Ikhlas Memberi, Ikhlas Menerima
Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : ApriyantoMeski memiliki keterbatasan fisik, Ida (kanan) tetap semangat dalam menjalani kehidupannya. |
| ||
Meskipun demikian ia tetap mampu berjalan tanpa bantuan tongkat. Di bawah naungan tenda, Ida duduk sambil mendekap kemenakannya yang masih Balita. Sebagai warga Dusun Wangkal Asem, Desa Kalijaya, Ida termasuk dalam kategori keluarga yang tidak mampu. Sejak lahir Ida sudah dikaruniai bentuk tubuh yang kurang sempurna. Kaki kirinya tidak tumbuh seperti kebanyakan orang— kaki kirinya hanya sebatas lutut. Namun Ida tidak pernah minder dalam pergaulan. Bahkan Ida tetap melakukan apa yang bisa dilakukan dan tak pernah mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Prinsip inilah yang membuat Ida tetap berusaha menghadapi kerasnya kehidupan, meski harus menjadi pemulung dengan keterbatasan fisiknya.
Keterangan :
Untuk mencukupi kebutuhan pangan, Ida harus membiasakan diri berangkat mencari sampah daur ulang sejak pukul 5 pagi dan baru kembali ketika hari sudah menjelang sore. Profesi sebagai seorang pemulung telah dijalani Ida sejak ia berpisah dengan suminya 10 tahun yang lalu. Sejak 10 tahun itu pula Ida harus tegar menjalani hidup sebagai orangtua tunggal dan menghidupi ketiga orang putranya. Walaupun banyak kesulitan yang dihadapi oleh Ida, tak pernah sedikit pun terbesit dalam dirinya kalau ia akan menyerah dan menjatuhkan dirinya sebagai seorang pengemis. “Sejak dulu orang tua saya mengajarkan jangan mengemis. Saya malu kalau menghidupi anak-anak dan orang tua dari hasil mengemis,” tandasnya.
Keterangan :
Anak yang Berbakti Di rumahnya yang sangat sederhana, selain sebagai orang tua tunggal, ternyata Ida juga berperan sebagai anak yang berbakti. Di tengah kesibukannya mencari sampah daur ulang, Ida tetap berusaha pulang ke rumah di siang hari guna memandikan dan menyiapkan makan untuk ibunya yang sudah berusia lanjut. Karenanya ketika menerima beras cinta kasih, Ida tak berhenti mengucap syukur. Bagi keluarga itu kebahagiaan adalah keihlasan, soal jumlah bukan menjadi ukuran. Dan hari itu Ida benar-benar menerima keihlasan: ikhlas menerima dengan sukacita dan diberikan dengan penuh keikhlasan oleh relawan Tzu Chi yang mengantarnya sampai ke rumah. “Saya bersyukur sekali mendapatkan berasnya dan bertemu dengan bapak (relawan),” ucap Ida.
| |||
Artikel Terkait
Setiap Waktu, Ada Kisah Baru
18 April 2017Seperti halnya rutinitas yang dilakukan insan Tzu Chi Kebon Jeruk Jakarta Barat pada tanggal 16 April 2017 dengan melakukan Kunjungan Kasih ke Panti Werdha Sahabat Baru. Meskipun kegiatan ini rutin dilakukan hampir setiap bulan, namun selalu ada hal baru yang menggugah semangat untuk menjadikannya pelajaran.
Ketegaran Hati Menjalani Hidup Pascagempa
14 Januari 2020Sebanyak 553 warga korban gempa dan likuefaksi Palu akhirnya merasa lega. Mereka menandatangani Surat Perjanjian Penghuni Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Tahap 1 (11-12 Januari 2020). Karmen Darwati salah satunya. “Bahagia, meski kadang sedih kalau ingat suami,” katanya.
Waisak Tzu Chi 2018: Keharmonisan Dalam Keberagaman
14 Mei 2018Selain relawan Tzu Chi, kegiatan ini juga selalu dihadiri para tokoh dari berbagai agama di Indonesia. Doa jutaan insan kali ini dihadiri sebanyak 43 pemuka agama di antaranya pemuka agama Buddha, Katolik, Hindu, dan Konghucu. Ini menunjukkan suatu keharmonisan dalam keberagaman.