pankey (kanan) bersama sang suami mengucap syukur atas bantuan Tzu Chi yang telah memberikan kado istimewa berupa ranjang untuk Agatta.

“Yayasan Buddha Tzu Chi adalah bentuk kepedulian yang sangat besar. Ini menjadi perpanjangan tangan Tuhan sendiri, benar-benar nyata, saya merasakan sendiri, dan tentu yang paling merasakan adalah umat saya sendiri. Ada banyak berkat yang kami terima, ribuan rasa syukur, saya harap jodoh kita berlanjut, banyak umat di sekitar gereja saya mengalami kebaikan berkat Tuhan yang nyata, dalam bentuk kehadiran Buddha Tzu Chi, sekali lagi terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi,” tambahnya.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Johan Kohar, relawan senior sekaligus penanggung jawab lapangan kunjungan kasih ini, karena relawan Johan Kohar juga merupakan salah satu warga umat paroki gereja Santo Fransiskus, Tanjung Priok yang juga mengenal keluarga Agatta.

”Momen nya tepat, menjelang Natal, jadi sebagai hadiah natal untuk Agatta yang selama ini mengharapkan mempunyai ranjang. Di sini juga kita merasakan satu kerjasama yang baik atas kepedulian kita terhadap sesama kita yang membutuhkan. Jadi dari pihak gereja dari pihak Tzu Chi, juga peduli terhadap sesama kita yang sangat membutuhkan. Itulah satu ekspresi yang luar biasa, momen yang sangat indah. Menjelang Natal ini, kita bisa merefleksikan diri, bisa juga dari kekurangan kita, kita bisa membantu sesama kita. Pada saat ini Tuhan sudah kasih kita ladang berkah, kita bisa bergandengan tangan, untuk memberikan kontribusi kepedulian kita untuk sesama kita,” kata Johan Kohar.

Rasa Syukur yang Tak Terbendung

Mendapatkan kado istimewa dari relawan membuat sang bunda, Anni Pankey tak kuasa menahan air mata yang terus mengalir deras. Anni terus meyakinkan Vanya, sapaan Agatta yang terbaring lemah di ranjang bahwa air mata yang ia teteskan bukanlah kesedihan melainkan air mata kebahagiaan.

doc tzu chi indonesia

Agatta (berbaring) bersama keluarga dan relawan yang hadir dalam kunjungan kasih berfoto bersama.

“Sudah enggak bisa terbendung lagi air mata. Tapi saya bilang sama dia (Agatta) mama bahagia bukan lagi apa, kayaknya bingung mengungkapkan kepada tuhan,” ucap Anni.

Sebagai ibu yang merawat dan mendampingi anak setiap hari, Anni memahami betul apa yang dirasakan Agatta pasca kecelakaan yang dialaminya. “Saya tahu dia berat, saya juga berat,” tuturnya sedih. Namun kesedihan yang berlarut-larut tidak memberikan jalan untuk kesembuhan sang buah hati. Ia terus mengajak anaknya agar semakin kuat dalam menerima keadaan ini.

“Mari kita sama-sama bangkit Van, sama-sama menerima ini sebagai ujian,” ucap Anni sembari mengelus sang buah hati.

Keterpurukan pun berubah menjadi harapan. Selama ini Vanya terus berpikir telah merepotkan keluarganya lantaran kondisi yang dialaminya. Ia terus berharap orang tuanya membelikannya ranjang baru seperti ranjang yang terdapat di rumah sakit, sehingga ia bisa duduk tanpa harus merepotkan keluarga.

“Biasanya (kalau bangun) dibantu kakak, papa, jadi sering repotin. Karena kebanyakan tidur-tidur jadi luka di bokong. Berharap banget punya kasur kayak di rumah sakit jadi bisa bangun sendiri, duduk sendiri enggak tiduran terus, enggak malas,” ujar Vanya. “Jadi aku punya aktifitas lebih,” sambungnya.

Menerima kado ranjang yang sesuai keinginan membuat Vanya sangat bersyukur. “Puji Tuhan, bersyukur sekali. Aku sudah lama pengen banget punya kasur kayak gini minta mama papa cuma belum ada biaya,” tuturnya. Setelah bisa menikmati ranjang tersebut di rumahnya, “Nggak nyangka nggak percaya, kayak mimpi,” ucapnya haru.

“Memang Tuhan memberi kita saat kita mensyukuri, menerima benar-benar, yang ia butuhkan terjawab di akhir tahun ini. hadiah Natal lewat Yayasan Buddha Tzu Chi. Terima kasih banyak, Tuhan baik sama kami, doa kami selama ini Tuhan jawab indah pada waktunya,” ungkap sang bunda.

Anni juga mendoakan Yayasan Buddha Tzu Chi terus berkembang dan mendoakan Vanya memiliki semangat untuk sembuh. “Semoga lewat (ranjang) ini, Vanya bisa menemukan semangatnya lagi, bisa beraktifitas sendiri dan semangat untuk bisa sembuh,” tutupnya tersenyum menatap Vanya.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Ketabahan Seorang Ibu

Ketabahan Seorang Ibu

11 Desember 2017

Dewi (31) adalah ibu dari bayi mungil bernama Aisyah Naila yang terlahir dengan fisik luar yang cacat. Perjuangannya dalam membesarkan Aisyah yang hingga kini harus menjalani serangkaian operasi mengingatkan bahwa cinta dan pengorbanan orang tua kepada anak tak terbatas apapun.

Sepenuh Hati Merawat Kurniadi

Sepenuh Hati Merawat Kurniadi

10 April 2017

Pada 6 April 2017, dokter, perawat, staf Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi bersama relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Pusat melakukan kunjungan kasih ke tempat pasien kasus Kurniadi di wilayah Bungur, Senen, Jakarta Pusat. 

Kunjungan Kasih, Menebarkan Cinta Kasih dan Welas Asih

Kunjungan Kasih, Menebarkan Cinta Kasih dan Welas Asih

29 Oktober 2014 Mengutip perkataan Agung, tentunya menjadi sebuah berkah bagi kita, para relawan untuk bersumbangsih. Dengan cara melakukan kunjungan kasih, memberi pendampingan dan penghiburan serta menebarkan cinta kasih dan welas asih di tengah-tengah masyarakat yang ada.
Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -