Introspeksi di Tengah Pandemi

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur), Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur)

Tzu Chi Indonesia mengadakan kegiatan Pelatihan Fungsionaris 4in1 se-Indonesia yang diikuti oleh 1.109 relawan. pelatihan ini dilakukan secara virtual pada 9 – 10 Oktober 2021.

Pandemi Covid-19 tak kunjung berakhir, tentunya tidak membuat relawan Tzu Chi berhenti melakukan kebajikan. Seperti Stephen Huang, relawan Tzu Chi asal USA, sangat bersyukur kepada Master Cheng Yen dapat berkunjung ke Beijing, Tiongkok, sudah hampir empat bulan lamanya.

“Bisa dikatakan selama tiga puluh dua tahun, saya bergabung masuk ke Tzu Chi, ini sudah memecahkan rekor diri saya sendiri. Saya belum pernah berdiam sekian lama pada suatu tempat. Tentunya saya sangat gan en kepada Master Cheng Yen karena mengizinkan saya tinggal di Tingkok, dari wilayah utara hingga ke selatan untuk memberi perhatian kepada saudara se-Dhamma di berbagai wilayah,” terang Stephen Huang. Ia bersyukur bahwa seumur hidupnya, di usia 70 tahun lebih ini, di daerah utara selatan sungai besar di Tiongkok, ia dapat menjalin jodoh Dhamma yang baik dan dengan semua murid Master Cheng Yen.

“Sungguh gan en kepada tim penyelenggara yang memberikan waktu kepada saya untuk berbagi kepada shixiong shijie sekalian mengenai kondisi pascapandemi dan refleksi dibaliknya,” tutur Stephen Huang sambil berharap pandemi segera berakhir. Namun kehidupan manusia banyak tidak sesuai dengan harapan.

Setiap kali memperkenalkan tentang Master Cheng Yen, Stephen Huang tentunya akan memperkenalkan tentang Tiga, Tiga, Tiga dari Master Cheng Yen, adalah tiga tiada, tiga tidak bertikai, dan tiga tidak memohon. Tiga tidak memohon, dapat membuat banyak orang merasa takjub. Terutama adalah tidak memohon akan kesehatan, tidak memohon sesuai keinginan.

“Dalam keadaan pandemi ini, saya yakin kalian semua tentu berharap agar dapat dalam keadaan sehat, agar dapat sesuai dengan keinginan. Namun kita tahu, keinginan membawa penderitaan. Perasaan juga membawa penderitaan,” jelas Stephen Huang, relawan senior Tzu Chi kepada 1.109 relawan Tzu Chi se-Indonesia melalui darling (online) zoom meeting pada 9 – 10 Oktober 2021 dalam kegiatan Pelatihan Fungsionaris 4in1.

Dalam Kata Perenungan Master Cheng Yen, adalah “melatih diri di kala sakit”. Kalimat dari kata perenungan ini, memberitahukan kita bahwa ketika badan kita sedang sakit, meskipun tubuh kita tidak dapat bersumbangsih, namun perlu giat dan tekun dalam Dhamma. Tubuh perlu dibiarkan secara alamiah, batin harus tenang.

Stephen Huang sangat berterima kasih kepada pandemi ini. Tanpa pandemi ini, tidak mungkin baginya untuk tinggal di Tiongkok dalam kurun waktu yang lama. Tanpa pandemi ini, mungkin tidak banyak hal yang membuatnya merenung dan memberi kejutan baginya. Jadi, seperti yang dikatakan Master Cheng Yen, “Suatu perkara memiliki dua sisi, kita hanya bisa berpikiran secara positif. Saya akan tetap bersyukur kepada pandemi ini. Meskipun saya sangat berharap agar pandemi ini berlalu dengan cepat,” tutur Stephen Huang merindukan Master Cheng Yen.

Stephen Huang sangat berterima kasih kepada pandemi ini namun begitu ia berharap semoga pandemi ini berlalu dengan cepat

Selama pandemi, selama 422 hari, Stephen Huang terkurung di Amerika Serikat, tidak memiliki kesempatan bertemu dengan Master Cheng Yen. Namun setelah bertemu, dalam hati bergejolak, “Bahkan sehari sebelumnya, saya bermimpi Master memberikan dua kata kepada saya, yakni tenang dan sabar,” jelas Stephen Huang, dalam tiga bulan terakhir, ia sungguh telah “tenang dan sabar” di Tiongkok.

Pada Pelatihan Fungsionaris 4in1, Stephen Huang juga menyampaikan pesan Master Cheng Yen, “Beliau (Master Cheng Yen) sangat khawatir akan satu hal, yaitu apabila generasi pertama murid Jing Si tidak mewariskan semangat ajaran Jing Si dan Mazhab Tzu Chi secara tekun dan nyata. Tekun berarti tidak diganggu bermacam pikiran. Nyata berarti bukan angan-angan,” terang Stephen Huang, dalam beberapa tahun ini memanfaatkan sharing dengan topik Kesetiaan dan Berbakti untuk menyemangati murid Jing Si di seluruh dunia.

Setia kepada mazhab Tzu Chi berarti kita harus memahami semangat Master Cheng Yen saat mendirikan mazhab. Master Cheng Yen telah memberi kita arah pelatihan diri di masa depan serta cara mencapai arah tujuan. “Beliau (Master Cheng Yen) inigin kita memiliki cinta kasih, welas asih, sukacita, dan keseimbangan batin, serta menjadi Bodhisatwa Dunia. Tentunya kita harus terjun di tengah masyarakat, menggunakan welas asih dan kebijaksanaan. Inilah filosofi Mazhab Tzu Chi,” jelas Stephen Huang.

Lebih lanjut Stephen Huang menuturkan bahwa Jalan Bodhisatwa sungguh tidak mudah ditapaki, apa saja akan terjadi sehingga timbul masalah, bila kita tidak benar-benar memahami isi semangat ajaran Jing Si. Master Cheng Yen terus menerus memberitahukan kita untuk menggunakan ketulusan, kebenaran, keyakinan dan kesungguhan. Selain itu, juga harus meneladani batin yang hening dan jernih seperti para Buddha dan Bodhisatwa. Bahkan kita harus tumbuh berakar dan mandiri. Tidak bisa hanya demi diri sendiri. Jangan mengambil jalan kendaraan kecil. Harus belajar Buddha Dhamma dari kendaraan besar, yaitu 4 ikrar agung.

Bila kita memahami intisari silsilah Dhamma Jing Si, ungkap Stephen Huang, ketika kita menemui permasalahan dalam menjalankan Tzu Chi, kita harus segera mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan. Mengubah perbedaan yang penuh dengan kemelekatan, kekeliruan, ketidaknyamaan, iri hati, keserakahan, kebencian, kebodohan, kesombongan menjadi “tiada perbedaan”. Dengan kebijaksanaan, tidak melekat pada suatu rupa, tidak akan terbelenggu dalam masalah antarsesama.

Master Cheng Yen ingin agar jiwa kebijaksanaan setiap relawan bertumbuh dengan mengandalkan kemampuan memulihkan diri sendiri. Stephen Huang sangat mengangumi Master Cheng Yen, “Beliau tidak memohon semua hal berjalan dengan lancer, namun berharap diri sendiri punya keuletan dan keberanian. Beliau tidak memohon tubuh yang sehat, namun berharap pikiran yang jernih dan tajam,” terang Stephen Huang selama mengikuti Master Cheng Yen 30-an tahun ini, membuatnya menyadari bahwa ia harus belajar dari Master Cheng Yen, ia harus tenang di tengah pandemi ini.

Lebih lanjut, Stephen Huang menjelaskan bahwa kita tidak bisa mengubah kondisi, namun saat kita tenang, maka kita akan bisa bertahan atas penderitaan yang dibawa pandemi ini. Bahkan kita harus mengubah energi negatif menjadi energi positif. Inilah disebut juga mengubah kesadaran menjadi kebijaksanaan.

Rusi (39) bersyukur karena pandemi yang terjadi telah membuatnya merenungkan dengan baik di rumah dengan melakukan kegiatan positif.

Dalam kondisi pandemi ini, tentu membuat semua orang khawatir dan takut, tetapi kita dengan tulus, setiap hari kita harus bertobat, setiap hari kita bersyukur, setiap hari belajar hidup berdampingan dengan pandemi. Tentu kita juga berharap, ini cepat berlalu. Tapi ini bukan sesuatu yang bisa kendalikan. “Yang bisa kita kendalikan adalah apa bantuan yang bisa kita berikan saat pandemi ini? Kita bervegetaris, kita menyosialisasikan vegetarisme. Kita berusaha sebisanya jangan menghamburkan setiap jenis sumber daya alam,” jelas Stephen Huang agar kita secepatnya menggunakan obat mujarab dari Master Cheng Yen.

Di masa pandemi Covid-19, kita tidak bisa berkegiatan maka kita merenungkan dengan baik di rumah, menetapkan tujuan yang jelas, mencari kembali Hati Buddha, Tekad Guru serta tekad awal tahun itu. Kita harus belajar Tiga Tiada, Tiga Tidak Memohon, dan Tiga Tidak Bertikai dari Master Cheng Yen. Tujuannya agar di masa pandemi Covid-19 ini, kita lebih tekun dan bersemangat, seperti yang selalu Master Cheng Yen katakana, “Pada saat sakit, tubuh jasmani harus alami, batin harus tenang.”

Salah satu peserta training, Rusi (39) sangat terkesan atas sharing Stephen Huang. “Pandemi terjadi membuat saya merenungkan dengan baik di rumah dengan melakukan kegiatan positif. Di antaranya saya mulai belajar membuat kue atau roti dengan peralatan yang seadanya. Juga mulai melanjutkan hobi bercocok tanam,” tutur Rusi, relawan komunitas Medan Perintis.

Terus Bersumbangsih Di Tengah Pandemi
Seruan tenang dan sabar dalam menghadapi kondisi pandemi Covid-19, juga datang dari Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, bersyukur dengan kemajuan teknologi, “Kita bisa melakukan pelatihan daring tanpa batasan negara sehingga kehidupan kita memiliki tujuan dan bermakna. Namun, dengan adanya internet yang melampaui batasan negara, sulit bagi kita untuk mengontrol pengaruh baik dan buruk. Jadi, kita harus hati-hati memilih dan menggunakannya dengan baik,” kata Liu Su Mei.

Liu Su Mei menjelaskan bahwa hal baik harus kita serukan agar orang-orang melakukannya. Sifat hakiki manusia yang bajik harus dibangkitkan. “Dalam kesulitan selama dua tahun ini, Tzu Chi selalu ada, membagikan peralatan penanganan pandemi, obat-obatan, barang kebutuhan. Semua dalam skala besar dan waktu cepat. Penyaluran bantuan dilakukan besar-besaran di seluruh Indonesia. Tzu Chi sangat berterima kasih kepada relawan Tzu Chi yang giat dan berani bersumbangsih pantang mundur,” jelasnya lebih lanjut.

Liu Su Mei mewakili Tzu Chi Indonesia sangat berterima kasih kepada insan Tzu Chi yang giat dan berani bersumbangsih pantang mundur.

Cara konkret mengendalikan pandemi, yang paling penting adalah menjaga diri dan menerima vaksin. Dua rumah sakit Tzu Chi dan berbagai kantor Tzu Chi juga membantu pemerintah untuk memperluas jangkauan vaksinasi dan menciptakan berkah di masyarakat.

Master Cheng Yen setiap hari memberi nasihat, seruan, dan bimbingan agar kita semua bertobat dengan menengadah (kepala) ke langit, dan bersyukur dengan menunduk (kepala) ke bumi. Kita harus bervegetaris. “Jangan lagi makan makanan yang dapat menambah karma buruk. Kita harus mengemban welas asih dan melindungi kehidupan. Untuk menghindari bencana wabah, salah satunya adalah bervegetaris. Kita harus menyosialisasikan vegetarisme,” terang Liu Su Mei mengingatkan kembali peserta pelatihan.

“Apakah kita sudah menyerap pesan Master Cheng Yen dalam hati? Sudahkah kita menjalankannya?” Inilah pertanyaan Liu Su Mei kepada peserta Pelatihan Fungsionaris 4in1.

Dalam masa pandemi ini, Tzu Chi Indonesia juga membantu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan memesan nasi kotak dan membagikannya kepada orang-orang yang kesulitan, agar dapat memperoleh makanan bergizi yang penuh cinta kasih, dan hati mereka juga merasakan kehangatan. “Kita melihat relawan Tzu Chi berbagi kasih dengan sukacita. Para penerima (bantuan) merasa gembira dan berterima kasih. Terima kasih atas usaha dan kesungguhan hati shixiong shijie,” ucap Liu Su Mei kepada para relawan Tzu Chi telah bersumbangsih dengan belajar melalui praktik nyata dan memperoleh kesadaran dari praktik tersebut. Kita harus menjaga hati kita. Kita harus bervegetaris.

Lebih lanjut, Liu Su Mei mengatakan selama 29 tahun ini, tidak mudah bagi Tzu Chi Indonesia mencapai kondisi seperti sekarang. Empat badan misi Tzu Chi lengkap berdiri di Tzu Chi Center. Kita semua harus bersyukur dan menghargainya. “Di tengah rasa sukacita ini, jangan lupa tanggung jawab dan misi kita. Kita harus lebih tekun dan bersemangat untuk menjadi murid yang Master Cheng Yen merasa tenang. Kita harus menjaga empat misi Tzu Chi ini. Relawan adalah motor pewarisan silsilah Dhamma Jing Si, juga merupakan kekuatan software bagi Tzu Chi.” jelas Liu Su Mei.

Selain itu, “Kita juga harus menjaga para donator, dan menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia, menghimpun kebajikan dan membangkitkan cinta kasih, barulah kita bisa menyucikan hati manusia dan mewujudkan masyarakat yang harmonis. Jadi, kita harus saling menyemangati,” tutup Liu Su Mei, dan tak lupa mendoakan para relawan Tzu Chi senantiasa sehat dan tentram, berkembang dalam berkah dan kebijaksanaan.

Bagi Like Hermansyah tidaklah penting untuk mengingat berapa banyak yang telah ia lakukan, yang terpenting adalah kita terus bergerak maju dan melakukan perubahan yang lebih baik untuk diri kita sendiri sehingga jiwa kebijaksanaan bisa terus berkembang.

Demikian juga perjalanan Like Hermansyah selama 23 tahun berkiprah di Tzu Chi Indonesia tidaklah mudah. Adanya transformasi yang terjadi dalam diri Like Hermansyah selama dalam periode tersebut, juga bersemangat dalam menjalankan misi Tzu Chi.

“Tidaklah penting untuk mengingat berapa banyak yang telah saya lakukan. Yang terpenting adalah kita terus bergerak maju dan melakukan perubahan yang lebih baik untuk diri kita sendiri sehingga jiwa kebijaksanaan bisa terus berkembang. Kita harus mempertahankan tekad, dan terus menjalankan ajaran Master Cheng Yen, sehingga menumbuhkan jiwa kebijaksanaan,” tutur Like Hermansyah, sangat bersyukur kepada Yang Pit Lu (Lulu) telah memperkenalkan Tzu Chi hingga dapat berjodoh dengan Master Cheng Yen, dan juga kepada Liu Su Mei telah memberikan ladang berkah untuk menggali potensi sehingga dapat berkembang menjadi diri ke arah yang lebih baik.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Pelatihan 4 in 1: Yakin Bertekad Menjalankan

Pelatihan 4 in 1: Yakin Bertekad Menjalankan

31 Mei 2016
Tidak mudah bagi pasangan Surya Kheng (34) dan Suriyanti Bakri (32) tinggal selama dua tahun di negeri orang. Terlebih bagi Suriyanti, yang mesti menjalani pengobatan di RS Tzu Chi Hualien, Taiwan. Beruntung kedua muda-mudi Tzu Ching yang menikah ini dapat menerima cobaan ini dengan tabah. Sekembalinya ke tanah air, keduanya bersemangat untuk mengikuti Kamp Pelatihan 4 in 1.
Pelatihan 4 in 1: Bahagia Karena Melayani

Pelatihan 4 in 1: Bahagia Karena Melayani

14 Maret 2023

Suksesnya kegiatan pelatihan 4 in 1 selama dua hari pada 11-12 Maret 2023 lalu didukung oleh banyak relawan, terutama di bagian pelayanan dan konsumsi yang menyiapkan makanan dan akomodasi bagi 700 peserta dan panitia.

Pelatihan 4 in 1: Kebahagiaan dan Kehidupan yang Bermakna

Pelatihan 4 in 1: Kebahagiaan dan Kehidupan yang Bermakna

14 Maret 2023

Hari kedua Kamp Pelatihan 4 in 1 pada 12 Maret 2023 diisi dengan sharing inspiratif dan pelantikan Relawan Calon Komite sebanyak 90 orang oleh Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei.

Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -