Hidup Itu Bermakna, Ikhlas dan Berjuang

Jurnalis : Sufenny (He Qi Utara), Fotografer : Yuliati

Seminar Kesehatan

Salah satu pembicara dalam seminar kanker, Drs. Adji Bintarto, P.Si, MM mengatakan bahwa  seorang caregiver sangat penting bagi perkembangan pasien.

Pada 29 Maret 2015, Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia mengadakan seminar sehari tentang kanker dengan tema “Berjuang Bersama Menghadapi Kanker” di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada 4 Februari lalu. Sebanyak 165 orang mengikuti seminar ini yang terdiri dari tenaga medis, relawan Tzu Chi, pasien penderita kanker, dan keluarga pasien yang tidak hanya berasal dari Jakarta melainkan juga ada yang berasal dari Kota Bogor, Tangerang, dan Bandung.

“Sudah lama rencana seminar kesehatan ini untuk diberikan kepada dokter, relawan, dan pasien. Karena pada saat itu banjir di beberapa tempat (banjir Jakarta Februari lalu-red), sehingga kegiatan ini tertunda, dan juga jadwal kegiatan yang padat, sehingga baru dapat terlaksana hari ini,” ucap drg. Linda Verniati, koordinator acara.  Lebih lanjut, Linda berharap dalam seminar ini, para peserta bisa mendapatkan ilmu yang baik dari para pembicara “Suatu saat relawan bisa menjadi pemerhati pasien kanker yang berkualitas,” tambahnya.

Sambil menyantap sarapan pagi yang telah disediakan,  para peserta mendapat kesempatan untuk mengenal satu sama lain. Acara ini berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Ada beberapa pembicara yang turut hadir di antaranya: Drs. Adji Bintarto, Psi, MM, dr. Rebecca N. Angka M. Biomed, dr. Henry Naland Sp.B(K)onk, dan dr. Gracia JMT Winaktu, Ms, SpGK.

Materi dalam seminar ini tergolong lengkap mulai dari penjelasan mengenai apa itu kanker, sifat sel kanker, perbedaan kanker dengan tumor, cara pendeteksian dini, hingga penyebab kanker dan diet yang tepat bagi penderita kanker.

Tak hanya itu, dalam seminar ini juga terdapat pembahasan tentang bagaimana menjadi seorang caregiver (pemerhati) penderita kanker. Drs. Adji Bintarto, P.Si, MM mengatakan bahwa  seorang caregiver sangat penting bagi perkembangan pasien. “Seorang caregiver Harus bisa menjadi pendamping yang baik dengan memberikan kata yang positif supaya pasien bisa menerima. Bagaimana pasien bisa tenang. Ini (pendampingan-red) pengobatan yang obatnya tidak ada di apotik,” ujar Adji. Ia juga menjelaskan bahwa tidak semua pasien kanker memiliki kondisi perekonomian yang baik, sehingga seorang caregiver harus mampu memahami metode pengobatan yang dilakukan pasiennya. “Caregiver diperlukan untuk memberikan dorongan semangat kepada pasien. Pasien jangan tahu biayanya mahal karena akan semakin depresi. Terlebih pasien kanker tidak bisa lepas dari obat,” ungkapnya.

Dua Kali Terserang Kanker, Dua Masa Berjuang

Selain itu, para peserta juga diajak mendengarkan sharing seorang mantan penderita kanker, dr Alvita Dewi Siswoyo Sp Kn M.Kes. Alvita pada usianya masih belia yaitu satu tahun telah menderita Retinoblastoma (kanker mata) yang menyerang mata kirinya. Penyakit ini mengakibatkan dia harus kehilangan penglihatan kirinya. Alvita menceritakan bahwa saat itu dia belum mengerti apa-apa karena masih kecil. Sewaktu mangenyam pendidikan, dia acap kali diejek oleh teman-teman sebayanya. Hal ini membuatnya menjadi tidak percaya diri, kanker telah merenggut keceriaan hidupnya. Hal ini juga membuatnya tidak ingin sekolah lagi. Akan tetapi, hal ini berubah ketika sang mama mendukungnya dengan nasehat positif. Mama Alvita pernah berkata: “Kamu bukan anak cacat, kamu hanya punya satu kekurangan tapi Tuhan memberikan banyak kelebihan. Buktikan pada teman-temanmu bahwa kamu punya banyak kelebihan.” Ucapan mamanya ini sangat membekas dalam diri Alvita yang juga merasa bersyukur memiliki orang tua yang mendukungnya.

Seminar Kesehatan

dr. Alvita Dewi Siswoyo Sp Kn M.Kes. memberikan sharing kepada 165 peserta bagaimana ia melawan kanker yang pernah dialami saat masih kecil.

Menginjak usia 16 tahun, Alvita kembali divonis kanker kelenjar getah bening stadium tiga. Penyakit ini memaksanya melakukan serangkaian pengobatan yang menurutnya sangat menyakitkan dan melelahkan. “Orang tua saya telah kehabisan biaya dan menjual rumah bahkan meminjam uang demi kesembuhan saya. Saat itu saya masih remaja dan emosi sangat labil. Saya marah sama Tuhan, orang lain kena kanker sekali, saya kena dua kali. Apa salah saya? Pada akhirnya saya harus menyadari bahwa di satu sisi saya marah sama Tuhan, tetapi di sisi lain, kita sebagai manusia bergantung sama pencipta kita, jadi di situ ada fase saya bargain (menawar-red) dengan Tuhan, tolong ijinkan saya hidup agar saya bisa menjaga papa mama saya dan suatu saat jika saya sembuh saya mau menjadi seorang dokter dan menolong orang,” pungkas Alvita.

Alvita juga menekankan peran caregiver bagi dirinya saat berjuang melawan penyakit kanker. “Ketika saya sakit, saya merasakan sebagai pribadi yang tidak menyenangkan. Sebagai caregiver, pahamilah ketika badan kita sakit, itu mempengaruhi psikologis kita. Cara mengatasinya jadilah pendengar. Emosi penderita kanker yang terpendam itu perlu dikeluarkan, menangis bukan suatu kelemahan,” tambahnya.

Seminar Kesehatan

Seluruh peserta memberikan ungkapan terima kasih kepada para pembicara usai seminar sehari pada tanggal 29 Maret 2015.

“Suatu hari setelah sembuh saya bertanya kepada mama: ‘Dulu mama diam-diam menangis ya? Ketika mama tidur menghadap sebelah sana dan saya tidur menghadap sebelah sini, kita diam-diam menangis.’ Lalu mama menjawab: ‘Mama ini tongkatmu, penyangga harus lebih kuat dari orang yang ditopang. Kalau penyangganya patah, bukan hanya tongkatnya yang berhamburan, orang yang ditopang-pun akan jatuh.’ Semangat ini pun menular. Ketika saya down, saya melihat perjuangan kedua orang tua saya, saya berdamai dengan diri saya. Kanker tidak harus berakhir dengan kematian. Saya baru lulus dan diwisuda tahun lalu,” pungkas Alvita.

Hal serupa disampaikan Milda Noviza. Milda mengakui tidak merasa sendirian ketika suaminya menderita kanker. Kehadiran relawan Tzu Chi memberikan arahan dan juga kata-kata perenungan Master Cheng Yen, Milda merasa menjadi lebih kuat. Dia berpesan untuk  para caregiver agar lebih sabar karena dia merasakan sendiri perjuangannya itu sangat berat. “Tidak semua penderita kanker bisa menerima keadaannya,” kata Lie San Ing, salah satu relawan Tzu Chi, “Kita harus memberikan semangat dengan kata-kata yang positif.”


Artikel Terkait

Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -