Ibu Yang Tak Kenal Lelah

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoSetiap hari Apel menjajakan kue buatannya sendiri dengan berkeliling di wilayah Teluk Naga dan sekitarnya. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah ia menjadi orang tunggal bagi kedua anaknya.

Ada pepatah yang mengatakan, “Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah”. Seorang ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang dalam merawat anaknya, sejak dalam kandungan hingga ia dewasa. Walaupun kenyataan hidup yang harus dihadapinya sulit, lelah dan penuh dengan perjuangan hingga membuat tubuhnya semakin kurus dan lemah, seorang ibu tak akan membiarkan anaknya hidup dalam kesusahan.

Selalu ada perjuangan dari seorang ibu untuk buah hatinya agar mereka dapat tumbuh menjadi lebih baik. Sebesar apapun usaha seorang anak membalas budi orang tuanya, hal itu tak akan sebanding dengan kasih yang telah diberikan orang tuanya.

Kesibukan di Pagi Hari
Di sebuah rumah kecil berdinding batako yang belum diplester semen, terlihat seorang anak gadis menyapu membersihkan rumahnya. Di dalamnya hanya terdapat 3 ruangan terpisah dan terlihat seorang ibu yang sedang sibuk membuat kue di lantai rumah. Dengan peralatan yang terbilang sederhana, sang ibu dengan dibantu anak gadisnya yang lain tekun meracik adonan kue-kue itu dengan kedua tangannya. Itulah kegiatan sehari-hari yang dilakukan Dery, anak asuh Tzu Chi, ibunya Apel dan kakaknya yang bernama Sari Pujianti.

Dery dan kakak perempuannya Sari, keduanya adalah anak asuh Tzu Chi. Namun Sari sudah lama lulus sekolah dan kini hanya Dery yang masih mendapat beasiswa sebagai anak asuh. Lima tahun sudah ia menjadi anak asuh, sejak kelas 1 SMP hingga saat ini ia duduk di bangku kelas 2 SMK Setia Bhakti, Tangerang, Banten. Gadis yang mengambil jurusan Administrasi Perkantoran ini baru berusia 16 tahun. Setiap pagi hari hingga pukul 10.30 WIB ia membantu ibunya membuat dan menyiapkan kue untuk dijual, setelah itu ia berbenah untuk berangkat ke sekolah. Dery masuk sekolah pukul 13.00 hingga 18.00 WIB, dan saat pulang sekolah ibunya akan datang menjemput dengan sepeda karena sudah tidak ada lagi kendaraan umum yang melintas menuju rumahnya.

Walaupun setiap hari sibuk membantu sang ibu dan bersekolah, tetapi Dery tetap meluangkan waktunya pada hari libur untuk mengikuti kegiatan daur ulang Tzu Chi. Ia merasa senang bisa membantu di kegiatan daur ulang Tzu Chi. “Terima kasih buat Yayasan Buddha Tzu Chi karena sudah membantu membiayai sekolah Dery,” ucap Dery sedikit terisak. Butiran air mata menetes membasahi pipinya.

foto  foto

Keterangan :

  • Dery (kaus putih) setiap hari membantu ibunya membuat kue. Hal ini dilakukannya sebelum berangkat ke sekolah. (kiri)
  • Sudah sejak 5 tahun lalu Dery menjadi anak asuh Tzu Chi, sejak kelas 1 SMP hingga kini ia duduk di kelas 2 SMK Setia Bhakti, Tangerang, Banten. (kanan)

Perjuangan Ibu
Keberadaan Dery saat ini tak terlepas dari peranan sang ibu yang bernama Apel. Walaupun sudah berumur setengah abad, ia masih semangat berjuang seorang diri menghidupi keluarganya, terutama semenjak ia berpisah dengan suaminya 9 tahun silam. Sejak saat itu Apel mulai berdagang untuk mencari nafkah. Ia membuat berbagai macam kue dan menjualnya ke beberapa tempat di daerah Tangerang dengan menggunakan sepeda miliknya.  Keterampilannya membuat kue ia pelajari sendiri. “Lihat orang lain aja buatnya, terus kita contoh deh caranya,” kata Apel jujur. Dalam sehari penghasilannya tidak menentu, jika dagangannya habis terjual  maka ia bisa mengantongi uang sebesar Rp. 75.000 - 100.000. Namun uang itu pun harus dipakai untuk membeli kembali bahan-bahan kue separuhnya, untuk makan, dan ongkos untuk Dery sekolah.

Melihat perjuangan yang dilakukan sang ibu setiap hari, Dery pun turut merasa prihatin. Sementara sang kakak, Sari Pujianti kini tengah menganggur karena baru berhenti dari pekerjaannya di sebuah pabrik di daerah Tangerang. “Dery juga bantu jual kue di sekolah. Biasanya sih selalu habis,” kata Dery yang kerap membawa 15-20 bungkus kue donat. Kue itu ia jual Rp 1.000 per buah. Namun aktivitas Dery berjualan ini tak mengganggu kegiatan belajar-mengajar di sekolahnya, karena kue-kue yang dibawa ini sebelumnya memang telah dipesan oleh teman-temannya. “Kadang baru datang juga langsung habis,” aku Dery.

Dery menjadi anak asuh Tzu Chi awalnya karena diajak oleh Hok Cun, seorang relawan yang tinggal tak jauh dari rumahnya. “Kalau nggak ada bantuan beasiswa ini mah nggak pada bisa sekolah seperti ini anak-anak saya,” kata Apel. Ia berharap anak-anaknya dapat menjadi anak yang baik dan bisa mandiri setelah lulus sekolah. Meski dengan penghasilan yang terbatas, Apel masih menyempatkan diri untuk bersumbangsih untuk orang lain melalui Tzu Chi. “Berdana itu bagus walaupun sedikit,” ucapnya.

Bukan hanya berdana dalam bentuk uang saja, tetapi Apel juga mencoba untuk berbuat kebajikan dengan melakukan daur ulang. “Saya akan mengajak anak saya ke depo daur ulang Tangerang bulan ini,” tuturnya. Walaupun telah bekerja setiap hari, ia tetap ingin bersumbangsih menyumbangkan tenaganya membantu di Posko Daur Ulang Tzu Chi.

foto  foto

Keterangan :

  • Setelah bertahun-tahun berdagang keliling, Apel kini memiliki beberapa pelanggan setia yang hampir setiap hari membeli kue-kuenya. (kiri)
  • Cuan Kim (memakai topi), pemilik usaha penampungan kertas ini menjadi pelanggan setia Apel. “Tiap hari saya pasti akan membeli walaupun hanya Rp 1.000-2.000 perak saja,” ujar Cuan Kim. (kanan)

Berdagang Keliling
Waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB. Matahari cukup terik memanggang di atas kepala. Tetapi hal itu tak menyurutkan semangat Apel untuk mencari nafkah. Setelah selesai membuat kue dan berbenah, Apel pun bersiap untuk menjual kue-kue buatannya. Dengan memakai sebuah topi hijau, Apel berangkat menjajakan kue-kue yang ditaruh di keranjang di belakang sepedanya. Di tengah teriknya sinar matahari, ia terus mengayuh sepedanya, mulai dari satu tempat hingga ke tempat berikutnya, menawarkan kue-kue buatannya kepada pelanggan-pelanggannya. Apel telah memiliki beberapa pelanggan setia. Salah seorang pelanggannya bernama Cuan Kim. Pria pemilik usaha penampungan kertas ini menjadi pelanggan setia Apel. “Tiap hari Apel pasti ke sini, dan saya pasti akan membeli walaupun hanya Rp 1000-2000 perak saja,” ujar Cuan Kim.

Setelah kuenya terjual habis, Apel pun kemudian berbelanja bahan-bahan kue untuk besok dan kemudian pulang ke rumah. Setelah beristirahat sebentar, Apel kemudian kembali mengayuh sepedanya untuk pergi menjemput Dery ke Terminal Teluk Naga. Jarak yang harus ditempuhnya cukup jauh, namun ini tetap dilakukannya demi sang buah hati. Tiada keluhan, tiada rasa lelah, tiada pamrih, dan tiada putus-putusnya kasih seorang ibu kepada anaknya. Semua dilakukan demi satu harapan: memberi kesempatan pada sang buah hati untuk dapat menggapai hidup yang lebih baik.

  
 

Artikel Terkait

Berbagi Kasih di Panti Werdha Budi Mulia 3

Berbagi Kasih di Panti Werdha Budi Mulia 3

01 Maret 2016

Relawan Tzu Chi komunitas Xie Li PGC (Pusat Grosir Cililitan) mengadakan kegiatan kunjungan kasih ke Panti Werdha Budi Mulia 3 Ciracas, Jakarta Timur pada tanggal 21 Februari 2016. Sebanyak 28 relawan bersama 10 tim medis Tzu Chi bersama-sama memberikan perhatian dan penghiburan bagi opa dan oma.

Menjalin Jodoh Baik Melalui Seni Merangkai

Menjalin Jodoh Baik Melalui Seni Merangkai

26 September 2018
Merangkai bunga merupakan salah satu budaya humanis Tzu Chi. Saat merangkainya diperlukan kesabaran, ketelitian, dan konsentrasi. Dari merangkai bunga bisa dijadikan sebagai ladang pelatihan diri.
Membangkitkan Kepercayaan Diri

Membangkitkan Kepercayaan Diri

16 Desember 2014 Keseharian pria berusia 26 tahun ini dihabiskan hanya di dalam rumah saja dengan duduk-duduk, berbicara bersama keluarga dan tidur. Tidak ada pekerjaan yang dapat dilakukannya semenjak kedua matanya terkena katarak
Dengan keyakinan, keuletan, dan keberanian, tidak ada yang tidak berhasil dilakukan di dunia ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -