Harapan akan Kehidupan yang Layak

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto

fotoRelawan Tzu Chi mengunjungi Supenti untuk memberikan semangat dan melihat kondisi keluarganya.

Supenti (48) adalah seorang ibu yang menderita penyakit kanker rahim dan usus buntu. Supenti mendapat bantuan dari sebuah yayasan sosial untuk operasi dan kemoterapi. Setiap bulan Supenti harus mengikuti kemoterapi untuk menyembuhkan penyakitnya.

Masalah kesehatan tubuhnya, biaya transportasi untuk kemoterapi biaya berobat putra bungsunya, Rachmat (13) yang menderita Talasemia (kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut) sejak dalam kandungan sehingga harus mengeluarkan biaya untuk cuci darah setiap bulannya menjadi beban pikiran Supenti setiap saat. Selain itu untuk keperluan sehari-hari dan biaya pendidikan bagi ketiga putranya juga tiada yang menafkahi karena Supenti kini tidak dapat bekerja lagi dan Yusuf Husein, suami tercinta telah meninggal 3 tahun lalu karena penyakit liver.

Berkat bantuan Asri, aktivis sosial yang tinggal di dekat rumah Supenti pada tanggal 27 Mei 2010 kasus Supenti kemudian diajukan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang berkantor di Gedung ITC Mangga Dua Lantai 6 Jakarta. Setelah menjalani proses survei dan verifikasi, Supenti resmi dibantu oleh Tzu Chi pada tanggal 3 Juni 2010 berupa bantuan biaya hidup. Dengan bantuan biaya hidup ini, Supenti dapat lebih tenang untuk menjalani pengobatan tanpa harus memikirkan tentang masalah kebutuhan hidupnya.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, Septiawan, putra sulung Supenti tiba-tiba mengalami guncangan jiwa dan harus pulang pergi ke poli jiwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, hingga akhirnya Septiawan resmi masuk ke bagian poli jiwa dan harus menginap di sana selama 3 bulan lamanya. Ditambah lagi dengan kondisi Rachmat yang harus melakukan cuci darah sebulan sekali, membuat Supenti harus bolak-balik RSCM–Jatinegara untuk melakukan kemoterapi, menjenguk Septiawan, dan melakukan cuci darah untuk Rachmat. Melihat kondisi keluarganya yang demikian, hati Supenti pun merasa perih. ”Sedih, pikiran saya capek sendiri. Anak-anak pada sakit dan harus sering bolak–balik rumah sakit. Ditambah lagi nggak ada yang kasih makan. Kalau musti nganter anak, begitu sampe rumah sakit saya sendiri sudah lelah. Tetapi saya sabar, saya ikuti aja emang sudah nasib saya,” ujar Supenti sambil menangis terisak-isak.

foto    foto

Keterangan :

  • Supenti berbagi kisah kepada relawan Tzu Chi yang datang untuk menyemangatinya (kiri).
  • Rumah Supenti yang mulai dirobohkan untuk dibangun kembali dengan harapan kehidupan Supenti dan keluarga dapat menjadi lebih baik (kanan).

Tempat Tinggal yang Lebih Baik
Beruntung setelah 3 bulan kondisi jiwa Septiawan berangsur pulih dan sudah diijinkan kembali ke rumah. Dokter yang mengijinkan memberikan obat yang harus dikonsumsi terus oleh Septiawan untuk mencegah penyakitnya kambuh kembali. “Bosan di sini, mendingan di rumah,” jelas Septiawan ketika dikunjungi oleh Supenti di Poli jiwa RSCM Jakarta.  Ibarat seperti ditindih yang berat, dililit yang panjang (kemalangan yang datang tanpa bisa dihalangi -red) rumah tingkat dua yang bersekat tripleks dan bertopang kaso itu mulai rusak karena mengalami bocor dan mengakibatkan rumah yang hanya berbahankan tripleks tersebut mulai rapuh dan akhirnya rubuh. Akhirnya mereka sekeluarga tidur di sebuah kamar kecil di lantai bawah yang karena rembesan air di lantai atas mengakibatkan ruangan tempat mereka tidur menjadi sangat lembab. Hal ini mengakibatkan anak-anak Supenti tidak dapat belajar dengan baik.

Rembesan air tidak hanya membuat kamar tidur menjadi lembab, tetapi juga mengakibatkan terjadi korsleting listrik di sekitar rumah Supenti. Bila hujan turun, jalanan di depan rumah Supenti tidak tergenang air, tetapi rumah Supenti terendam air. Melihat keadaan rumah Supenti yang kian hari kian rusak, Asri mencoba mengajukan bantuan ke Tzu Chi lagi untuk membedah rumah Supenti menjadi rumah yang layak huni. ”Pertama kami survei, kami lihat keadaan rumah sudah sangat memprihatinkan. Saya lihat bangunan atas sudah mulai ambruk dan bagian bawah sebagian kayu kaso yang  menjadi tiang penyangga mulai patah,”ujar Iswandi, relawan Tzu Chi yang melakukan survei ke rumah Supenti.  

foto  foto

Keterangan :

  • Ruangan bawah yang dipakai untuk belajar dan tidur oleh Supenti dan ketiga anaknya. Rembesan air di lantai atas menyebabkan ruangan ini menjadi lembab dan kotor (kiri).
  • Para relawan bahu membahu merapikan runtuhan bangunan dari jalan agar tidak mengganggu penduduk sekitar(kanan).

Setelah hasil survei dan pemilihan bahan untuk pembangunan nanti diserahkan ke Yayasan Buddha Tzu Chi, pada tanggal 20 Januari 2011 permintaan untuk bedah rumah di setujui oleh Tzu Chi dan pada bulan November 2011 rumah Supenti mulai dirobohkan. Relawan Tzu Chi juga datang untuk membantu merapikan runtuhan bangunan yang lama agar tetangga sekitar tidak terganggu dan lingkungan sekitar tetap bersih. Satu per satu relawan memindahkan tripleks yang runtuh ke tempat yang telah disediakan. Rencananya pembangunan rumah ini akan memakan waktu lebih kurang 2 bulan, sedangkan untuk sementara Supenti dan keluarga harus mengungsi sementara ke rumah kontrakan yang berjarak lebih kurang 100 meter dari rumahnya yang lama.

Lalu karena rumah kontrakan yang ditempati oleh Supenti tidak mengijinkan adanya kegiatan masak–memasak, maka Supenti melakukan kegiatan memasak dan mencuci pakaian di rumah Asri. “Semua pakaian dan perabot Bu Supenti ada di rumah saya, sedangkan untuk memasak Supenti dapat memakai kantin saya sebagai tempat untuk memasak dan mencuci baju atau piring,” jelas Asri. Kini dengan adanya bantuan dari Tzu Chi kehidupan Supenti berangsur-angsur membaik dan dirinya dapat berkonsentrasi untuk memulihkan penyakitnya.

Melihat keadaan hidupnya yang mulai berangsur baik, Supenti hanya dapat berharap anak-anak yang ia kasihi dapat tumbuh besar, sehat dan dapat memiliki kesempatan untuk bekerja dan menafkahi keluarga ini.” Saya sangat bersyukur atas bantuannya, harapan saya cuma satu yaitu dapat melihat anak –anak saya bisa bekerja dan membuka usaha,” harap Supenti.

 

 


Artikel Terkait

Fotografi dalam Dunia Pendidikan

Fotografi dalam Dunia Pendidikan

21 Desember 2010 Pameran foto peduli pendidikan dengan tema “Bersama Membangun Negeri dan Karakter Bangsa” diadakan Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia oleh Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli DJalal, Ph.D pada tanggal 17 Desember 2010 di Plaza Gedung A Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Nilai Sebuah Perhatian

Nilai Sebuah Perhatian

15 September 2015
Melihat penderitaan warga yang kehilangan segala yang dimilikinya, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memberikan bantuan sebagai wujud rasa sosial kemanusiaan dan merasakan penderitaan mereka. Pada hari Senin, 14 September 2015, sebanyak 30 relawan turun membagikan bantuan paket bantuan kebakaran berupa kebutuhan sehari-hari
Sebuah Dukungan untuk Kemanusiaan

Sebuah Dukungan untuk Kemanusiaan

30 Oktober 2018

Sosialisasi Misi Amal Tzu Chi (SMAT) di Kantor BCA Pantai Indah Kapuk, Jumat, 26 Agustus 2018 sedikit berbeda dari biasanya.  Andre Zulman dari Sekretariat Tzu Chi Indonesia kali ini lebih banyak menyampaikan informasi tentang apa yang sedang Tzu Chi upayakan bagi warga korban gempa di Palu dan Lombok NTB.


Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -