Hemat Air Yuk!!

Jurnalis : Erli Tan, Fotografer : Erli Tan

“Anak-anak, apa saja kegunaan air?”

“Untuk minum!”

“Mandi!”

“Cuci tangan!”

“Cuci piring!”

“Baju, cuci baju!”

“Gosok gigi!”

Bermacam jawaban anak-anak yang bersahutan itu mewarnai kelas budi pekerti komunitas He Qi Utara 1 pada Minggu, 3 Juni 2018. Di kelas Qin Zi Ban yang berlangsung di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara ini, Caecilia Shigu (sebutan anak-anak kepada relawan senior) secara perlahan memberikan pertanyaan demi pertanyaan sehingga anak-anak diajak masuk ke dalam suatu pemahaman bahwa air adalah sumber kehidupan yang penting bagi semua makhluk.


Kelas Budi Pekerti komunitas He Qi Utara 1 kembali diadakan pada 3 Juni 2018, semuanya melakukan pradaksina terlebih dahulu untuk menenangkan diri sebelum memulai kelas.

“Jadi, karena air begitu penting, kita harus menggunakan air dengan bijak. Artinya, bagaimana kita bisa menggunakan air dengan benar? Dengan cara bagaimana, anak-anak?”

“Menghemat!”

“Nah menghemat, bagaimana cara menghemat air?”


Di kelas Qin Zi Ban, Caecilia Shigu menjelaskan mengenai pentingnya air dan aturan main menggunakan satu botol air minum selama kelas berlangsung.

Caecilia kemudian melanjutkan, “Hari ini kita akan belajar bagaimana menggunakan air dengan hemat, yaitu air sebanyak satu botol ini kita gunakan untuk sikat gigi, bersihkan wajah, minum, jadi kita harus hemat nih menggunakan air, karena selama kelas tidak diperbolehkan mengambil air.”

Setelah berbaris rapi, anak-anak dibimbing para Shigu lalu menuju kamar kecil yang ada wastafelnya untuk mempraktikkan penghematan air. Selain gosok gigi, mereka juga menggunakan sebotol air itu untuk mencuci tangan dan wajah, lalu mengelap dengan kain yang sudah dibawa masing-masing dari rumah.


Anak-anak hanya diperbolehkan menggunakan satu botol air untuk gosok gigi, cuci tangan, cuci muka, dan minum, tidak diperbolehkan mengambil air lagi jika habis.

“Perasaannya sih nggak enak banget, pake airnya dikit banget,” komentar Wilbert Usin setelah menggosok gigi. Rasa tidak nyaman karena harus menghemat air itu sudah pernah ia rasakan di rumah. “Pernah nggak ada air di rumah, seharian nggak ada air, cara saya menghemat sih pake airnya dikit waktu mandi, minum, cuci piring.”

Beda dengan Wilbert, Sharon Eugenia Sung justru merasa baik-baik saja jika harus menghemat air. Sharon juga pernah mengalami kesulitan air di rumah. “Waktu itu air diambil dari sumur. Kata mama harus hemat airnya, jadi pakainya dikit-dikit aja. Rasanya biasa saja, nggak masalah hemat,” tutur Sharon dengan tenang.


Anak-anak memamerkan sisa air dalam botol minum masing-masing. Wilbert Usin (tengah) dan Sharon Eugenia Sung (paling kanan) pernah mengalami kesulitan air di rumah.

Melalui pengalaman hari ini, anak-anak makin memahami bahwa menghemat dan tidak boros air adalah suatu hal yang benar. “Biar air di dunia nggak habis, kalo habis akan kesusahan, nggak bisa minum, nggak bisa mandi, kehausan, jadi kacau. Kalo dah gitu, (bisa) meninggal,” ucap William Tan dengan tatapan polos. Ia merasa takut jika kehabisan air. Selama kelas berlangsung, ia hanya menggunakan sedikit air dari botol minumnya. “Takut habis,” katanya. Saking takutnya ia sampai menahan haus selama kelas.

Sama seperti Wilbert dan Sharon, William juga pernah merasakan kesulitan air di rumah. “Rasanya kesusahan, sedih, ngeri,” ujar William. Dalam benak William, ia merasa sedih dan mengerikan karena jika kekurangan air, tanaman dan hewan bisa mati, manusia bisa meninggal.


William Tan menunjukkan airnya yang masih tersisa banyak karena ia takut kekurangan air. Ia sempat menahan haus agar airnya tidak habis.

Terkadang, anak-anak lebih memiliki kepekaan dan empati terhadap sesama makhluk dan bisa berpikir demi orang lain. “Agar orang yang membutuhkan air juga bisa mendapat air,” tutur Sharon saat ditanya mengapa harus menghemat air.

Wilbert juga sama, bisa terpikir hemat air agar sumber air dapat terjaga, “Hemat air, nggak boros, kalo boros ntar lama-lama habis airnya. Kalo nggak hemat air, ntar sumber airnya rusak. Susah cari air.”

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Merentangkan Jalan Yang Bajik

Merentangkan Jalan Yang Bajik

04 Desember 2018

Tanpa terasa perjalanan kelas bimbingan budi pekerti di Tzu Chi Tebing Tinggi sudah berjalan hampir satu tahun. Pada Minggu, 25 November 2018 diadakan penutupannya. Kegiatan yang dimulai pada pukul 14.00 WIB ini diikuti oleh 41 Bodhisatwa cilik dan juga 40 relawan dari Tebing Tinggi dan Laut Tador.

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Tak Kenal Maka Tak Sayang

31 Oktober 2019

Tamu yang sedikit berbeda pada Kelas Budi Pekerti ini bertujuan agar anak-anak bisa langsung bersentuhan dengan dunia hewan dan berbagi kasih dengan mereka tanpa kecuali. Tentunya selain untuk lebih menyayangi hewan, mereka juga bisa berlatih kewaspadaan dan kehati-hatian saat berhadapan dengan reptil.

Kelas Budi Pekerti: Belajar Peduli Lingkungan Sejak Dini

Kelas Budi Pekerti: Belajar Peduli Lingkungan Sejak Dini

21 September 2022

Kelas Budi Pekerti di Tzu Chi Tanjung Balai Karimun kali ini sedikit berbeda karena dilaksanakan di Pantai Ketam. Setibanya di lokasi, para Da Ai Mama mengajak siswa-siswi memperagakan isyarat tangan berjudul Ren Ren Zuo Huan Bao.

Lebih mudah sadar dari kesalahan yang besar; sangat sulit menghilangkan kebiasaan kecil yang buruk.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -