Hal-hal yang Sering Luput dari Perhatian Guru
Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul KhotimahElizabeth Santosa, seorang psikolog anak mengatakan penting bagi guru untuk memastikan apakah anak-anak memiliki masalah keluarga, apakah anak mengalami trauma masa kecil, atau siapkah mereka untuk belajar. Hal-hal seperti ini yang perlu disentuh oleh seorang pendidik.
Banyak guru kurang memperhatikan bagaimana kondisi well being atau mental muridnya ketika berada dalam kelas. Padahal ini merupakan aspek yang sangat penting. Sebagian guru masih berpikir bahwa di sekolah anak hanya datang untuk belajar. Padahal pendidikan sejatinya bukan hanya mendidik pemikiran anak saja, tetapi juga bagaimana mendidik moral dan karakter anak.
Perkembangan dan well being pada anak dipaparkan secara mendalam oleh Elizabeth Santosa, seorang psikolog anak dalam seminar pendidikan yang digelar oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pada Sabtu, 3 November 2018. Sementara bagaimana mendidik karakter anak di tengah pesatnya kemajuan teknologi di sampaikan dengan gamblang oleh Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.PD.
Prof.
Dr. H. Arief Rachman, M.PD menekankan bahwa pendidikan karakter itu dimulai dari
gurunya sendiri. “Karakter apa yang perlu ditonjolkan, dan itu perlu diberikan
contoh dari gurunya,” kata Arief.
Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.PD mengingatkan bahwa pendidikan itu bukan hanya mendidik pemikiran anak saja tapi juga bagaimana mendidik moral dan akhlak yang baik.
Sementara
itu, Elizabeth yang berbicara tentang Pengembangan Skill Pendidik di Era Digital juga menekankan bahwa sukses tidaknya
proses belajar mengajar itu dimulai dari gurunya sendiri. Untuk menciptakan
murid yang happy di kelas maka guru
harus happy terlebih dahulu. Karena
kalau seorang guru tidak happy, maka
emosi dan vibration yang dia bawa
dalam ruangan kelas itu akan mempengaruhi mood
dan suasana belajar anak-anak.
“Saya juga banyak masalah sebagai psikolog dan praktisi, tapi untuk sesaat, ketika saya mau masuk ke stage sebelum berbicara, saya harus menjadi profesional kan. Bisa menjadi bahagia itu artinya saya biasanya berdiam diri, dan mengatakan dalam hati saja afirmasi-afirmasi positif. Kayak ‘saya mau mengajar, saya akan memberikan yang terbaik’. Intensi para pendidik waktu masuk sekolah, untuk anak-anak harus jernih, ini untuk anak-anak,” jelasnya.
Seminar pendidikan yang digelar di Aula Jing Si, Tzu Chi Center ini diikuti oleh 400 peserta yang merupakan guru dan pemerhati pendidikan di seputar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Ada tiga pembicara utama yakni Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.PD, Elizabeth Santosa, dan Iing Felicia Joe. Seminar berlangsung sangat interaktif, mengingat apa yang dibahas memang menjadi problem dan tantangan yang dihadapi oleh guru di era digital seperti sekarang ini.
Nike Tiarti (kanan)
dan peserta lainnya ditantang untuk menulis pesan singkat berisi pujian atau
apresiasi kepada pasangan atau orang tua untuk menciptakan kebahagiaan di dalam
rumah. Kondisi bahagia harus diciptakan oleh guru dari sejak ada di rumah.
Para peserta
ditantang untuk saling menyebutkan nilai-nilai apa saja yang ia ingin diciptakan
di dalam kelas tempatnya mengajar selama satu pekan ke depan.
Kepala SD Tzu Chi Indonesia, Caroline Widjanarko mendapatkan banyak masukan dari apa yang disampaikan para pembicara. Misalnya bagaimana seorang guru harus punya hati yang tenang saat mengajar.
“Sekarang kita dengan mudah mendapatkan informasi. Ada musibah pesawat jatuh, lima menit kemudian kita tahu. Dulu mungkin kita tidak tahu, jadi ketika guru bekerja ia lebih konsentrasi dan tidak terganggu. Tapi sekarang kan guru baru terima Whatsapp dari siapa, keluarga kita kenapa, baca berita duka atau baca berita yang bagaimana, itu kan cepat sekali. Mood kita sebagai pendidik saja sudah langsung berubah-ubah,” kata Caroline.
Nike Tiarti, Guru Playgroup Budi Luhur, Pondok Aren juga mendapat banyak inspirasi dari seminar ini.
“Saya kayak disadarkan bagaimana sih harus berbahagia dulu karena ternyata kebahagiaan yang kita dapat itu bisa kita transferkan ke anak-anak yang sebenarnya mereka butuh energi positif dari kita. Dimulai dari hati yang bahagia. Jadi meski ganti kurikulum berkali-kali, kita tetap bisa mengikuti flow,” kata Nike. Nike juga menggarisbawahi betapa pentingnya guru dan orang tua harus menjadi partner dalam mendidik anak-anak.
Editor: Hadi Pranoto
Artikel Terkait
Menjadi Pengajar Sekaligus Pembelajar
28 Agustus 2019Seminar Pendidikan Tzu Chi University Taiwan di Medan
10 Oktober 2019Tzu Chi University Taiwan ikut mengambil bagian dalam pameran Taiwan Higher Education Fair 2019 yang diadakan di Santika Premier Dyandra Hotel selama 2 hari, yakni 29 dan 30 September 2019. Di sana seluruhnya ada 45 stand yang diisi berbagai universitas dari Taiwan.
Hal-hal yang Sering Luput dari Perhatian Guru
06 November 2018Perkembangan dan well being pada anak dipaparkan secara mendalam oleh Elizabeth Santosa, seorang psikolog anak dalam seminar pendidikan yang diadakan Tzu Chi Indonesia pada Sabtu, 3 November 2018. Sementara bagaimana mendidik karakter anak di tengah pesatnya kemajuan teknologi di sampaikan dengan gamblang oleh Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.PD.