HUT Tzu Chi ke-25: Perjalanan Penuh Rasa Syukur
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya, James Yip, Mery Hasan (He Qi Barat 2), Dok. Tzu Chi IndonesiaPerayaan HUT ke-25 Tahun Tzu Chi Indonesia dilaksanakan pada Sabtu dan Minggu, 8-9 September 2018 di Aula Jing Si Lt. 4, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Rasa syukur, bahagia, dan penuh sukacita sangat terasa dalam perayaan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25 yang dilaksanakan pada 8 September 2018 di Aula Jing Si Lt. 4, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kegiatan yang berlangsung sejak Pkl. 18.00 – 21.30 WIB ini dihadiri oleh 2.296 orang, terdiri dari para relawan, donatur, dan staf badan misi (yayasan, rumah sakit, DAAI TV, dan sekolah). Bukan hanya relawan dari Indonesia saja, tetapi momen bersejarah ini juga dihadiri oleh 81 relawan Tzu Chi dari berbagai negara, seperti Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Kegiatan ini akan dilaksanakan selama dua hari: 8 dan 9 September 2018.
Layaknya sebuah perayaan, kemeriahan pun terlihat dari alunan musik yang dibawakan oleh Twilite Orchestra yang membawakan lagu-lagu nasional Indonesia dan juga lagu-lagu Tzu Chi seperti DAAI Mencerahkan Dunia dan Satu Keluarga. Namun, inti dari acara ini adalah tayangan dokumenter berjudul The Answer to Meaningful Life (Kehidupan yang Bermakna) yang disajikan dalam 4 tema: Hope, Harmony, Our Master, The Answer). “Terima kasih kepada sutradara film dokumenter ini, Bapak Dylan Yang beserta kru dan juga rekan-rekan dari DAAI TV Indonesia,” kata Chia Wen Yu, relawan Tzu Chi membuka acara.
Dimulai dari Satu Langkah
Dua puluh lima tahun lalu, mungkin tak ada yang membayangkan jika Tzu Chi Indonesia bisa berkembang sebesar ini, termasuk, Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Hal ini karena saat itu yang ada di pikiran beliau dan rekan-rekannya hanya satu dan sangat sederhana: keinginan membantu masyarakat Indonesia.
Meski saat itu (tahun 1994) mengalami
keterbatasan bahasa, namun relawan Tzu Chi sudah memberikan bantuan bagi korban
letusan Gunung Merapi di Yogyakarta.
Pada masa itu (tahun 1993), banyak pengusaha asal Taiwan yang berinvestasi di Indonesia. Masuknya para investor ini tak lepas dari fenomena yang terjadi dalam iklim investasi di Indonesia saat itu. Para pengusaha asal Taiwan yang membutuhkan tempat untuk mengembangkan bisnis menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan utama investasi mereka. Para pengusaha Taiwan ini juga banyak yang membawa istri dan keluarganya ke Indonesia. Dari sini, bukan hanya investasi yang masuk ke Indonesia, namun juga Tzu Chi.
Berawal dari kegiatan komunitas para istri pengusaha Taiwan di Indonesia, perlahan-lahan berkembang menjadi sebuah kegiatan kemanusiaan. Seiring berjalannya waktu, para ibu ini kemudian melihat dan menyaksikan penderitaan di sekitar mereka. Dari sini kemudian terpikir untuk berbuat sesuatu bagi masyarakat Indonesia. Simpul ini pun semakin erat seiring tekad mereka untuk mendirikan Tzu Chi di Indonesia. Dan mereka berhasil karena saat itu semua memiliki tekad yang sama: menghadirkan Tzu Chi di Indonesia.
Kini Tzu Chi Indonesia telah memasuki usia yang ke-25 tahun. Di seperempat abad ini, Tzu Chi Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Tzu Chi Indonesia telah menjalani 4 Misi Tzu Chi (Amal, Kesehatan, Pendidikan, dan Budaya Humanis) serta memiliki sekolah, stasiun televisi, dan juga rumah sakit. Bermula dari sebuah wilayah Kelapa gading, Jakarta Utara, kini Tzu Chi telah ada di 17 kota di Indonesia. Dimulai dari beberapa puluh relawan, kini Tzu Chi Indonesia telah memiliki 13 ribu relawan di Indonesia.
Pembersihan dan normalisasi Kali Angke pada tahun 2002 menjadi momentum dimulainya pembangunan Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi. Franky O. Widjaja dan Sugianto Kusuma ikut turun langsung membersihkan sampah yang menggenang.
“Tzu Chi Indonesia sudah berjalan 25 tahun, Gan En (terima kasih) kepada Master Cheng Yen dan para Shifu (biksuni) di Griya Jing Si. Gan en kepada saudara se-Dharma yang menemani selama perjalanan ini, para Shijie (relawan) Taiwan yang menemani di masa awal yang sulit, meskipun banyak dari mereka yang sudah kembali ke Taiwan atau pindah ke negara lain, tetapi mereka semua meninggalkan jejak yang indah,” kata Liu Su Mei, “terima kasih kepada Shixiong-Shijie dari Indonesia yang selalu menemani, karena keberanian Anda untuk mengemban tanggung jawab dan berkontribusi, maka baru dapat terwujud Tzu Chi Indonesia hari ini. Gan en atas dukungan para donatur. Gan en kepada Anda semua."
Liu Su Mei juga memberi semangat kepada setiap insan Tzu Chi Indonesia untuk terus menggenggam tekad awal dan berkontribusi dengan tindakan nyata, menyebarkan benih cinta kasih dan kebajikan di Indonesia. “Kita juga harus mewariskan mazhab dan ajaran Tzu Chi, bersatu hati dan bersama-sama melakukan, menjadi murid yang dapat membuat Master merasa tenang. Menghormati dan mencintai (relawan) senior, mewariskan pengalaman kepada junior, dan dapat menciptakan 25 tahun Tzu Chi Indonesia kedua, ketiga, hingga masa tak terhingga,” tegasnya.
Liu Su Mei, Sugianto Kusuma, dan Franky O. Widjaja, Ketua dan Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengungkapkan kebahagiaan mereka atas keberadaan 25 Tahun Tzu Chi di Indonesia.
Hal yang sama disampaikan Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, “Pertama-tama saya mau berterima kasih kepada Master Cheng Yen, karena beliaulah yang membimbing kita, dan juga kepada relawan Indonesia hingga Tzu Chi bisa berkembang seperti ini.” Selama 16 tahun berkontribusi di Tzu Chi, Sugianto Kusuma merasakan dukungan dari berbagai pihak sangat besar. “Terima kasih kepada semua donatur, relawan, dan para pengusaha yang bersama-sama kita bergotong royong membangun Tzu Chi indonesia,” ungkapnya.
Sementara Franky O. Widjaja, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia menyampaikan kebahagiaannya karena sudah bisa menepati janji kepada Master Cheng Yen. “Dulu Master Cheng Yen bilang saya telah membuka cek kosong, dan bersyukur tahun ini kita telah berhasil menggalang Satu Juta Donatur,” ungkapnya, “terima kasih kepada seluruh jajaran direksi Sinar Mas yang telah ikut serta mendukung pencapaian ini.”
Bergabung sejak tahun 1998, Franky O. Widjaja merasakan bahwa cinta kasih yang telah disebarkan Tzu Chi di Indonesia telah memberi warna berbeda (kebaikan) di masyarakat. Master Cheng Yen mengatakan bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk terbesar keempat di dunia, dan negara Muslim terbesar di dunia. Jika Indonesia tertawa maka dunia akan tertawa. “Kehadiran Tzu Chi yang membawa cinta kasih di berbagai penjuru di Indonesia membawa kebahagiaan (bagi masyarakat) dan menghimpun karma baik yang dapat menghalau musibah dan bencana. Terima kasih kepada Master Cheng Yen yang telah mendirikan Tzu Chi, sehingga kami di Indonesia bisa ikut merasakan cinta kasih yang sangat indah ini,” tegasnya.
Para relawan menampilkan lagu isyarat tangan Wu Li Yang Yi Jing (Sutra Makna Tanpa
Batas) yang menjadi inti dari semangat Tzu Chi.
Keharmonisan yang tergambar dalam video dokumenter berjudul Harmony terwujud dalam penampilan isyarat tangan Satu Keluarga yang dibawakan oleh para relawan Tzu Chi, santriwati dari Ponpes Nurul Iman, dan relawan Tzu Chi dari Pademangan (lokasi Program Bebenah Kampung Tzu Chi).
Menyatukan Keberagaman
Sebagai salah seorang relawan yang terlibat di masa-masa awal, Oey Hoey Leng juga merasakan perkembangan yang sangat luar biasa dari Tzu Chi Indonesia. “Kontribusinya terhadap indonesia itu sangat berarti (meaning) sekali, benar-benar menyatukan kita (Bhinneka Tunggal Ika), bagian yang membuat kita bersatu, berkegiatan bersama, bersumbangsih bersama, dan belajar bersama,” kata relawan komite yang juga menjadi relawan pembina Rumah Sakit Cinta Kasih Tzu Chi ini.
Oey Hoey Leng (tiga dari kiri), relawan Tzu Chi
yang juga pembina RS Cinta Kasih Tzu Chi merasa kehadiran Tzu Chi di Indonesia
membawa semangat kebersamaan di masyarakat.
Hoey Leng berharap apa yang sudah dicapai Tzu Chi Indonesia ini bisa terus dipertahankan. “Saya kira kembali kepada visi bahwa tujuan kita di sini melalui kontribusi kita ke masyarakat, kita bisa berkontribusi dengan tulus dan bisa menjadi bahan pembelajaran bagi masyarakat sehingga kehidupan menjadi lebih harmonis,” ungkapnya.
Sementara Hong Tjhin, relawan komite yang juga CEO DAAI TV Indonesia ini mengatakan, “Masa 25 tahun ini adalah suatu masa yang cukup panjang dan kita juga perlu melihat ada rasa senang dengan keberhasilan yang telah kita capai, tetapi kita juga harus introspeksi dan mawas diri juga, bahwa kita bisa sampai 25 tahun ini dengan sangat baik, tetapi bagaiman kita bisa kembali menyelesaikan tugas-tugas kemanusiaan di Indonesia dengan lebih baik lagi untuk 25 tahun ke depan,” katanya.
Dalam mendukung misi Tzu Chi, DAAI TV sebagai salah satu pilar budaya humanis Tzu Chi akan terus konsisten dengan semangat cinta kasih universal yang dipraktikkan dengan tindakan nyata. “Kita ingin terus menyebarkan berita-berita yang bajik dan indah, serta ingin terus mengalirkan aliran jernih dengan jangkauan yang semakin luas, semakin bagus kualitasnya, dan bukan hanya memberikan pengetahuan tetapi juga bisa menginspirasi orang lain,” terang Hong Tjhin.
Relawan Tzu Chi yang juga CEO DAAI TV mengatakan bahwa dalam mendukung misi Tzu Chi, DAAI TV sebagai salah satu pilar budaya humanis Tzu Chi akan terus konsisten dengan semangat cinta kasih universal yang dipraktikkan dengan tindakan nyata.
Artikel Terkait
HUT Tzu Chi Indonesia ke-25: Momentum untuk Introspeksi
09 September 2018Selain diliputi rasa syukur, peringatan 25 tahun Tzu Chi Indonesia juga dimaknai sebagai momentum untuk introspeksi diri. Seperti yang dirasakan Ketua He Qi Pusat, Like Hermansyah dan beberapa relawan Tzu Chi senior lainnya.