Harta Paling Berharga

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto

fotoPascaoperasi, relawan Tzu Chi membantu melepaskan perban mata dan membersihkan mata pasien untuk diperiksa kembali oleh dokter.

Tanggal 8 Oktober 2011, memasuki hari kedua Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-79 (katarak dan hernia) di RS Dr. Reksodiwiryo Padang, para pasien yang datang semakin bertambah banyak. Meskipun kemarin para relawan dan tim medis Tzu Chi (TIMA) telah melakukan operasi dan penyembuhan penyakit katarak dan hernia hingga jam 11 malam, mereka masih tetap bersemangat bangun pagi untuk merapikan dan mempersiapkan kembali tempat pendaftaran dan tempat untuk bedah serta ruang pemulihan.

Relawan Tzu Chi dan tim medis Tzu Chi telah berangkat dari penginapan sejak pukul 6 pagi. Semangat dan tekad para relawan Tzu Chi dan tim medis dalam menyembuhkan kesulitan warga di Padang patut untuk diteladani.

Pada jam 8 pagi, para anggota TNI dari Komando Resort Militer (Korem) 032 telah berkumpul untuk mendengarkan sesi pembukaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-79 ini. Baksos kesehatan ini terselenggara berkat kerjasama yang dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan Korem 032 Wiraparaja, Padang. Pada acara ini Chaidir, selaku Wakil Ketua Tzu Chi Padang memberikan penjelasan secara singkat mengenai sejarah tentang berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi dan visi serta misi Tzu Chi. ”Harta paling berharga bagi setiap orang adalah kesehatan, namun tidak sedikit orang yang terpaksa memilih mengorbankan kesehatan tubuhnya karena jerat kemiskinan,” ujar Chaidir kepada para peserta. Selain itu Chaidir juga menambahkan bila ingin menghapus kemiskinan maka hal yang harus dilakukan ialah menyembuhkan penyakit, dan dari sinilah misi kesehatan Tzu Chi terbentuk.

Pada saat menyampaikan pidato di depan mimbar, Komandan Korem 032 Wirapraja Padang Kol. Inf. M. Bambang Taufik ingin mengucapkan terima kasih atas sumbangsih para relawan Tzu Chi dan Tim Medis Tzu Chi dalam baksos kesehatan ini. Selain itu ia juga mengimbau warga Padang agar lebih peduli terhadap masalah kebersihan lingkungan. “Supaya tidak sakit, lingkungan harus bersih,” jelas Bambang.   

foto  foto

Keterangan :

  • Setelah selesai dibersihkan matanya, pasien dibimbing untuk melakukan pengecekan mata ke dokter spesialis mata. (kiri)
  • Moh. Nur (sebelah kiri) sedang menjalani operasi minor, pengangkatan kalenjar getah bening di pundaknya.(kanan)

Acara pembukaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ditutup dengan penampilan lagu “Satu keluarga” yang disertai dengan gerakan isyarat tangan yang dibawakan oleh  relawan Tzu Chi Padang, para anggota TNI, dan murid-murid SMA Negeri 1 Padang. Setelah kegiatan selesai, Komandan Korem 032 beserta relawan Tzu Chi berkeliling ke beberapa titik tempat pelaksanaan baksos kesehatan untuk melihat lebih dekat aktivitas para relawan dan tim medis.

Pemeriksaan Mata
Di saat yang sama, di dekat ruang Poli Mata, para pasien yang telah melakukan operasi katarak pada hari Jumat kemarin mulai berdatangan. Diantaranya terdapat Rasuna dan Bustami yang datang dengan ditemani oleh keluarga mereka. Baik Rasuna maupun Bustami harus melakukan pemeriksaan pada matanya untuk mengetahui sejauh mana perkembangan mata mereka setelah melakukan operasi kemarin. Bila ternyata masih kurang, maka pada tanggal 17 Oktober ini mereka bisa melakukan kontrol kembali di RS Dr. Reksodiwiryo. Ketika Rasuna sedang menjalani pemeriksaan, Aprison, adik dari Rasuna menjelaskan bagaimana dirinya bisa mendapat informasi mengenai baksos kesehatan ini. “Pada tahun lalu, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia pernah bekerjasama dengan Korem 032 untuk baksos kesehatan juga. Lalu pada Minggu lalu, ada pemberitahuan dari pimpinan untuk melakukan sosialisasi kepada warga untuk berobat di sini,” jelas Aprison, yang bekerja di satuan Kodim Padang ini. Pada tanggal 8 Oktober 2011, Aprison meminta cuti kepada atasannya untuk mengantarkan Rasuna ke rumah sakit. Rasuna juga menambahkan jika mata bagian kanan sudah mengalami sedikit peningkatan. “Masih berbayang tapi sudah nampak sedikit,” jelas Rasuna.

Beberapa menit kemudian Bustami datang dengan didampingi oleh putrinya. Begitu datang, pelindung matanya dilepas dan dibersihkan oleh relawan Tzu Chi dan dibimbing menuju ruang poli mata untuk kontrol ke dokter mata. Setelah dicek oleh dokter, Bustami diberikan obat mata. Bustami pun bercerita bahwa kini matanya lebih jelas meski masih dengan jarak yang dekat. Oleh karena itu, dokter pun memberikan obat mata tambahan dan tablet vitamin untuk matanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Tim medis dengan teliti dan sepenuh hati menjalankan tugasnya untuk memberikan kesembuhan dan kebahagiaan pada para pasien.(kiri)
  • Chaidir Shixiong, relawan Tzu Chi Padang memberikan kata sambutan mengenai sejarah Tzu Chi kepada para peserta baksos kesehatan dan tamu undangan lainnya. (kanan)

Pemeriksaan ulang pasien mata pada hari itu berlangsung dengan cepat. Setelah pemeriksaan mata selesai, para relawan Tzu Chi dan tim medis mulai berpencar ke beberapa titik baksos yang lain. Ada yang ke bagian bedah mayor untuk operasi penyakit hernia dan bibir sumbing atau ke bagian bedah minor untuk penyakit kalenjar getah bening atau Myop, karena pada hari ini semua kegiatan operasi di buka seluruhnya, sedangkan kemarin hanya khusus operasi katarak, hernia, dan bibir sumbing saja.

Malu Kalau Kelihatan
Salah seorang pasien baksos lainnya adalah M. Nur. Pria berusia 65 tahun ini memiliki kisah hidup yang unik, yaitu dimana kisah pernikahannya seperti kisah zaman Siti Nurbaya, legenda cerita rakyat Padang, dimana jodoh seseorang ditentukan oleh orangtua mereka, sedangkan sang anak tidak memiliki pilihan untuk menolak. Pada tahun 1956 ketika M. Nur berusia 18 tahun ia dijodohkan dengan gadis yang berusia 17 tahun dari kampung sebelah, Kampung Linggo Karanggo yang berjarak lebih kurang 5 km dari kampungnya. Adat di kampungnya mengharuskan pengantin wanita mengenakan cadar selama awal 3 bulan setelah pernikahannya, baru setelah bulan berikutnya cadar Isna, istri Nur bisa dilepas. ”Saya baru tahu wajah istri saya sesudah tiga bulan lebih. Ketika dijodohkan tidak pernah ketemu karena jauh,” jelas Nur sambil tertawa. Setelah menikah, M. Nur melanjutkan usaha ayahnya, yakni menjual kelapa dan menanam padi. Bila dalam musim panen dan hasilnya bagus, bisa menghasilkan lebih kurang 1.500 sekatan. “Kalau musim panen kita tidak sampai berton-ton, tetapi biasanya kita menghasilkan beberapa sekatan,” tambahnya. Dimulai dari proses menanam, membajak, dan merawat dilakukannya seorang diri.

M. Nur yang bekerja sehari-hari sebagai petani padi dan penjual kelapa ini datang ke RS Dr Reksodiwiryo pada hari ini dengan diantar oleh temannya. Ia tinggal di Simpang Tiga, Kecamatan Lubuk Luang. Jarak antara rumahnya dan rumah sakit membutuhkan waktu 1 jam dengan menggunakan kendaraan umum. Ia menderita penyakit kalenjar getah bening di bagian pundak  sebelah kanan. Pada tahun 1988, M. Nur mengetahui kalau di pundaknya timbul sebuah benjolan sebesar biji kacang. Ia pun mencoba berobat ke Jakarta. Di sebuah klinik, ia memeriksakan dirinya dan ternyata dokter mengatakan satu-satunya jalan untuk sembuh adalah dengan cara dioperasi. Berhubung benjolan tersebut tidak terasa sakit maka ia mengabaikan penyakitnya. “Kan nggak sakit, jadi nggak takut,” jelas M. Nur. Karena dibiarkan saja tanpa dirawat, benjolan tersebut tumbuh semakin besar. ”Kalau nggak dibuang, kelihatan teman-teman malu,” ungkap ayah dari 8 anak ini.

M. Nur sendiri mengetahui adanya baksos kesehatan ini dari penyuluhan di kantor kecamatan setempat yang mengatakan bahwa ada baksos kesehatan untuk minor, yang mana penyakit kalenjar getah bening termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, pada hari Sabtu lalu, tanggal 1 Oktober 2011, M. Nur memeriksakan diri di RS Dr. Reksodiwiryo dan Sabtu itu langsung dilaksanakan operasi pengangkatan kalenjar getah beningnya. Selama lebih kurang sembilan puluh menit lamanya, Nur menjalani operasi dan begitu selesai dirinya mendapatkan beberapa obat untuk luka di pundaknya.

Seperti yang diucapkan oleh Chaidir, untuk menghilangkan kemiskinan di dunia maka setiap orang yang sakit harus disembuhkan. Hal ini seperti pesan Master Cheng Yen yang berbunyi, ”Hendaknya setiap orang bisa menyadari berkah yang dimilikinya serta bisa menghargai dan menciptakan kembali berkah tersebut.”

 

  
 

Artikel Terkait

Paket Cinta Kasih untuk 160 Orang Penyandang Disabilitas dan Warga Kurang Mampu

Paket Cinta Kasih untuk 160 Orang Penyandang Disabilitas dan Warga Kurang Mampu

22 April 2022

Sebanyak 160 orang penyandang disabilitas dan warga tidak mampu di Kel. Sesetan, Denpasar Selatan, Bali merasa berbahagia menerima bingkisan beras dari Yayasan Buddha Tzu Chi.

Menjadi Guru yang Humanis

Menjadi Guru yang Humanis

23 Februari 2016
Kamis, 18 Februari 2016 lalu, kegiatan bedah buku diadakan usai kegiatan belajar mengajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng yang membahas tentang, “Pedoman Guru Humanis”.
Bakti Sosial Berbuah Sukacita

Bakti Sosial Berbuah Sukacita

08 September 2022

Berbekal kesempatan bersumbangsih bagi masyarakat luas, Tzu Chi Makassar bekerja sama dengan UPT Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menggelar kegiatan donor darah dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -