HUT Tzu Chi ke-25: Tzu Chi Hidup dalam Keragaman Indonesia
Jurnalis : Erli Tan, Metta Wulandari, Fammy Kosasih (He Qi Timur), Fotografer : Anand Yahya, Henry Tando, Markus (He Qi Barat 2), Mery Hasan (He Qi Barat 2), Yusniaty (He Qi Utara 1), Dok. Tzu Chi indonesia
Sastrani Dewantara menyanyikan lagu dengan diiringi Twilite Orchestra dipimpin oleh Adi MS. Ada 18 lagu daerah, lagu nusantara, dan lagu-lagu Tzu Chi dimainkan dalam perayaan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25.
Lagu-lagu daerah, lagu nusantara, dan lagu-lagu Tzu Chi nan apik dimainkan dengan mendayu diiringi oleh Twilite Orchestra yang dipimpin oleh Adi MS dalam perayaan HUT Tzu Chi Indonesia ke-25, Sabtu dan Minggu (8-9 September 2018). Sepanjang acara, yang kurang lebih memakan waktu tiga jam, ada 18 buah lagu yang paduannya mengingatkan kekayaan sekaligus keragaman bangsa Indonesia.
Ada lagu Bungong Jeumpa dari Aceh, Ayam Den Lapeh dari Sumatera Barat, Keroncong Kemayoran dari DKI Jakarta, Tokecang dari Jawa Barat, Rasa Sayange dari Ambon Maluku, Alusi Au dari Sumatera Utara, dan banyak lainnya. Tak menampik bahwa Tzu Chi Indonesia dilahirkan dalam keanekaragaman. Seperti bangsanya yang terdiri dari berbagai etnis, budaya, agama, juga suku bangsa, Tzu Chi pun sama dan mencoba merangkul semuanya tanpa sekat pembeda. Hal itu yang membuat ketua panitia kegiatan, Chia Wen Yu memilih menampilkan berbagai aksen nusantara.
“Lagu-lagu itu membawa kenangan bahagia dan tentu kita semua mempunyai rasa cinta terhadap negara kita. Kami juga meminta Sastrani Dewantara (pengisi acara) menyanyikan lagu Indonesia Jiwaku. Lagu itu mewakili jiwa kita semua,” ucap Wen Yu.
Chia Wen Yu, ketua panitia HUT Tzu Chi Indonesia ke-25 sekaligus MC mengungkapkan rasa syukur dan kebahagiaannya atas pencapaian Tzu Chi hingga usianya yang ke-25 tahun.
Pada masa awal Tzu Chi melakukan pembagian bantuan di nusantara, relawan Tzu Chi yang kebanyakan adalah bukan warga Indonesia, kerap menggunakan lagu-lagu daerah yang sederhana untuk menghibur warga. Seperti contohnya pada pembagian bantuan pascakerusuhan tahun 1998, relawan belajar bernyanyi lagu Di Sini Senang Di Sana Senang. Kala itu walaupun kondisi sempat kaku ketika relawan Tzu Chi hadir di tengah warga untuk menyalurkan bantuan, namun keadaan itu tak berlangsung lama. Mereka mencairkan suasana dengan bernyanyi lagu yang sederhana dan menyenangkan itu dengan logat yang beragam. Warga yang pada mulanya malu-malu, akhirnya ikut bernyanyi dan berbagi tawa.
Sebuah Jawaban
Yang spesial lainnya adalah ditampilkannya film dokumenter 25 tahun Tzu Chi Indonesia berjudul The Answer to a Meaningful Life yang terbagi dalam 4 tema: Hope, Harmony, Our Master, dan The Answer. Dylan Yang, sutradara film ini menuturkan bahwa proyek yang memakan waktu hampir 2 tahun ini diharapkan mampu membuka hati dan membuat orang-orang dapat lebih memahami Indonesia. “Indonesia dengan segala keragamannya, populasi, agama, budaya, sehingga saya berharap melalui dokumenter ini orang-orang dapat melihat dan memahami Indonesia melalui keindahannya, senyuman, dan keramahan orang-orangnya,” katanya.
Ia menambahkan bahwa peranan media menjadi sangat penting karena bisa menjadi sebuah jembatan agar yang kaya dapat membantu yang miskin. Sedangkan yang miskin juga dapat membantu yang lain sehingga batinnya juga menjadi kaya.
Suasana sebelum pembagian bantuan pascakerusuhan 1998. Relawan Tzu Chi dari berbagai negara datang ke Indonesia untuk turut memberikan bantuan.
Dalam HUT Tzu Chi Indonesia ke-25 ini, ada pula pemutaran film dokumenter berjudul The Answer to a Meaningful Life yang terbagi dalam 4 tema: Hope, Harmony, Our Master, dan The Answer.
“Yang terpenting adalah mereka terinspirasi dari Master Cheng Yen dan Tzu Chi. Kami berharap setiap orang dapat menyebarkan cinta kasih ke lebih banyak orang lagi. Inilah yang menjadi nilai dari kehidupan kita sebagai manusia,” lanjut Dylan.
Selain film dokumenter, panitia juga memilih lagu Tzu Chi yang berjudul senada dengan filmnya, yakni Da An (Sebuah Jawaban) untuk ditampilkan. Lagu ini dinyanyikan oleh Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia Franky O. Widjaja dan Sugianto Kusuma, serta Pemimpin Proyek Pembangunan Tzu Chi Eka Tjandranegara bersama Tzu Chi Rong Dong Choir dan diiringi oleh Twilite Chorus.
“Memang semua lagu Tzu Chi mempunyai makna yang tidak hanya menghibur namun memiliki arti serta filosofi yang dalam dan indah,” kata Eka Tjandranegara. “Seluruh makna lagu tertuang dalam liriknya, sangat dalam,” imbuh Awaluddin Tanamas yang tergabung dalam Tzu Chi Rong Dong Choir.
Lagu Da An sengaja menjadi lagu pilihan yang dinyanyikan di penghujung acara. Wen Yu kembali menuturkan bahwa lagu dan film dibuat dengan senada untuk menyamakan persepsi bahwa pada intinya jawaban dari segala pertanyaan adalah Cinta kasih. “Dua puluh lima tahun ini kita berbuat karena cinta kasih,” tandas Wen Yu.
Kehidupan yang Bermakna
Bukan hanya bagi Dylan, dan para relawan pengisi acara, Film serta lagu ini pun amat berarti bagi Wen Yu karena seakan mewakili perjalanan dan semangat Tzu Chi Indonesia. “Di dalam film itu kita sama-sama bisa lihat, kita bisa membuktikan bahwa dengan melakukan Tzu Chi ternyata membawa perubahan besar terhadap diri pribadi para relawan dan masyarakat luas,” tutur Wen Yu. Perubahan tersebut pun dirasakan juga olehnya yang menjadi salah satu tokoh kunci dalam perjalanan Tzu Chi indonesia.
Dylan Yang (kiri), Sutradara film dokumenter The Answer to a Meaningful Life menuturkan bahwa film ini diharapkan mampu membuka hati dan membuat orang-orang dapat lebih memahami Indonesia.
Wakil Ketua Tzu Chi Indonesia Franky O. Widjaja (kanan) dan Sugianto Kusuma (kiri), serta Pemimpin Proyek Pembangunan Tzu Chi, Eka Tjandranegara (tengah) menyanyikan lagu Da An.
“Saya sendiri sejak kecil memang tidak tahu rasa bersyukur. Hidup berkecukupan, bekerja dengan mudah. Namun banyak hal yang Tzu Chi dan Master Cheng Yen ajarkan pada saya sehingga saya akhirnya tahu rasa bersyukur,” cerita Wen Yu. Relawan komite pertama di Tzu Chi Indonesia ini mengaku benar-benar bersyukur karena yakin sudah mengambil langkah yang tepat dengan bergabung di Tzu Chi.
“Apabila hingga saat ini saya tidak tahu rasa bersyukur, takutnya saya tidak sadar akan bermaknanya kehidupan ini,” kata Wen Yu. “Makanya dalam kisah saya, ketika Pak Eka Tjipta bertemu Master Cheng Yen dan Master berterima kasih kepada Pak Eka karena sudah menjaga saya, saya sangat terharu. Dulu saya memang kurang bersyukur dengan apa yang saya miliki, kurang berterima kasih. Tapi Tzu Chi membuat saya belajar banyak hal. Harus bersyukur, harus menghormati. Dengan menjalani itu semua, tanpa terasa diri kita sendiri berubah,” lanjutnya.
Bermula dari Niat Sederhana, Membantu Sesama
Sejak mengenal Tzu Chi, Wen Yu, selalu mempunyai keinginan untuk mempertemukan dua orang yang sangat dihormatinya, yaitu atasannya, Eka Tjipta Widjaja dengan gurunya, Master Cheng Yen. Beberapa kali pertemuan tersebut dijadwalkan, namun padatnya jadwal Pendiri Sinarmas Grup itu membuat pertemuan tersebut selalu tertunda. Walaupun begitu, Wen Yu tetap gigih berusaha dan akhirnya berhasil mempertemukan keduanya.
Kala itu Wen Yu berpikir bahwa apabila Eka Tjipta mengenal atau ikut Tzu Chi, pasti akan ada banyak kemudahan dalam hal pembagian bantuan. “Apalagi saat itu masih zaman orde baru dan Tzu Chi kan organisasi luar, asing,” ucap Wen Yu. Ia merasa bahwa apabila mempunyai niat baik untuk orang banyak, pastilah bisa tercapai, pasti dimudahkan. “Apabila mengingat masa itu, saya juga nggak nyangka Tzu Chi Indonesia bisa berkembang sangat pesat sampai saat ini,” akunya.
Lagu Da An tidak hanya dinyanyikan bertiga, namun juga diiringi oleh Tzu Chi Rong Dong Choir dan juga Twilite Chorus. Awaluddin Tanamas (kiri) mengungkapkan bahwa lagu ini mempunyai makna yang dalam.
Perkembangan Tzu Chi, salah satunya ditunjukkan dengan telah tersebar Tzu Chi di 17 wilayah di Indonesia, dari Aceh hingga Papua. Di masing-masing kantor Tzu Chi tersebut, relawan secara berkala melakukan pembagian bantuan, bakti sosial kesehatan, pendalaman Dharma, kelas budi pekerti, dan berbagai kegiatan lainnya. Generasi muda pun mulai bermunculan yang menjadi harapan masa depan untuk terus mengembangkan Tzu Chi di Indonesia.
Apresiasi atas berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Tzu Chi pun hadir dari berbagai lapisan masyarakat, relawan, juga donatur. “Saya sangat senang bisa menjadi bagian dari Tzu Chi dan acara yang menginspirasi ini. Semoga Tzu Chi nantinya bisa lebih menginspirasi dan membantu lebih banyak orang yang membutuhkan,” kata Lasielyn Widjaja, seorang tamu undangan.
Pesan untuk Relawan
Walaupun begitu, Wen yu mengingatkan relawan Tzu Chi untuk senantiasa mawas diri dan tidak terlena. “Yang paling penting, menjadi relawan harus bisa mendalami Tzu Chi. Kenapa saya bisa sangat Tzu Chi seperti ini? Karena saya tahu perjalanan Tzu Chi dengan utuh, seluruhnya. Kita nggak bisa hanya datang ketika kegiatan besar, besoknya lagi nggak datang. Kalau begitu akhirnya kita tidak memahami Tzu Chi secara menyeluruh, kita pun harus tulus dan sepenuh hati,” pesan Wen Yu.
\
Setelah mengenal Tzu Chi, Eka Tjipta Widjaja turut turun langsung bersama relawan dalam kegiatan-kegiatan Tzu Chi di masa-masa awal.
Hal yang tak kalah penting adalah memahami Dharma. “Kalau nggak, nanti begitu sakit hati, ada yang menyinggung, kita menjadi terbelenggu dengan perasaan kita, kita mudah sakit hati, dan pergi dari Tzu Chi. Tapi kalau kita memahami Dharma, kita bisa lebih mudah memahami kehidupan, mudah melepas,” tambah Wen Yu. “Ada yang bilang kalau high tech harus ada high touch. Jadi kita harus tetap mengutamakan budaya humanis, harus berbakti kepada bangsa dan negara, keluarga, orang tua, nilai-nilai cinta kasih tetap harus dijalankan baru ada generasi penerus yang mumpuni dan masyarakat yang damai,” pungkasnya.
Editor: Arimami Suryo A.