Indah di Awal, Tengah, dan Akhir
Jurnalis : Mei Hui (He Qi Utara), Fotografer : Adeline, Sjukur Zhuang (He Qi Utara) Posan Shixiong saat membawakan acara bedah buku. Kegiatan yang dilaksanakan seminggu sekali itu menarik beberapa relawan yang ingin mendalami ajaran Master Cheng Yen. |
| ||
Kalimat di atas dibaca dengan jelas oleh Posan Shixiong, mengawali acara Bedah Buku di Jing Si Books & Café Pluit, Jakarta Utara pada Kamis malam, 13 Januari 2011. Selanjutnya dengan telaten Posan menguraikan isi buku biografi Master Cheng Yen berjudul ”Teladan Cinta Kasih” yang malam itu memasuki bab kelima kepada lebih dari dua puluh orang peserta yang hadir. Para peserta dengan penuh konsentrasi mencerna halaman-halaman bab lima buku Teladan Cinta Kasih yang ada di hadapan masing-masing. Buku ini ditulis oleh Yu Ing Ching, seorang penulis Tiongkok terkemuka di Asia, dan bab lima ini berisi sejarah awal Yayasan Buddha Tzu Chi yang dikisahkan oleh murid-murid awal Master Cheng Yen kepada penulis. Keinginan dan Kebutuhan Penulis dan Biksuni Shuen kemudian datang ke Wihara Cahaya Terang. Wihara itu sama seperti karakteristik mayoritas dari kuil-kuil Buddha lainnya, namun dalam skala lebih kecil dan sangat berbeda dari Griya Perenungan yang merupakan tempat pertama Master Ceng Yen dan muridnya mempelajari ajaran Buddha dan melafalkan Sutra, sambil menopang diri mereka sendiri dengan melakukan pekerjaan seperti merajut sweater dan menjahit sepatu bayi. Master Cheng Yen dan murid-muridnya tidak pernah meninggalkan rumah untuk meminta derma, tidak pernah pula menerima uang untuk penyelenggaraan pelayanan spiritual. Selesai pembacaan sub bab pertama, seorang peserta bedah buku, yaitu Awi shixiong bertanya, ”Bagaimana bila hidup tanpa keinginan. Keinginan seperti warna-warna yang melengkapi kehidupan, hidup menjadi penuh warna. Sedangkan kalau tidak ada keinginan, hidup menjadi seperti hitam putih.” Pertanyaan ini pun mengundang dialog dan sharing yang sangat menarik dari peserta lainnya. Adeline Shijie mengemukakan bahwa orang boleh punya keinginan, tetapi jangan berlebihan. Kalau dapat disyukuri, dan kalau tidak dapat kita ikhlas menerimanya.
Keterangan :
Posan Shixiong menjelaskan kembali bahwa pada kalimat tersebut bukan berarti tidak ada keinginan. Ada perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Kalau kita ingin karena kita butuh, kita berusaha untuk mendapatkan dengan sebaik-baiknya. ”Perbedaan antara keinginan dan kebutuhan adalah pada yang tiada akhir dan yang ada akhir. Yang tiada akhir adalah keinginan, dan itu adalah penderitaan karena melekat,” tambah Wilya Shijie. Berton Shixiong memberikan pandangannya bahwa keinginan harus ditunjang oleh keadaan ekonomi. Hal ini disambung oleh Andy Shixiong, bahwa masih boleh ada keinginan, namun keinginan harus diubah dan dikurangi, dengan memberikan contoh mengenai kebutuhan akan rumah yang nyaman dengan keinginan akan rumah yang mewah. Kebutuhan adalah sesuatu yang realistis dan diperlukan. Keinginan belum tentu dibutuhkan, belum tentu terpakai juga, tapi keinginan dari hati yang tiada henti. ”Ada juga keinginan yang tinggi seperti orang yang ingin maju, untuk perubahan yang lebih baik,” kata Johan Shixiong menambahkan. Sharing dari Posan ini juga dialami langsung oleh relawan yang baru pulang dari Taiwan, yaitu Andy dan Berton yang menceritakan mengenai produk-produk hasil kerja murid-murid Master Cheng Yen untuk menunjang kehidupan mereka dan para relawan yang datang berkunjung. ”Master mengajarkan kepada kita, keinginan berlebihan harus dikurangi, seberapa besar yang kita inginkan sehingga kita merasa terpuaskan,” kata Andy. Sabar Laksana Unta dan Berani laksana Singa Pembacaan buku berlanjut ke bab dua yang berisi kisah Biksuni Tze. Semua keraguan dan pertanyaan Biksuni Tze mengenai ajaran Buddha terjawab hanya dengan satu atau dua kata dari Master Cheng Yen, dan beliau segera memutuskan bahwa Master Cheng Yen adalah sosok guru yang ia cari, yang harus diikuti kemana pun perginya dan tinggal bersamanya sepanjang hidupnya.
Keterangan :
Semenjak itu, Master Cheng Yen, Biksuni Tze, dan empat murid lainnya tinggal di sebuah pondok kecil di puncak bukit di belakang Wihara Cahaya Terang selama beberapa tahun. Mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri dengan bekerja keras dan tetap hidup sangat sederhana. Setelah bekerja sehari penuh, Master Cheng Yen selalu memastikan bahwa mereka belajar buku-buku ajaran Buddha dan banyak buku lainnya, juga menulis dan menyalin sutra. ”Ketika menjalani ajaran Buddha, kita harus sabar laksana unta dan berani laksana singa.”(Master Cheng Yen) Keberanian laksana singa ini digambarkan oleh Johan Shixiong sebagai keberanian menanggung risiko terhadap apapun yang dijalankan. Dalam menjalani ajaran Budha harus sabar dan berani. ”Legenda mengatakan bahwa Dewi Welas Asih mempunyai seribu mata untuk memerhatikan mereka yang membutuhkan bantuan dan seribu tangan untuk menyentuh mereka dengan cinta dan welas asih. Kita akan menjadi matanya yang penuh perhatian serta tangannya yang penuh manfaat,” kata Master Cheng Yen. Sesungguhnya apa yang kita miliki itu belum sepenuhnya menjadi milik kita kalau belum kita manfaatkan. Suatu hari nanti apa yang kita miliki, sebagus apapun, semewah apapun tidak ada yang kita bawa. Yang terbaik untuk diwariskan kepada anak cucu kita adalah Dharma sehingga bisa diwariskan kembali ke generasi berikutnya. Cara memanfaatkan milik kita yaitu dengan menolong orang yang tidak mampu menjadi mampu, menolong orang yang sakit menjadi sembuh, dan membuat orang yang menderita menjadi bahagia. Dengan demikian yang kita miliki itu baru bisa menjadi milik kita dan dapat kita bawa dalam bentuk karma baik. Kita tidak mengetahui karma baik ataupun buruk yang dibawa dari kehidupan lalu. Terhadap karma buruk kita harus mensyukuri dan terus menciptakan karma baik. Dengan demikian batin kita menjadi tenang. Acara Bedah Buku Tzu Chi ini senantiasa menarik untuk diikuti, karena Dharma Buddha semakin diselami, semakin terasa indahnya. Indah di awal, indah di pertengahan, dan indah di akhir. | |||
Artikel Terkait
Membantu Menyelamatkan Bumi
08 Juli 2014Kerjasama dengan tujuan untuk membina para tahanan agar bila nanti mereka sudah terbebas dari masa tahanan, mereka mempunyai keterampilan yang bisa menghasilkan usaha sendiri. Caranya adalah melalui pembuatan eco garbage enzyme.