Indahnya Menjadi Guru yang Berbudaya Humanis Tzu Chi

Jurnalis : Darningsih (Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi) , Fotografer : Darningsih (Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi)

doc tzu chi

Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng mengawali tahun ajaran baru 2017/2018 dengan pelatihan guru yang digelar selama dua hari, 12-13 Juli 2017.

Mengawali tahun ajaran baru 2017/2018, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng selalu mengadakan pelatihan guru yang bertujuan memperkenalkan para guru yang baru bergabung. Tidak hanya itu, pelatihan ini juga untuk memotivasi guru dalam mengajar.  Pelatihan yang diadakan selama dua hari, 12-13 Juli 2017 di aula lantai 2 gedung B Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi ini diisi pembicara ataupun narasumber yang berpengalaman. Hadir sebanyak 131 guru dari unit TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.

Di hari pertama, kegiatan diisi oleh narasumber Sri Margono yang memberikan materi dengan tema “Mengatasi kebosanan dalam kerja”. Dalam penyampaiannya, keinginan untuk berkembang harus ada dalam diri setiap guru, dan jangan selalu merasa berada di zona nyaman.

“Tidak ada zona nyaman melainkan zona perubahan,” ujarnya.

 Sri Margono juga menambahkan, bahwa jangan pernah menyalahkan orang lain, tapi lihat pada diri sendiri terlebih dahulu. “Lakukan perubahan untuk lingkungan sekitar dan keluarga,” tambahnya.

Selama dua hari pelatihan, para guru mendapatkan ilmu baru serta motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.


Para guru juga diingatkan lagi tentang Sikap 3S; Sapa, Salam, dan Senyum.

Dari perwakilan Yayasan Buddha Tzu Chi, Suryadi menyampaikan materi terkait visi dan pelayanan serta harapan untuk Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi 2017/2018. Dalam sesi ini Suryadi mengingatkan kembali tentang empat misi utama Tzu Chi. Ia juga memperkenalkan produk terbaru dari DAAI BOGA yaitu Mi Goreng jamur yang langsung dibagian kepada setiap guru. Ini tentu membuat para guru senang karena memang produk variasi sebelumnya,  yaitu mie soto dan mie goreng sangat diterima di lidah dan terasa enak.

Pelatihan hari itu ditutup dengan materi yang dibawakan Luciana Lazuardi tentang Peranan guru sebagai Konselor dan Komunikator. Luciana yang kesehariannya bekerja di bidang Bimbingan Konseling(BK) menyampaikan, sebagai seorang konselor atau yang bertugas melakukan bimbingan dan konseling harus lebih banyak memiliki kemampuan mendengar mengenai permasalahan. Dengan mendengar secara mendalam, maka seorang konselor akan lebih mudah memahami dan dapat memberikan respon yang sesuai dan tepat.

“Seorang Guru belum tentu seorang konselor, tetapi seorang konselor pasti seorang guru,” terangnya.

Sementara itu, seorang guru yang baru bergabung di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi bernama Mulyawan merupakan Laoshi yang mengajarkan Bahasa Mandarin unit SMA Cinta Kasih Tzu Chi. Mulyawan mengaku mendapatkan banyak inspirasi dari seminar yang Ia ikuti selama dua hari tersebut.

“Terutama bagaimana kita menjadi konselor bagi siswa dan siswi. Tugas seorang guru bukan hanya mengajar tetapi juga membimbing, karena seorang guru belum tentu seorang konselor, tetapi seorang konselor pasti seorang guru. Selain itu kita juga mengetahui kepribadian kita dan bagaimana cara merubahnya agar menjadi pribadi yang lebih baik,” ujarnya.

Laoshi juga mengutip petikan kata bijak dari narasumber Sri Margono. “Lakukan yang harus dilakukan, kerjakanlah yang harus dikerjakan,” tambahnya. 

Di hari yang kedua, para guru juga mendapatkan penyegaran terkait budaya humanis Tzu Chi.


Budaya Humanis ini di antaranya juga yang berkaitan dengan table manner.

Di hari kedua pelatihan, dibentuk lima station; station 1 tentang Penampilan, station 2 Sikap 3S, station 3 table manner, station 4 tentang budaya humanis yang indah, dan station 5 GPL(Gerakan Peduli Lingkungan). Station pertama yaitu station penampilan, guru diberikan arahan bagaimana berpenampilan sebagai guru berbudaya humanis Tzu Chi baik pria maupun wanita.

Station kedua yaitu tentang Sikap 3S; Sapa, Salam, dan Senyum. Sikap ini sendiri sudah menjadi kebiasaan para guru di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dalam kesehariannya. Namun para guru dijelaskan lagi bagaimana sikap 3 S yang baik dan benar.  Station 3 terkait table manner yaitu bagaimana cara makan berbudaya Tzu Chi. Suatu ketika para guru akan terjun dalam kegiatan relawan, telah mengetahui cara bersikap dan makan di dunia Tzu Chi. Station 4 tentang budaya humanis yang indah yaitu bagaimana cara berpenampilan dan bersikap yang baik. Ini  diterapkan tidak hanya di lingkungan sekolah tapi juga di lingkungan sekitarnya.

Adapun Station 5 mengenai GPL(Gerakan Peduli Lingkungan). Gerakan ini di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi sudah berjalan hampir dua tahun. Gerakan ini bertujuan untuk peduli terhadap lingkungan terutama sampah. Sampah yang kita buang haruslah dipilah mana yang masih bisa didaur ulang kembali atau tidak. Di sini dijelaskan dengan contoh langsung yang disampaikan oleh Bukhori selaku ketua program GPL.

Pada Station 5, para guru mendengarkan penjelasan tentang pentingnya pemilahan sampah.

Usai menjelaskan kelima sesi Station, para guru diajarkan Isyarat tangan Satu Keluarga yang dibawakan oleh guru bahasa Mandarin Laoshi Cai. Lagu ini merupakan ciri khas setiap kegiatan di sekolah maupun kegiatan relawan. Tentu ini merupakan hal baru bagi para guru yang bergabung. Kegembiraan terlihat dari rona hampir semua guru yang sudah hafal yang menunjukan ekspresi bahagia.

Penutupan pelatihan guru pun diakhiri dengan pembicara dari Prasetya Mulya yang megusung tema Minat dan kepribadian Guru.  Pembicara Lely sudjarwadinata ini memberikan tes kepada semua guru untuk mengetahui kepribadian masing-masing guru.

“Mengapa memahami kepribadian itu penting? Selaku BK (Bimbingan Konseling), salah satunya dapat mengerti bagaimana penjurusan siswa dalam memilih jurusan yang tepat untuk studi lanjut,” jelasnya.


Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -