Indahnya Kebersamaan

Jurnalis : A. Rahman (He Qi Selatan), Fotografer : Vimala (He Qi Selatan)
 

fotoDengan penuh ketulusan para relawan Tzu Chi membantu memasangkan label nama kepada para anak asuh.

Kebersamaan Anak Asuh Tzu Chi,” itulah tema gathering anak asuh Tzu Chi, Minggu 28 Februari 2010, yang diadakan oleh relawan Tzu Chi Jakarta perwakilan He Qi Selatan, yang merupakan gathering pertama mereka di tahun 2010.

Acara ini bertempat di Kantor Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Mangga Dua, dan dihadiri oleh 113 orang anak asuh. Bersama dengan para orang tua, para peserta yang terdiri dari siswa-siswi SD hingga SMA dari berbagai sekolah di Jakarta dan Bekasi tersebut, sebagian besar datang dengan menggunakan seragam sekolah.

Mereka sudah berdatangan sejak pukul 8 pagi. Sambil menanti acara dimulai, seluruh anak asuh menikmati makanan dan minuman dengan tertib di ruang makan, yang terletak di sebelah aula. Sedangkan para orang tua mereka yang menunggu di depan aula pun dibagikan kue (roti) oleh beberapa relawan Tzu Chi. Agar para orangtua itu tidak bosan menunggu, beberapa relawan juga dengan hangat mengajak mereka mengobrol.

Semangat Kekeluargaan
Pukul 09.30 WIB acara dimulai. Rosaline, salah satu relawan Tzu Chi menyambut hangat kehadiran para anak asuh dan orang tua mereka. Secara singkat Rosaline memberikan pengenalan tentang Tzu Chi dan Master Cheng Yen. Meskipun mayoritas anak asuh dan orang tua telah mengenal Master Cheng Yen melalui DAAI TV, namun perkenalan ini sesungguhnya bertujuan untuk memberi tahu tentang tradisi Tzu Chi dalam menghormati seorang guru. Selanjutnya Rosaline juga mengajarkan tata cara ber-anjali, yaitu melakukan gerakan-gerakan tertentu untuk menghaturkan rasa hormat kepada Master Cheng Yen. Para hadirin pun dipandu untuk melakukannya.

Agar terjalin keakraban antara para peserta, maka diadakan dua buah permainan yaitu pong pong pong dan mencari teman baru. Permainan ini menuntut ketangkasan dan kecepatan menjawab, namun tidak membuat para peserta tegang. Tawa selalu terdengar di sela-sela permainan ketika ada pemain yang salah menjawab sehingga harus berjongkok sebagai hukumannya. Apalagi saat ada orang tua yang salah menjawab dan dihukum. Dan mereka yang berhasil menyelesaikan permainan dengan baik mendapat hadiah.  

Suasana akrab dan ceria semakin terasa di antara anak-anak ketika Erni, salah satu relawan memimpin permainan mencari teman baru. Permainan ini bertujuan agar anak-anak terpicu untuk lebih mengenal satu sama lain. Dalam permainan ini mereka berpasangan dan saling bertanya tentang hal-hal favorit mereka. Permainan menjadi lebih seru karena mereka harus bernyanyi dan menari.

   foto  foto

Ket :  - Keceriaan dan kebahagiaan terpancar dari wajah para anak asuh saat mengikuti setiap sesi acara               gathering. (kiri)
           - Beragam permainan pun diadakan untuk mempererat tali persaudaraan para peserta gathering.  (kanan)

Tak Menunda Berbuat Baik

Erni menjelaskan bahwa di zaman sekarang ini, cara berbakti kepada orang tua sangatlah mudah sekali. Salah satunya adalah dengan dengan mengirimkan SMS ungkapan kasih sayang kepada orang tua.

Setelah acara perkenalan, para peserta disuguhi beberapa tayangan yang inspiratif dan mengajarkan moralitas tinggi, seperti film kartun Petualangan Xiao Li Zi, video pertunjukan drama Burung Gagak Yang Berbakti, pemutaran slide cerita Kisah Pohon Apel dan Seorang Anak Kecil, dan video ceramah Master Cheng Yen. Adapun tayangan-tayangan tersebut bertujuan untuk mengajarkan kita untuk bersyukur dan tidak menunda-nunda berbuat baik kepada sesama dan orang tua.

Ditanya tentang kesan-kesannya setelah mengikuti acara gathering, Muhammad, salah satu siswa SMA, menuturkan kalau cara berbakti yang dilakukannya kepada orang tua adalah dengan menuruti perintah mereka, karena ia dulu sering melanggar perintah orang tuanya. Lain lagi dengan Ken Ken, salah satu anak asuh yang masih berumur 6 tahun, baginya kalau mamanya menyuruhnya tidur, ia akan langsung pergi tidur.

Saat sharing itu, anak-anak juga ditanyakan apakah ada yang ingin menyatakan kasih sayangnya langsung kepada orang tua mereka sekarang. Hal ini langsung disambut oleh Meiliana, seorang siswi SD. Ia menghampiri ibunya yang duduk di barisan belakang dan memeluknya dengan penuh rasa haru. Mengikuti langkah Meiliana, beberapa anak juga mendatangi dan memeluk orang tua. Usai sharing, anak-anak diingatkan bahwa sebagai seorang anak hendaknya kita bisa membalas budi baik orang tua dan menjadi anak yang akan berguna bagi masyarakat di mana mereka tinggal.

Mempertahankan Prestasi
Sebelum acara diakhiri dengan pesan-pesan dari koordinator acara, para relawan Tzu Chi mengajak peserta melakukan bahasa isyarat tangan Satu Keluarga. Tidak hanya itu, relawan Tzu Chi yang diwakili oleh Fu Che, juga berpesan agar anak-anak terus mempertahanakan nilai prestasi belajar mereka. Hal ini sangat penting karena, jika nilainya kurang dari yang telah ditentukan yayasan, program asuh akan dihentikan. Program anak asuh sendiri mensyaratkan, nilai rata-rata minimal 6.5 untuk SD, 7 untuk SMA dan nilai IP 3 bagi mahasiswa. Sedangkan bagi siswa kelas 12 yang nilai rata-ratanya 8 atau lebih, mereka dapat langsung ikut ujian negara, atau masuk universitas tanpa ujian seleksi (setelah memenuhi persyaratan tertentu). Selain itu, siswa asuh Tzu Chi tingkat SMA diwajibkan mengikuti program-program yayasan seperti daur ulang, bakti sosial, dan lainnya. Walaupun sangat ketat, namun standar tinggi ini adalah untuk menjaga kualitas anak asuh Tzu Chi.

“Tiap anak asuh yang di bawah yayasan selalu dievaluasi dalam waktu tertentu. Dengan menanyakan langsung perkembangan anak, kepada orang tua, serta guru dari siswa yang berasngkutan. Karena bila anak itu nilainya kurang dari nilai standar yang ditentukan yayasan, program bantuan mereka langsung dihentikan,” tutur Agus Rijanto, salah seorang pengurus Yayasan Buddha Tzu Chi, yang ditemui secara terpisah. Fu Che juga mengingatkan bahwa bagi siswa yang lulus universitas dan telah mendapat pekerjaan, mereka berkewajiban menyisihkan sepuluh persen dari penghasilan untuk membantu orang lain, dan disumbangkan ke Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Acara gathering ini rencananya akan diadakan dua kali setiap tahunnya. Tujuannya adalah agar persaudaraan dan kebersamaan di antara anak asuh Tzu Chi dapat tetap terbina. “Tema gathering hari ini adalah kebersamaan anak asuh Tzu Chi. Bertujuan untuk lebih mengenal orang tua. Agar mereka lebih berbakti kepada orangtuanya. Agar anak asuh lebih mengenal satu sama lain. Dan diharapkan mereka dapat berprestasi di masa mendatang,” jelas Fu Che. 

Menanamkan Budaya Tertib Tzu Chi
Dari sejak awal hingga akhir, acara berjalan dengan sangat tertib. Tidak hanya cinta kasih yang dijunjung tinggi oleh Tzu Chi, tapi juga ketertiban, kerapihan, dan kedisiplinan. Lihat saja pada saat anak-anak baru datang. Setiap anak diberi kantong kain penyimpan sepatu serta nomor urut kotak untuk menaruhnya. Demikian juga saat memasuki aula. Mereka terlebih dulu dibagi ke dalam sebelas barisan, dengan  anak yang paling rendah  berdiri paling depan, dan anak yang paling tinggi di belakang. Ini dilakukan agar anak-anak dapat berjalan memasuki aula tanpa terhalang pandangan mereka. Setiap baris dipimpin oleh seorang relawan, yang membawa nomor urut barisannya. Pengaturan ini juga berlaku saat mereka duduk nantinya. Saat memasuki aula pun mereka berjalan dengan tertib dan anggun. Kedua tangan mereka berada di depan perut dengan satu telapak tangan ditumpangkan di atas telapak tangan lainnya.

Para orang tua anak asuh mengaku sangat terbantu oleh program anak asuh Yayasan Buddha Tzu Chi, sebagaimana yang diungkapkan beberapa dari mereka. Misalnya saja Pak Iwan, ayah Jemima, seorang siswi kelas 4 SD Strada, Duren Sawit, Jakarta Timur. Ia sehari-harinya berjualan air mawar di areal pemakaman. “Saya bersyukur kepada Tuhan dengan adanya bantuan dari Yayasan Buddha Tzu Chi. Suatu bantuan yang luar biasa. Membantu dalam hal meringankan pengeluaran keuangan keluarga saya,” tuturnya.

Pak Iwan datang bersama Jemima ke acara ini dengan kendaraan umum, karena motor kreditannya baru beberapa waktu lalu diambil kembali oleh dealernya. Pasalnya, ia tak mampu lagi meneruskan membayar cicilan. Maka ia sangat bersyukur salah seorang anaknya memenuhi syarat untuk mendapat bantuan anak asuh dari Yayasan Buddha Tzu Chi.

Lain lagi cerita Ibu Yogi, orang tua Egi Septiani, 13 tahun (tuna rungu), anak kelas 7D di SLB Santi Rama, Cipete, Jakarta Selatan. Kondisi keuangannya yang pas-pasan membuatnya tak mampu membiayai anaknya bersekolah di SLB. Beliau mengetahui tentang program anak asuh ini dari seorang guru di sekolah tersebut. Ibu Yogi tinggal di daerah Tambun, Bekasi. Hari itu ia datang tanpa ditemani suaminya, seorang satpam yang harus tetap bekerja di hari Minggu. Katanya, “Acara ini sangat baik sekali. Mereka (Yayasan Buddha Tzu Chi), tidak membeda-bedakan dalam membantu orang. Memperlakukan sama kepada semua orang.”

 
 

Artikel Terkait

Baksos NTT: Cinta Kasih di Tarimbang (Bag.2)

Baksos NTT: Cinta Kasih di Tarimbang (Bag.2)

12 April 2012
Kedatangan para relawan mendapat sambutan hangat dari kepala desa dan juga camat setempat yang turut ikut serta dalam pembagian beras cinta kasih ini.
Memikul Tanggung Jawab

Memikul Tanggung Jawab

16 April 2012 Minggu, 8 April 2012 diadakan kegiatan Pendalaman Misi Tzu Chi yang dilakukan relawan Tzu Chi dari He Qi Barat.
Training Relawan Pemerhati

Training Relawan Pemerhati

12 April 2017

Sabtu, 8 April 2017, diadakan pelatihan lanjutan untuk relawan pemerhati RS yang selama ini selalu bersumbangsih di Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi. Pelatihan yang berlangsung sejak pukul 8 pagi ini, diikuti sebanyak 35 orang relawan.

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -