Tentunya tak ada petani yang ingin sawah yang sedang ia garap mengalami kerugian besar akibat serangan hama, gulma, penyakit atau hal lain yang membuat tanaman mereka menjadi layu dan mati. Dan di masa pandemi seperti sekarang, adalah masa yang sangat sulit bagi semua kalangan, maka para petani juga harus meminimalisir kesalahan sehingga tidak membuat mereka gagal panen. Mereka menggunakan Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang diharapkan dapat membantu petani dalam menangani Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada sawah yang sedang digarap sehingga menghasilkan hasil panen yang maksimal.
Pupuk Eco Enzyme Ekonomis, Membawa Manfaat Besar Bagi Petani
Wiwi Kristanto (54) Kelompok Tani Suka Maju, warga Kampung Simpak Jagabaya setelah mendapat arahan dari relawan Tzu Chi mau mencoba menggunakan pupuk eco enzyme.
“Saya mendapat pengarahan dari relawan Tzu Chi bahwa eco enzyme ini ramah lingkungan dan keuntungan saya menggunakan eco enzyme sangat irit biaya. Kalau biasanya butuh pupuk hingga 6 karung dengan biaya lebih dari satu juta, kalau pakai eco enzyme ini saya hanya mengeluarkan biaya 200 ribu dan hasil padinya sudah sangat berhasil,” ungkap Koh Awi, begitu kawan-kawan petaninya biasa memanggil Wiwi Kistanto.
Relawan Tzu Ch berfoto bersama di tengah lokasi panen raya padi yang menggunakan pupuk cair eco enzyme. (Kiri ke kanan: Johnny Chandrina, Wiwi Kristanto, relawan Tzu Chi Tangerang, Otong Koswara)
Setelah melihat hasil panen, Koh Awi kurang puas dengan hasilnya ini. Hal ini bukan akibat dari menggunakan pupuk eco enzyme tapi dikarenakan banyak faktor, seperti: bibit yang kurang baik, cuaca, hama tikus, dan kekurangan air. “Setelah saya lihat perbandingan hasil padinya, pertama tentu sangat ekonomis dan hasilnya hampir sama (dengan yang menggunakan pupuk biasa) tapi ya lebih menguntungkan eco enzyme karena biayanya murah,” papar Koh Awi.
Koh Awi sangat mengharapkan Kelompok Tani Parung Panjang ini khususnya Jagabaya Kampung Simpak mau mencoba pupuk eco enzyme.
“Kita jangan tergantung dengan pupuk kimia, karena pupuk eco enzyme ini ramah lingkungan, mudah-mudahan pada mau coba, jangan saya aja sendiri, dan satu lagi keuntungan padi organik harganya tinggi dibandingkan padi yang menggunakan pupuk kimia,” ajak Koh Awi.
“Saya terima kasih sekali kepada relawan Tzu Chi yang telah membantu saya, mendukung saya, tenaga dan pikiran dari relawan Tangerang datang jauh-jauh ke sini untuk membina saya, terima kasih Tzu Chi khususnya relawan Tangerang,” lanjut Koh Awi.
Johnny Chandrina bersama relawan Tzu Chi memanen padi hitam yang menggunakan pupuk organic eco enzyme.
Bersyukur Mengenal Eco Enzyme
Keberhasilan panen raya yang menggunakan pupuk eco enzyme dibenarkan oleh Otong Koswara (53) salah satu petugas dinas pertanian dari Kab. Bogor. Otong, petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang bertugas mengamati OPT-OPT, iklim, dan pengaruh-pengarunya. Otong sangat berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah membantu dan mensosialisasikan dengan mengenalkan pupuk organik berjenis eco enzyme.
“Tadi saya melihat langsung hasil panen padinya Koh Awi setelah eco enzyme ini diaplikasikan ke tanaman padi,” ujar Otong.
Otong juga menilai hasil perbandingan untuk padi yang tidak memakai eco enzyme dan yang memakai eco enzyme. “Setelah saya nilai dan di timbang hasilnya yang memakai eco enzyme ada nilai kisaran 7,5 dan yang tidak pakai pupuk eco enzyme 6,8. Jadi ada perbedaan hasil padi dalam satu hektar lahan,” katanya.
Otong menjelaskan untuk menghasilkan panen padi yang bagus perlu perhatian khusus yang harus dikendalikan terutama mengenai hama, penyakit, dan iklim. Karena di daerah Simpak ini tanahnya tanah hujan jadi pengairannya menggunakan air pompanisasi dari sungai yang di bawah.
Otong sangat berterima kasih dan berharap kepada relawan Tzu Chi yang sudah turun langsung ke lapangan untuk mensosialisasikan pupuk eco enzyme.
“Harapan saya eco enzyme ini bisa memasyarakat karena eco enzyme ini sangat ramah lingkungan. Ini sistemnya organik karena bahan yang digunakan adalah limbah rumah tangga. Secara tidak langsung kita ikut melestarikan lingkungan,” harap Otong.
Otong juga bersyukur karena relawan Tzu Chi sudah mau memajukan para petani dalam hal bercocok tanam.
Otang juga mengharapkan pendampingan Tzu Chi untuk para petani tidak sampai di sini saja melainkan melanjutkan usaha bersama dalam memajukan para petani yang ada di Desa Jagabaya Kampung Simpak.
“Saya terutama kecamatan Parung Panjang dan Tejo dan di Desa Jagabaya Kp. Simpak ini maunya kita di wilayah Bogor adanya sosialisasi tentang eco enzyme ini karena dengan menggunakan pupuk eco enzyme ini sangat murah biaya penanamannya.
Malahan sebenarnya tidak ada biaya jika para petani mau memproduksi eco enzyme ini di rumah,” ungkap Otong.
Aplikasi Eco Enzyme untuk Petani
Johnny Chandrina sedang mensosialisasikan cara membuat pupuk cair eco enzyme kepada Kelompok Tani Suka Maju Kampung Simpak, Jagabita, Parung Panjang Bogor.
Johnny Chandrina relawan Tzu Chi sekaligus Ketua Tzu Chi komunitas He Qi Tangerang menjelaskan bahwa Desa Simpak ini adalah Desa Binaan Tzu Chi Tangerang dan sudah menerapkan eco enzyme dalam keseharian.
“Kita sudah mensosialisasikan eco enzyme ini sejak September 2020, mereka memang sudah membuat eco enzyme ini namun pengaplikasiannya hanya untuk rumah tangga,” jelas Johnny.
Selang waktu berjalan, Johnny melihat warga di Desa Simpak mayoritas bekerja sebagai petani yang beberapa bulan lalu mulai masa tanam padi.
“Kebetulan Koh Awi ini saya ajak untuk mengaplikasikan eco enzyme sebagai pupuk padi. Awalnya Koh Awi ragu bagaimana nanti kalau gagal panen,” kenang Johnny. Dalam kehati-hatian Johnny meyakinkan Koh Awi dengan memberikan beberapa contoh dan testimoni dari para petani yang sudah berhasil menggunakan eco enzyme.
Koh Awi mencoba dengan padi yang memakai pupuk eco enzyme dan padi yang pakai pupuk urea. Menurut Koh Awi, hasilnya 80 persen berhasil menggunakan pupuk eco enzyme.
“Tadi kita bisa dengarkan dari Otong Koswara, Petugas Dinas Pertanian Kab Bogor Bidang POPT dengan varietas padi hitam ini sangat terbatas. Setelah ditimbang hasilnya sangat lumayan, tadi dihitung dengan luas satu hektar biasanya menghasilkan 3 ton padi namun, tadi setelah ditimbang hasilnya bisa 4 ton dalam satu hektar,” ungkap Johnny.
Johnny menjelaskan jenis padi inpari 32 ini hasilnya 5,2 ton. Hasil ini masih di bawah standar nasional namun, ini dikarenakan faktor benih yang sudah tua, jarak tanam yang renggang dan pengaruh cuaca. Namun walaupun hasilnya kurang maksimal yang disebabkan oleh beberapa faktor tadi, padi ini tidak menggunakan pupuk kimia. Pupuk kimia harganya cukup mahal sedangkan pupuk eco enzyme ini biayanya sangat kecil.
“Jadi manfaat pertama adalah biaya sangat kecil dan hasilnya cukup maksimal, yang kedua tanah di sini tidak tercemar oleh larutan kimia,” ujar Johnny. “Tadi saya lihat di batang-batang padi ada serangga kepik, hal ini menandakan bahwa padi ini tidak mengunakan pupuk kimia,” lanjut Johnny.
Di dalam banyak kebudayaan, Kepik diangap sebagai serangga pembawa keberuntungan bagi para petani. Banyak petani yang suka dengan keberadaan kepik pada tanamannya, pasalnya hewan ini memakan kutu daun dan hama pemakan tanaman.
Panen Raya Padi Bersama Para Kelompok Tani Suka Maju
Para petani Suka Maju memotong padi yang telah menguning di beberapa petak sawah. Padi-padi itu siap digiling untuk dipasarkan.
Saat ini para petani di Desa Simpak belum banyak yang tahu tentang eco enzyme, namum memang sebagian sudah ada yang menggunakan voc (pupuk organic cair).
“Melihat hasil panen padi yang menggunakan eco enzyme dan menggunakan pupuk kimia sepertinya mereka cukup puas dengan hasil yang menggunakan pupuk eco,” ungkap Johnny. “Saya berharap semua petani di Jagabita ini memakai pupuk eco enzyme karena kita semua tahu bahwa lingkungan kita ini sudah sangat tercemar dan secara kesehatan kalau manusia mengonsumsi makanan yang organic akan sangat baik,” katanya.
Pada hari ini 1 September 2021 relawan Tzu Chi Tangerang diundang untuk ikut Panen Raya Padi Bersama Para Kelompok Tani Suka Maju karena beberapa petani termasuk Koh Awi menggunakan pupuk eco enzyme.
“Hari ini kami berlima diundang oleh petani di Desa Simpak ini untuk panen raya padi hitam dan padi putih karena beberapa di antara petani ini menggunakan pupuk eco enzyme, jadi mereka undang relawan Tzu Chi,” jelas Johnny.
Ke depannya untuk langkah awal relawan Tzu Chi akan membantu mengirimkan eco enzyme untuk para petani karena produksi eco enzyme ini membutuhkan waktu 3 bulan lebih.
“Nantinya kita harapkan para petani mau membuat sendiri karena tujuan eco enzyme ini adalah mengurangi sampah dapur organik di rumah tangga kita sebelum ke TPA, ini yang penting,” tegas Johnny.
Terakhir Johnny dan relawan Tzu Chi Tangerang mengupayakan untuk memasarkan hasil pertanian Kelompok Tani Suka Maju karena ini Desa Binaan Tzu Chi Tangerang. “Jadi secara tidak langsung relawan Tzu Chi membantu perekonomian para petani dengan harga yang lebih baik karena ini padi organic,” tutup Johnny.
Editor: Metta Wulandari