HUT Rusun Cinta Kasih Tzu Chi ke-20: Jalan Panjang untuk Memulihkan Kehidupan
Jurnalis : Tzu Chi Indonesia, Fotografer : Tzu Chi IndonesiaBanjir besar melanda Jakarta tahun 2002, dimana salah satu penyebabnya digadang-gadang karena pendangkalan dan menyempitkan Kali Angke.
Perkembangan Kota Jakarta rasanya tak pernah berhenti, tak pernah mati. Waktu di Ibu Kota ini pun rasanya berputar berkali lipat cepatnya dibandingkan kota-kota lain di beberapa daerah. Lihat saja berbagai sudut Jakarta. Permbangunan gedung bertingkat di sana sini terus berjalan. Wilayah yang dulunya sepi, yang diceritakan orang asli Jakarta sebagai “tempat jin buang anak”, kini ramai, sampai jin pun sepertinya enggan mampir lagi. Semua berjalan seperti se-kedipan mata.
Seperti Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng atau yang biasa dikenal dengan Rusun Tzu Chi Cengkareng. Umurnya saat ini sudah 20 tahun. Wah…. Pasti banyak yang langsung berkomentar, “Hah? Sudah 20 tahun? Kok kayak baru kemarin ya?” Memang, tak menyangka 20 tahun rasanya begitu cepat.
Relawan Tzu Chi bersama warga melakukan pembersihan sampah di Kali Angke. Kegiatan ini merupakan satu dari lima program 5P (pengeringan, pembersihan, penyemprotan, pengobatan, dan pembangunan perumahan).
Sejak adanya timbunan sampah dan pemukiman liar yang dibangun di atas sungai itu, lebar Kali Angke menyusut banyak sekali hingga hanya tersisa 3-5 meter saja. Padahal lebar awalnya 28 meter. Hingga harus dilakukan normalisasi.
Lokasi Rusun Tzu Chi Cengkareng ini dulunya adalah lahan kosong semak belukar juga rawa-rawa yang banyak dikaitkan dengan si jin buang anak tadi. Di Tahun 2002 itu, persiapan pengadaan lahannya dibantu langsung oleh Direktur Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas) karena keadaan yang urgent, yakni untuk hunian warga normalisasi Kali Angke. Segera dan secepatnya, tak boleh ditunda. Kalau ditunda, hasilnya akan membahayakan Jakarta karena salah satu penyebab banjir besar di tahun 2002 itu digadang-gadang karena pendangkalan dan menyempitkan Kali Angke.
Kondisi Kali Angke 21 Tahun Lalu
Roda perekonomian dan kemajuan pesat di Jakarta membuat banyak pendatang turut hadir mengais rezeki masing-masing. Pabrik mulai dibangun dan lahan yang dulunya sawah dengan sekejap berubah menjadi padat penduduk. Bahkan tak sedikit di antaranya memilih tinggal di bantaran kali.
Pemukiman liar dan kumuh tumbuh cepat hingga ke pinggiran sungai dan menutupi sungai, terutama di Kelurahan Kapuk Muara, Jakarta Utara. Kondisi lingkungan hidup warga pun sangat memprihatinkan. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka menggunakan air dari Kali Angke, yang juga sekaligus dijadikan tempat pembuangan sampah. Air sungai yang dulunya jernih kini menjadi kotor dan tercemar hingga berwarna hitam. Sampah yang tergenang lama kelamaan tertimbun, membuat sungai makin sempit dan dangkal. Akibatnya aliran air terhambat sehingga kerap terjadi banjir ketika musim penghujan tiba. Kali Angke pun dikenal sebagai jantung hitamnya Kota Jakarta.
Tanggal 8 Juli 2002, Tzu Chi melakukan peletakan batu pertama pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng. Desainnya rampung satu bulan kemudian. Desain ini dibuat sesuai arahan dari Master Cheng Yen melalui pertemuan dengan tim pembangunan di Hualien, Taiwan.
Sejak adanya timbunan sampah dan pemukiman liar yang dibangun di atas sungai itu, lebar Kali Angke menyusut banyak sekali hingga hanya tersisa 3-5 meter saja. Padahal lebar awalnya 28 meter. Tak ada pilihan lain selain mengembalikan Kali Angke ke ukuran semula. Hingga warga harus mengalah.
Relawan Tzu Chi yang konsen akan bantuan kemanusiaannya ikut ambil andil yang besar dalam penanganan dan pemberian bantuan pascabanjir melanda Jakarta. Tahun 2002 ketika Jakarta dilanda banjir parah itu, Master Cheng Yen pun memberikan arahan kepada relawan untuk segera melakukan Program 5P (pengeringan, pembersihan, penyemprotan, pengobatan, dan pembangunan perumahan). Beliau ingin menenteramkan raga, memulihkan kehidupan, dan menenteramkan jiwa seluruh warga di sana.
Normalisasi membuat aliran sungai kembali normal dengan lebar dan kedalaman yang semestinya. Maka, timbunan sampah harus dikeruk dan warga yang berada 15 meter di masing-masing sisi sungai pun harus dipindahkan. Warga bantaran yang terkena normalisasi inilah yang kemudian dipindahkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat. Awalnya sudah pasti banyak yang menolak. Banyak suara sumbang.
Penghidupan mereka sudah ada di Kapuk Muara. Pekerjaan mereka ada di sana. Sekolah anak-anak mereka pun semua ada di satu lingkungan itu. Tak mungkin mereka bisa pindah dan membuat kehidupan baru. Itu adalah hal yang membuat mereka semakin terkendala. Rasanya seperti semakin dibuat susah saja. Kemana-mana pun masih jauh sekali karena belum ada moda transprtasi seperti angkutan umum yang banyak kala itu.
Sebuah Proyek Kemanusiaan yang Besar
Membangun sebuah perumahan untuk ribuan warga bantaran Kali Angke ini adalah sebuah proyek besar. Eka Tjipta Widjaja secara pribadi menghubungi Sugianto Kusuma (seorang pengusaha properti) untuk terlibat dalam proyek ini. Sugianto Kusuma dan Franky O. Widjaja (putra dari Eka Tjipta) kemudian menjadi dua pilar utama dalam proyek pembangunan perumahan ini.
Sugianto Kusuma turun langsung menangani sendiri proyek pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng ini.
Langkah pertama adalah menemukan lahan yang sesuai. Untuk itu, Sugianto pun mengupayakan pertemuan dengan Sutiyoso, Gubernur DKI Jakarta masa itu. Dalam pertemuan itu, Stephen Huang yang didampingi Sugianto Kusuma, Liu Su Mei, Franky O. Widjaja dan beberapa relawan lainnya menyampaikan rencana penyediaan hunian untuk warga bantaran Kali Angke dengan membangun 1.000 unit rumah secara horizontal. Luas lahan yang dibutuhkan mencapai 15 hektar. Sutiyoso geleng-geleng dan berkata, “Mana ada lahan sebesar itu di Jakarta.”
Setelah pembicaraan lanjutan dengan Dinas Perumahan DKI Jakarta, akhirnya dicapai kesepakatan kalau rumah-rumah itu akan dibangun secara vertikal, dengan kata lain berkonsep “rumah susun”. Dalam hal ini Tzu Chi meminta agar pemerintah daerah membantu penyediaan lahan seluas 5 hektar, dan Tzu Chi yang akan menanggung seluruh biaya pembangunan rumah susun tersebut.
Stephen Huang yang didampingi Sugianto Kusuma menemani Gubernur DKI Jakarta (masa jabatan 2002-2007) Sutiyoso melihat perkembangan pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng.
Meski sudah disusut menjadi 5 hektar, proses mencari lahan tetap tidak mudah. Lahan-lahan yang diusulkan seringkali tidak cocok, misalnya ada di bawah tegangan tinggi arus listrik, ataupun miring dan akses jalannya terlalu sempit. Hingga pada suatu kesempatan, Sugianto bertemu dengan Direktur Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas), Ir. M. Latief Malangyudo, dan meminta dukungannya. Dan akhirnya ditemukan lahan di Kawasan Bumi Citra Idaman, Cengkareng dengan luas 5,1 hektar. Lokasinya pun sangat ideal karena letaknya hanya sekitar 3 km dari tempat tinggal semula warga yang akan dipindahkan.
Bantuan Menyeluruh
Tanggal 8 Juli 2002, Tzu Chi melakukan peletakan batu pertama pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng. Desainnya rampung satu bulan kemudian. Desain ini dibuat sesuai arahan dari Master Cheng Yen melalui pertemuan dengan tim pembangunan di Hualien, Taiwan, beberapa bulan sebelumnya.
Presiden Republik Indonesia (masa jabatan 2001-2004) Megawati Soekarno Putri berkesempatan meresmikan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng.
Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi dibangun dengan memperhatikan sirkulasi udara yang baik, cahaya yang cukup, dan dilengkapi dengan ruangan yang memadai untuk kenyamanan hidup rumah tangga. Di dalam perumahan ini Tzu Chi juga tesedia fasilitas umum seperti sekolah, poliklinik, pasar, kios, balai warga, dan musala.
Sesuai prinsip yang diajarkan Master Cheng Yen, memberi bantuan haruslah secara menyeluruh. Karena itu selain memberikan bantuan fisik berupa hunian, Tzu Chi juga memberikan perhatian kepada warga yang akan menempati perumahan ini. Atas inisiatifnya, Franky O. Widjaja menunjuk sejumlah karyawan dari perusahaannya yang bersedia secara penuh waktu menangani hal ini. Terpilihlah sepuluh orang yang selanjutnya dikenal sebagai Tim 10.
Para warga membawa berbagai perkakas rumah tangga dari tempat tinggalnya yang lama dan berpindah rumah ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng.
Awalnya tugas Tim 10 adalah menyeleksi warga. Ribuan warga yang tinggal di bantaran Kali Angke harus diseleksi sesuai daya tampung perumahan yaitu 1.100 KK. Khusus warga yang berusia lanjut dan sakit diprioritaskan di lantai dasar untuk memudahkan mereka dalam aktivitas sehari-hari.
Perubahan tempat tinggal yang semula horizontal menjadi vertikal (rumah susun) memerlukan penyesuaian bagi warga. Lalu Tim 10 membuat Housing Program untuk membantu calon warga mengubah mental, pola pikir, dan cara hidup yang lama ke kehidupan rumah susun dengan semangat cinta kasih dan kebersamaan.
Anak-anak warga normalisasi Kali Angke mencoba seragam sekolah baru di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng.
Warga secara bergiliran mengikuti Housing Program ini seminggu sekali. Topik yang disampaikan yakni sikap peduli dan etika dalam menempati rumah susun, pendidikan, kerukunan, dan kebersihan lingkungan. Warga diajak kerja bakti membersihkan lingkungan perumahan sehingga muncul rasa memiliki dan peduli pada lingkungan tempat tinggal mereka. Warga khususnya ibu-ibu juga diajarkan beberapa keterampilan seperti membuat macam-macam penganan dan kerajinan tangan sebagai bekal yang dapat menunjang perekonomian mereka.
Demi membentuk budaya hidup yang lebih baik, Tim 10 juga membuatkan slogan yang harus diingat warga, yakni 5 S: senyum, salam, sapa, sopan, santun dalam bertutur kata. Berbagai program dan persiapan yang matang ini, warga akhirnya melihat sendiri ketulusan dari para relawan dan bersukacita untuk pindah ke rumah yang baru.
Warga khususnya ibu-ibu juga diajarkan beberapa keterampilan seperti membuat macam-macam penganan dan kerajinan tangan sebagai bekal yang dapat menunjang perekonomian mereka.
Bulan Juli 2003, sebagian blok di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi sudah siap ditempati. Pada saat penyerahan kunci, para warga merasa terharu. Memiliki rumah baru yang “gedongan” seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Rumah yang akan ditempati bahkan tidak “kosongan” karena sudah dilengkapi dengan perabotan seperti meja, kursi, tempat tidur, lemari, dan kompor.
Kini 20 tahun berlalu seperti sekelebatan waktu. Di waktu yang terasa cepat itu, warga berhasil membangun kehidupan baru yang lebih baik dan Rusun Cinta Kasih pun menjadi rusun percontohan yang menitikberatkan pada pengelolaan rusun dan pemberdayaan masyarakat di dalamnya.
Kondisi Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Cengkareng saat ini dengan lingkungan sekitiar yang semakin berkembang sehingga memudahkan warga dalam memutar roda perekonomian mereka.
Lahan kosong kini sudah berubah bentuk. Jalan sepi kini sudah riuh. Hati yang keras pun sudah melunak dan penuh dengan cinta kasih juga rasa syukur. Memang bukan waktu yang cepat, namun dengan cinta kasih dan welas asih juga kesabaran yang tak terbatas, cita-cita Master Cheng Yen untuk menenteramkan raga, memulihkan kehidupan, dan menenteramkan jiwa seluruh warga di sana sedikit demi sedikit telah tercapai.
Editor: Arimami Suryo A.
Artikel Terkait
Meraih Masa Depan yang Cerah di Rusun Cinta Kasih
28 Agustus 2023Dua puluh tahun lalu, lebih dari 1.000 warga yang tinggal di bantaran Kali Angke direlokasi ke Rusun Cinta Kasih, Cengkareng. Tutin Rahayu juga Junendi, salah satu warga memaknai peristiwa ini sebagai sebuah hijrah. Hijrah secara maknawi berarti perubahan dari suatu kondisi ke kondisi yang lebih baik.
Jelang Syukuran 20 Tahun Rusun Cinta Kasih, Ibu-Ibu Rusun Berlatih Isyarat Tangan
10 Agustus 2023Jelang acara syukuran 20 Tahun Rusun Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng pada 26 Agustus 2023 mendatang, ibu-ibu rusun mulai berlatih memperagakan isyarat tangan lagu Satu Keluarga.
HUT Rusun Cinta Kasih Tzu Chi ke-20: Jalan Panjang untuk Memulihkan Kehidupan
28 Agustus 2023Mengingat kembali kisah perjalanan panjang berdirinya Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng di hari ulang tahunnya yang ke-20. Sebuah jalan panjang untuk menenteramkan raga, memulihkan kehidupan, dan menenteramkan jiwa.