Jalinan Kasih Tzu Chi di Pondok Pesantren Darul Inayah
Jurnalis : M. Galvan (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Dayar, M. Galvan (Tzu Chi Bandung)
Pada 8 Oktober 2017, Tzu Chi Bandung mengadakan bakti sosial pelayanan kesehatan bagi para santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Inayah yang berlokasi di Jl. Cipeusing RT 04/04 Ds. Kertawangi, Kec. Cisarua, Kab. Bandung Barat.
Terselenggaranya kegiatan ini merupakan jalinan jodoh antara Yayasan Buddha Tzu Chi dengan Ponpes Darul Inayah dalam memperhatikan dan membantu kesehatan bagi para santri. Di samping itu, kegiatan bakti sosial ini merupakan alat untuk memperkokoh cinta kasih dan kebersamaan Yayasan Buddha Tzu Chi dengan ponpes, sekaligus untuk mempererat tali silaturahmi.
Pelayanan kesehatan ini berhasil melayani sebanyak 335 pasien. Rata-rata dari hasil pemeriksaan dokter, para santri mengalami gatal-gatal dan penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu. “Banyak santri yang tertular dari penyakit gatal-gatal ini, dikasih obat pun sebetulnya hanya sementara saja. Jadi lebih tepat bila ada sosialisasi bagaimana mencegah penyakit ini berkembang di kemudian hari,” ucap dr. Benni, anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Bandung.
Selain itu sebanyak 12 pasien kasus pun terjaring dalam baksos ini yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh Tzu Chi Bandung. Kegiatan bakti sosial (baksos) sekaligus menjadi wadah untuk menjaring pasien yang membutuhkan bantuan lanjutan yaitu dengan cara mendatangi pasien yang membutuhkan bantuan, hal ini dilakukan karena lebih efektif dalam menghimpun pasien penerima bantuan. Selain itu, para santri pun bisa lebih memahami dan mengenal lebih dekat mengenai visi dan misi Yayasan Buddha Tzu Chi yang mengedepankan aksi sosial kemanusian.
Dokter Benni anggota Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Bandung memeriksa salah satu santri yang mengikuti baksos kesehatan di Pondok Pesantren Darul Inayah.
Pada hari itu, 60 relawan Tzu Chi dengan penuh semangat dan cinta kasihnya melayani para santri yang datang untuk berobat. Menurut relawan Tzu Chi Bandung yaitu Harun Lam, alasan terpilihnya Ponpes Darul Inayah karena adanya permintaan dari pihak ponpes untuk mengadakan bakti sosial kesehatan, selain itu jauhnya fasilitas kesehatan yang berada di kawasan Desa Kertawangi menjadi faktor kendala bagi para santri. “Kita mengharapkan anak-anak di sini supaya bisa lebih sehat jadi biar mereka tidak terganggu karena sakit-sakitan. Semoga saja bisa berkelanjutan bersama Yayasan Buddha Tzu Chi ini,” ucap Harun.
Adanya baksos kesehatan ini tentu mendapat sambutan positif dari para santri, khususnya pimpinan Ponpes Darul Inayah yaitu K. H. Asep Sodikin. Ia menuturkan dengan adanya kegiatan seperti ini sangat membantu permasalahan khususnya pada kesehatan yang dialami atau keluhan oleh anak-anak santri di Darul Inayah. Memang di ponpes mempunyai fasilitas klinik namun sampai saat ini belum bisa berjalan dengan baik.
“Kesan yang kami rasakan ini adalah kepeduliannya, bahwa kami sangat terkesan dengan pengabdian atau sumbangan dari Tzu Chi untuk anak-anak kami ini. Di bidang kesehatan memang kami belum secara maksimal, makanya dengan kehadiran Tzu Chi ini dalam bidang kesehatan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Karena mengurus anak sebanyak ini tanpa bantuan dari semua akan sulit ditangani, oleh karenanya saya ucapkan terima kasih banyak kepada Tzu Chi yang telah memberikan pelayanan kesehatan kepada anak-anak ini,” kata K. H. Asep Sodikin atau yang akrab disapa Abi.
Abi pun berharap agar kegiatan seperti ini terus berkelanjutan, “Antusias anak-anak Alhamdulillah udah pada siap dari pagi juga, sudah pada ngumpul di lapangan. Mudah-mudahan ke depannya pemeriksaaan kesehatan ini terus berkesinambungan dan tidak hanya di bidang kesehatan saja tapi di bidang-bidang lainnya juga seperti kebersihan atau hal lainnya,” lengkapnya.
Suasana di ruang dokter pada kegiatan baksos kesehatan yang berlangsung di Pondok Pesantren Darul Inayah.
Relawan Tzu Chi menyosialisasikan tentang aksi pelestarian lingkungan, hal itu berkaitan dengan sampah gelas plastik yang bisa didaur ulang kembali.
Hal senada disampaikan oleh Dewi Astuti (17), seorang santriwati yang berasal dari Cianjur dan sudah menetap di Ponpes Darul Inayah selama enam tahun ini. Ia mengharapkan kegiatan ini rutin dilaksanakan. Tujuannya agar para santri tidak mudah sakit, selain itu adanya edukasi mengenai cara hidup sehat mengingat lokasi ponpes yang berada di dataran tinggi selain hawa dingin, juga ruangan yang lembab dapat menyebabkan bakteri berkembang biak.
“Kesannya sangat gembira sekali, ini baru pertama kali kedatangan dari Tzu Chi. Pelayanannya sangat luar biasa sekali dan dokter-dokternya sangat bagus, jadi pemeriksaan sangat akurat dan bagus sekali. Mudah-mudahan silaturahmi ini tidak hanya sampai di sini aja. Saya diperkisa dokter mengeluh karena asam lambung terus sakit mata juga dan terutama gatal-gatal karena itu penyakitnya di sini," kata Dewi.
Dewi pun senang dengan apa yang ditunjukan oleh relawan Tzu Chi, Ia mengatakan keramahan para relawan begitu terasa olehnya mulai dari pendaftaran hingga pengambilan obat. Selain itu, interaksi relawan dengan mengajak bermain serta memeragakan lagu isyarat tangan kepada para santri sangat menghibur seluruh santri di Darul Inayah. Dewi yang cukup fasih dalam berbahasa mandarin tak canggung-canggung berkomunikasi dengan para relawan Tzu Chi, memang salah satu mata pelajaran bahasa asing di Ponpes Daru Inayah adalah bahasa Mandarin selain bahasa Inggris. Tak hanya Dewi saja yang fasih berbahasa Mandarin, beberapa santri pun dapat berkomunikasi dengan bahasa Mandarin cukup baik.
“Kita berdoa agar Tzu Chi ini lebih maju lagi, ke depannya lebih baik lagi dan semoga dokter-dokternya semakin bertambah. Selain itu, selalu rutin mengadakan kegiatan seperti ini di Yayasan Darul Inayah ini,” lengkap Dewi.
Semoga dengan adanya bakti sosial tersebut menjadi jembatan untuk mengikat tali persaudaraan bersama Ponpes Darul Inayah, serta diharapkan timbul bibit cinta kasih Tzu Chi yang dilandasi dengan ilmu agama yang baik dan dapat membawa berkah bagi insan di dunia.
Editor: Metta Wulandari