Harmoni Kebajikan dalam Festival Kue Bulan Tzu Chi
Jurnalis : Kho Ki Ho (Tzu Chi Pekanbaru), Fotografer : Kho Ki Ho, Nadia, Tomy (Tzu Chi Pekanbaru)Para pengunjung festival kue bulan yang diadakan oleh Tzu Chi Pekanbaru mencoba tester kue bulan.
Bertepatan dengan festival kue bulan, Tzu Chi Pekanbaru mengadakan kegiatan bertajuk Harmoni Kebajikan dalam Festival Kue Bulan Tzu Chi pada 7 dan 8 September 2019 di Mal Ciputra Seraya, Kota Pekanbaru. Kegiatan ini terdiri dari bazar kue bulan, pameran misi amal dan pelestarian lingkungan, serta donor darah.
Menjalin Persahabatan dan Kekeluargaan
Kue bulan berbentuk bulat sebagai lambang persatuan
dan juga bermakna kekeluargaan. Konon dulunya kue bulan adalah makanan ringan yang
dimakan saat musim gugur (musim panen), saat keluarga berkumpul. Budaya positif ini tentu harus dipertahankan sebagai
pengingat akan persatuan dan kekeluargaan.
Insan Tzu Chi Pekanbaru merayakan festival kue bulan ini dengan mengadakan bazar kue bulan sebagai salah satu sarana untuk mengajak masyarakat berbuat kebajikan. Berbeda dengan kue bulan pada umumnya, kue bulan Tzu Chi Pekanbaru bernama kue bulan cinta kasih dikarenakan dibuat dengan cinta kasih. Kue ini juga vegan sebagai wujud cinta kasih terhadap semua makhluk, dan yang membeli juga sekaligus beramal sebagai wujud cinta kasih kepada sesama. Dibuat dengan cinta kasih artinya relawan yang membuat bersumbangsih tanpa pamrih. Kue bulan Tzu Chi juga menggunakan pewarna alami dari buah naga, jeruk, dan daun pandan. Para pengunjung juga bisa melihat langsung proses pembuatan kue bulan di bazar.
Para pengunjung bisa melihat langsung proses pembuatan kue bulan di bazar.
Tahun ini merupakan bazar kue bulan untuk ke-6 kalinya yang diadakan oleh Tzu Chi Pekanbaru. Sebelumnya kue bulan tidak diproduksi sendiri tapi sejak 6 tahun relawan yang awalnya tidak bisa membuat kue bulan, dengan kesungguhan mempelajari resep dari berbagai sumber, akhirnya bisa mandiri membuat kue bulan cinta kasih ini.
Dalam 2 hari bazar kue bulan ini, terdapat berbagai pembeli yang memiliki motivasi berbeda dalam membeli kue bulan cinta kasih Tzu Chi. Maria Lim misalnya, ia mendengarkan cerita anaknya yang saat ini sedang kuliah di luar kota bahwa ada kue bulan vegan. Maria yang berencana mengunjungi anaknya langsung membelikan kue bulan di bazar Tzu Chi. “Rencana mau beli yang vege tapi tidak tahu dimana ada jual, kebetulan ada bazar kue bulan, jadi langsung beli,” ujar Maria.
Fany yang biasa memberikan kue bulan untuk temannya, ketika menjumpai ada yang vegan, dia langsung teringat akan temannya yang juga adalah seorang vegetarian. “Jadi pas ada bazar Tzu Chi ini, ada kue bulan vegan, jadi kami kasih ke teman, kue bulan vegan,” ujarnya.
Maria (kanan, tengah) membeli kue bulan untuk anaknya yang berkuliah di luar kota.
Trisno membeli kue bulan untuk dikonsumsi sendiri dan diberikan kepada orang tua tercinta. “Selain untuk berbuat kebajikan, juga untuk mencicipi rasanya, dan rasanya pas untuk konsumsi sendiri, dan untuk kasih ke Mama,” ungkapnya.
Dana yang terkumpul dari bazaar kue bulan tahun ini akan digunakan untuk pembangunan kantor Tzu Chi Pekanbaru.
Rasa Empati Berbuah Tekad untuk Menolong Sesama
Dalam setahun, Tzu Chi Pekanbaru bekerja sama
dengan PMI melakukan donor darah sebanyak 3 kali. Berbeda dengan donor darah
sebelumnya, donor darah kali ini didakan di Mal Ciputra dalam kegiatan Harmoni Kebajikan dalam Festival Kue Bulan
Tzu Chi. Donor darah yang berlangsung pada Minggu pukul 13.00 hingga 20.00 WIB ini berhasil
mengumpulkan 132 kantong darah.
Salah satu pendonor adalah M. Syukur (56) yang sudah 13 kali mendonorkan darah. Pengalaman waktu masih remaja masih membekas dalam ingatannya, saat ibunya membutuhkan darah karena sering keguguran. Sulitnya mencari pendonor darah waktu itu membuat ayahnya harus mendonorkan darah berkali-kali walau belum waktunya donor. Hal ini membuat M. Syukur tidak merasa takut untuk mendonorkan darah.
“Saya tidak merasa takut, karena setetes darah kita bisa menyelamatkan nyawa orang lain,” ujar M. Syukur saat mendonorkan darahnya.
“Saya tidak merasa takut, karena setetes darah kita bisa menyelamatkan nyawa orang lain,” ujarnya. “Kan kita punya kelebihan, juga kekurangan, kelebihan kita bisa untuk menutupi kekurangan orang lain,” tambahnya.
Senada dengan M. Syukur, ada Liliana yang juga mendonorkan darahnya yang ke-10 kalinya. Rasa takutnya akan jarum donor darah yang ukuran cukup besar dikalahkan oleh rasa ingin menolong orang lain. Liliana mengatakan, “Sakit sebentar kan nggak apa-apa, demi menolong orang lain.” Ia juga bertekad minimal setahun donor sekali, alhasil tekadnya selalu terwujud, kadang setahun bisa mendonorkan 2 kali.
Menyadari dan Bertekad
Melestarikan Lingkungan
Dalam pameran pelestarian lingkungan, terdapat
miniatur Bumi, banner-banner tentang
pelestarian lingkungan, serta permainan “Selamatkan Bumi Kita”. Miniatur Bumi
dibentuk dari botol air mineral yang menampilkan 2 sisi: Bumi yang tersenyum dan
Bumi yang menangis. Di sisi Bumi yang tersenyum ditempel foto-foto tindakan yang
membuat Bumi kita tersenyum. Sebaliknya, sisi yang menangis terdapat foto-foto
perilaku kita yang membuat Bumi menangis.
Mawie Wijaya sedang menjelaskan tentang pelestarian lingkungan.
“Yang ingin kami sampaikan ke masyarakat, yukk, Bumi kita ini sekarang sudah mulai kritis, Bumi kita sudah sangat menderita, kita ingin sampaikan kepada masyarakat, ini loh Bumi kita, dimana hanya ada satu Bumi yang bisa kita tinggali, jadi kita harus jaga,” ujar Mawie Wijaya, Penanggung jawab sosialisasi pelestarian lingkungan ini.
Puspa, salah satu pengunjung pameran pelestarian lingkungan mengatakan, “Saya sangat mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Tzu Chi, yang membuka wawasan masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan.” Puspa sangat terkesan dengan miniatur Bumi. “Ada Bumi yang satu sisi tersenyum dan satu sisi yang menangis, jadi memang kondisi Bumi kita yang makin memprihatinkan,” ujarnya. Ia menempelkan kalimat bring our own tumbler di sisi Bumi yang menangis dengan harapan orang-orang bisa membawa botol minum yang bisa dipakai berulang kali sehingga bisa meminimalisir sampah dan membuat Bumi yang sedih menjadi tersenyum kembali.
Editor: Metta Wulandari